Dinas Kebudayaan dan Pariwisata AcehFeature

Masjid Tuha Indrapuri Berdiri dari Proses Islamisasi di Aceh

Masjid Tuha Indrapuri. (popularitas/dani)

POPULARITAS.COM – Masjid Tuha Indrapuri, dahulunya merupakan candi yang didirikan oleh kerajaan Hindu di Aceh, kemudian dihancurkan setelah masuk dan berkembangnya agama Islam. Di atas reruntuhan candi tersebut, dibangun masjid yang diberi nama Masjid Tuha Indrapuri oleh Sultan Iskandar Muda sekitar tahun 1607.

Indrapuri adalah kerajaan yang pernah didirikan oleh orang-orang Hindu di Aceh. Masjid dengan atap tiga lapis ini menjadi bukti sejarah yang utuh bagi masyarakat Aceh, khususnya warga Aceh Besar.

Masjid Indrapuri terletak di Desa Pasar Indrapuri, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar. Lokasi masjid tidak jauh dari jalan raya Banda Aceh-Medan, kurang lebih sekitar 150 meter memasuki persimpangan pasar Indrapuri.

Seluruh bangunan berkontruksi kayu dengan beberapa ukiran tradisional bernuansa Arab. Masjid beratap tumpang ini dibangun di atas tembok undakan empat lapis yang terbuat dari batu kapur bercampur tanah liat.

Untuk masuk ke dalam masjid, para jemaah atau pengunjung harus melewati pintu utama, tepatnya di sebelah timur masjid. Di depan pintu masuk terdapat kolam tempat penampungan air yang digunakan masyarakat sekitar untuk membasuh kaki sebelum masuk masjid.

Bangunan dalam Masjid Tuha Indrapuri. (popularitas/dani)

Keunikannya terletak pada fondasi yang mirip sebuah benteng. Denah bangunannya berbentuk bujur sangkar, seukuran dua kali lapangan voli. Keseluruhannya berkontruksi kayu, dihiasi ukiran unik. Tinggi bangunannya mencapai 11,65 meter. Memiliki 36 tiang penyangga berikut kuda-kuda penopang atap. Di depan masjid yang sudah di pugar ini terdapat kolam.

Dari tiang tersebut masih terlihat beragam bentuk ukiran khas masa kerajaan kuno. Disamping itu bentuk atap masjid ini menyerupai piramida dengan empat atap dari bawah hingga paling pucuk. Atap berbentuk piramida itu merupakan ciri khas masjid-masjid tradisional di Aceh.

Disebut-sebut empat tingkat ini memiliki makna khusus dalam dunia ke Islaman. Empat tingkat atap melambangkan empat tingkatan ilmu Islam, mulai syariat, tarekat, hakikat dan makrifat.

Syariat yang dimaksud ialah hukum atau aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat muslim. Sementara tarekat dimaknai dengan jalan yang dilakukan untuk menjadi seorang taqwa.

Pada tingkat selanjutnya yakni hakikat atau kepercayaan sejati kepada Allah. Kemudian makhrifat adalah mengenal Allah. Dalam tasawuf tingkatan ini seperti seorang sufi yang telah mencapai maqam, atau telah mendapat martabat di hadapan Ilahi.

Sejarawan Aceh dari Universitas Syiah Kuala, Husaini Ibrahim menyebutkan, masjid ini selain tertua di Nusantara, juga disebut salah satu tertua di Asia Tenggara. Itu berdasarkan bahwa islam pertama kali masuk ke Nusantara melalui Aceh yaitu melalui kerajaan Perlak lalu Kerajaan Samudera Pasai.

“Itu salah satu masjid tertua di Asia Tenggara, kita mengetahui bahwa islam pertama kali masuk di Nusantara itu di Aceh, tentunya masjid tertua juga ada disini,” ujar Husaini beberpa waktu lalu.

Dirinya tak menampik, bahwa cikal bakal masjid ini berawal dari pengaruh kerajaan hindu pada waktu itu. Lalu, takluknya kerajaan Lamuri dan Indrapurwa oleh Kerajaan Aceh Darusalam di bawah kekuasaan Sultan Ali Mughayat Syah. Kemudian menyita seluruh aset milik kerajaan tersebut. Setelah itu ada bangunan pra-islam yang diislamkan termasuk masjid Indrapuri.

“Diatas cikal bakal Indrapuri, ada pengaruh disana untuk diislamkan, jadi ada proses islamisasi ketika kerajaan hindu takluk,” kata Husaini.

Jadi tidak heran dengan berkembangnya islam di Nusantara, tumbuh masjid-masjid lain yang menyerupai corak bangunan seperti masjid Indrapuri.

Husaini memberi contoh seperti masjid tua yang ada di Banten, Demak dan daerah lain, bahkan sampai Negeri Jiran Malaysia. “Kalau kita lihat itu mirip sekali dengan masjid indrapuri, karena cikal bakalnya disini (Aceh),” ucapnya.

Selain berfungsi sebagai tempat beribadah, masjid ini juga dulunya digunakan sebagai benteng pertahanan dan tempat musyawarah dan menetapkan raja pada zaman Kesultanan Aceh Darusalam.

Shares: