EkonomiNews

Korupsi dan Pungli Hambat Pertumbuhan Ekonomi Aceh

Kepala perwakilan wilayah (KpW) Bank Indonesia (BI) Aceh, Zainal Arifin Lubis, menilai bahwa, persoalan korupsi dan masih membudayanya praktek pungutan liar, menjadi salah satu penghambat percepatan pertumbuhan ekonomi di negeri julukan serambi Mekkah ini.

POPULARITAS.COM – Kepala perwakilan wilayah (KpW) Bank Indonesia (BI) Aceh, Zainal Arifin Lubis, menilai bahwa, persoalan korupsi dan masih membudayanya praktek pungutan liar, menjadi salah satu penghambat percepatan pertumbuhan ekonomi di negeri julukan serambi Mekkah ini.

Hal ini Zainal Arifin Lubis, dalam acara Ngopi Kebangsaan, yang digelar pihaknya dengan Ikatan keluarga alumni Lemhanas (IKAL) Aceh. Acara yang dilangsungkan di auditorium bank sentral perwakilan Aceh tersebut, Sabtu (21/4), dihadiri oleh Pangdam dan Kasdam Iskandar Muda, Kepala Bulog, Kepala BPS Aceh, puluhan alumni.

Menurtu Arifin, Aceh adalah provinsi yang anggaran pendapatan daerahnya, terbesar nomor satu di Sumatera, dan nomor enam di secara nasional, namun, jelasnya, besaran dana yang dimiliki wilayah ini, belum berbaring lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyatnya.

Sebagai contoh, katanya, anggaran dan pendapatan belanja Aceh 2017, senilai Rp14,9 triliun, namun, belanja modal hanya 15 persen dari total anggaran. Walau secara pertumbuhan ekonomi Aceh membaik pada 2017, yakni tumbuh 4,19 persen dibandingkan dengan 2016, hanya sebesar 3,30 persen, namun, neraca perdagangan Aceh juga mengalami defisit sebesar 37,91 triliun, jelasnya.

Industri manufaktur yang diharapkan sebagai motor penggerak perekonomian Aceh, juga tidak mengalami pertumbuhan, hingga 2017, sebut Zainal, hanya terdapat 70 perusahaan besar di negeri ini, yang keseluruhannya hanya memproduksi bahan pertanian mentah.

Minimnya produktivitas di Aceh, sebut Zulfan, menjadi penyebab wilayah ini kebutuhan pokoknya masih didatangkan dari daerah lain. “Dalam 3 tahun terakhir, net Outflow sebesar Rp5,7 triliun,” katanya.

Sebenarnya, potensi dan kondisi ekonomi di Aceh, masih sangat berpeluang untuk dikembangkan sumber ekonomi baru, namun, kasus korupsi di daerah yang masih sangat tinggi, menjadi faktor penghambat pertumbuhan. “Aceh punya kekayaan alam yang luar biasa, APBA terbesar di Sumatera, dan Alokasi infrastrutkur terbesar di Sumatera. Tapi, mirisnya, kasus korupsi juga tinggi,” ungkapnya.

Untuk itu, sambungnya, pembangunan ekonomi Aceh, dengan penciptaan iklim investasi yang kondusif, harus dibarengi dengan penegakan hukum kasus korupsi, dan juga penghilangan pungutan liar. “Bank Sentral siap bersinergi dengan Pemerintah Aceh dalam perwujudan ekonomi provinsi ini menjadi lebih baik,” tukasnya.

Sementara itu, Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI Hafil Fuddin, yang hadir sebagai pembina IKAL Aceh, dalam kesempatan tersebut meminta kepada pimpinan daerah di wilayah ini, untuk merubah paradigma berpikir, dengan prinsip bahwa, setiap pemimpin harus meninggalkan warisan terbaik bagi anak cucu kita. “Janganlah, saat kita ini sudah mati, anak cucu kita mengenal kita sebagai penghancur negeri, dan tidak berbuat untuk kebaikan daerahnya,” kata jendera bintang dua ini.

TNI sendiri, kata Pangdam, jika dibutuhkan siap memberikan bantuan kepada aparatur Polri, dalam penciptaan iklim investasi yang kondusif. Dan harapan kita semua, kebijakan pembangunan infrastruktur harus sejalan dengan upaya mendorong lahirnya industri manufaktur.

Wakapolda Aceh, Brigjen Pol Yanto Tarah, yang turut hadir didalam Acara tersebut menegaskan bahwa, Polri telah menetapkan provinsi Acrh, sebagai daerah yang kondusif untuk investasi. Dan namun tentu saja, tukasnya, penyediaan lapangan kerja, adalah faktor penting bagi penciptaan kemandirian perekonomian Aceh, dan menjaga stabilitas politik dan ketertiban masyarakat, tambahnya. (Saky)

Shares: