News

Mahfud: Ada Pejabat Takut Bawa Uang Tunai Dibatasi Rp100 Juta

Masyarakat Aceh diingatkan tentang bahaya politik uang
Ilustrasi uang. (Foto: JPNN)

POPULARITAS.COM – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menawarkan format pengampunan kasus ala Undang-undang Tax Amnesty bagi pejabat dan politikus yang khawatir terhadap Rancangan Undang-undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

Diketahui, peraturan ini kelak dapat membatasi transaksi tunai hingga Rp100 juta. Sementara, berdasarkan sejumlah kasus korupsi, suap diberikan dalam bentuk uang tunai, baik dalam bentuk Rupiah atau mata uang asing, agar tak terlacak PPATK yang kemudian disimpan di tempat tertentu.

“Kalau saya bicara secara bisik-bisik ya, banyak pejabat dan politikus, kalau ada UU terutama pembatasan uang belanja kartal itu, orang yang tunai kan banyak. Ketika dia suatu saat harus berbelanja tidak boleh tunai, kan akan ketahuan kan uang dari mana ini,” kata Mahfud, dalam acara daring yang disiarkan melalui kanal YouTube PPATK Indonesia, Jumat (2/4).

Ia, yang juga menjabat Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), menyebut banyak di antara mereka yang khawatir uang tunai simpanannya dalam bentuk mata uang asing tak bisa lagi dipakai bertransaksi jika RUU itu disahkan.

“Saya dengar banyak sekali orang-orang itu yang punya uang tunai dalam bentuk dolar Singapura, dolar Amerika. Dengan adanya RUU ini, maka [uang tunai] itu tidak bisa dipakai, mau belanja dimana dia?” ujar Mahfud.

Lantaran demikian, dia menawarkan format pengampunan ala UU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty bagi mereka yang hendak menyimpan uang tunainya di bank.

Bentuknya, tak mensyaratkan keterangan asal-usul uang yang biasanya diterapkan pihak bank. Namun demikian, pihak terkait tetap diterapkan peraturan pembatasan transaksi tunai saat uangnya sudah di bank.

“Kalau ada orang takut strateginya gimana? Saya menawarkan ya udah lah kalau RUU ini berlaku semua orang di Indonesia dipersilahkan menitipkan uang ke bank dan tidak akan ditanya asal usul [uang],” paparnya.

“Tapi sesudah belanja, harus mengikuti UU, seperti tax amnesty itu lah,” lanjut dia, yang merupakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Diketahui, UU Tax Amnesty memberi pengampunan dalam hal kasus pajak kepada mereka yang membawa dana simpanannya dari luar negeri ke dalam negeri.

Mahfud pun mengaku sudah meminta dukungan dari Presiden Jokowi untuk menggolkan RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal itu dan juga RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana.

Menurutnya, kedua RUU ini menjadi sangat penting di Indonesia untuk mencegah aksi-aksi semacam TPPU dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Selain itu, ini terkait dengan banyak kasus tindak pidana yang terbukti, namun aset dikembalikan lagi kepada pelaku begitu masa hukuman selesai, bukan ke kas negara.

“Kalau kita sudah siap sebenarnya [RUU] ini bisa diprioritaskan juga. Dan saya sudah bicara dengan Pak Presiden, Kepala PPATK, itu nanti bisa didahulukan,” imbuhnya.

Dikutip dari situs dpr.go.id, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal dan RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana itu masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2020-2024, alias tak masuk prioritas tahun ini.

Sebelumnya, Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menyebut RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal tersebut belum bakal membatasi transaksi tunai dalam negeri sebesar Rp100 juta.

Sumber: CNN

Shares: