NewsPolitik

“Masyarakat Jangan Terjebak dengan Propaganda Bendera Aceh”

Pj Gubernur Aceh sahuti keinginan Mualem terkait pergantian Azhari Cage
Azhari Cage mengikat bendera sebelum menyerahkan kepada Wagub Aceh pada 2017 silam di gedung DPRA. Foto: Ist

BANDA ACEH (popularitas.com) – Isu bendera Aceh kembali mencuat pasca beredar surat koreksi dari Kementrian Dalam Negeri beberapa waktu lalu. Dalam hal ini Masyarakat Pengawal Perdamaian dan Pembangunan Aceh (M@PPA) sangat mengapresiasi Pemerintahan Aceh yang mampu menyembunyikan surat tersebut, sampai Anggota DPR Aceh saja tidak mengetahuinya.

“Ini adalah pola politik lokal di Aceh, jika kepentingan anda tidak terakomodir buka saja kotak pandora, maka satu isu akan beralih sesuai tujuan,” ujar Azwar A Gani selaku Koordinator Pusat M@PPA, Minggu, 4 Agustus 2019.

Lebih lanjut Azwar menyatakan isi surat Mendagri No.188.34/2723/SJ tentang koreksi terhadap Qanun Bendera Aceh tidak ada yang luara biasa. Semua pejabat, baik eksekutif dan legislatif Aceh sudah paham bagaimana kedudukan bendera daerah dalam tatanan politik Indonesia. Ini juga menandakan lemahnya konsultasi pemerintahan Aceh dengan Jakarta yang bisa menyebabkan fatal terhadap Perdamaian.

Koordinator M@PPA Azwar A Gani | Ist

“Oleh karena demikan kepada rakyat Aceh, kami serukan, jangan terpancing dengan propaganda resmi atau ilegal terkait dengan isu bendera yang timbul tenggelam sesuai dengan kepentingan. Sudah 14 tahun kita juga masih dapat menikmati perdamaian di bawah Merah Putih,” katanya.

Terkait dengan kondisi hari ini, M@PPA melihat Pemerintahan Aceh dan Jakarta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perdamaian di Aceh. Namun, dalam beberapa hal, Aceh belum mampu membangun nilai tawar secara politik dengan Jakarta dalam memperjuangkan UU RI Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh alias UUPA.

Di satu sisi Azwar mengaku bangga dengan adanya perwakilan Aceh di komisi- komisi penting di DPR-RI. Bahkan, menurutnya, kader Partai Aceh juga ada di Komite I DPD RI yang membidangi politik dalam negeri. Begitu pula dengan anggota tim pemantau otonomi khusus Aceh-Papua di DPR-RI, dan kantor penghubung Pemerintahan Aceh di Jakarta. Namun, di sisi yang lain, menurut Azwar, mereka masih belum mampu menerjemahkan substansi perdamaian yang berdampak kepada cacatnya manuver politik mereka.

“Kami berharap, Pemerintahan Aceh melakukan rasionalitas kepada masyarakat terkait dengan persoalan bendera. Jangan sampai UU PA dijadikan mesin teror baru untuk menjustifikasi bahwa Aceh belum damai jika semuanya tidak sesuai dengan MoU. Bagaimana kita berbicara Visi Aceh Hebat, jika kita terus memproduksi mesin teror baru atas nama perdamaian,” pungkas Azwar.*(RIL)

Shares: