EdukasiNews

Kisah Gadis 22 Tahun Pecinta Anak-Anak Penderita Kanker

anak penderita kanker di aceh. ©2018 Merdeka.com/Afif

POPULARITAS.COM – Gadis itu baru saja tiba di rumah singgah Children Cancer Care Community Aceh (C-FOUR), Kamis (15/2/2018). Mengenakan baju kemeja hitam, tertulis di dadanya Aceh Documentary, langsung menyapa beberapa anak penderita kanker yang sedang berada depan rumah.

Senyum merebak dari bibir gadis asal Matang Glumpang Dua, Kabupaten Bireuen itu. Dia pun langsung masuk ke ruang tamu rumah singgah yang dipenuhi foto-foto anak-anak penderita kanker, ada yang sedang bermain, ada juga foto selesai operasi.

Sejurus kemudian, dia memperkenalkan diri. Namanya Silvira Nazzai, gadis kelahiran 29 Juni 1996, sudah satu tahun bersama penderita anak kanker. Ada banyak suka duka yang telah dilewati bersama anak-anak penderita kanker yang membutuhkan kasih sayang dan motivasi.

Bagi Vira, sapaan akrap Silvira Nazzai, mereka butuh perhatian khusus, atas penderitaan yang dialami. Secara medis, Vira menyebut penyakit yang diderita anak-anak kanker sulit disembuhkan. Akan tetapi, setidaknya mereka harus dimotivasi agar semangat dan mental mereka bisa bangkit hingga bisa terhibur untuk menjalani pengobatan.

“Kalau sudah kena kanker, seperti dokter bilang, mereka sudah ada “SK” mati, nah, dengan kita dampingi, mereka bisa termotivasi, siap menghadapi penderitaannya,” kata Silvira Nazzai kepada merdeka.com.

Vira yang merupakan mahasiswa semester akhir Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama (Unaya) sudah ditanam nilai-nilai sosial sejak kecil oleh kedua orangtuanya. Sejak kecil, Vira sudah diajak oleh bapaknya untuk terlibat membantu keluarga yang tak mampu dalam pengobatan.

Ayah Vira, Muhammad Nazar adalah manteri di Matang Glumpang Dua, Kabupaten Bireuen. Sejak kecil, Vira sudah diajak untuk kerja-kerja sosial. Meskipun keluarga ini tergolong kelas menengah atas, tetapi, Vira selalu mendapatkan nilai-nilai sosial dari keluarganya.

“Sejak kecil sudah diajak bapak, kerja-kerja sosial,” jelasnya.

Sebagai mahasiwa Fakultas Kedokteran tentunya jadwal perkulihannya sangat pedat. Meskipun demikian, gadis murah senyum ini tetap menyisihkan waktunya untuk mendampingi anak-anak penderita kanker di C-FOUR.

Meskipun Vira mengaku harus mengorbankan waktu istirahatnya demi berbagi dengan anak-anak penderita kanker. Bahkan, Vira jarang duduk nongkrong di cafe layaknya banyak anak muda sekarang.

Kalau pun harus ke warung kopi, itu dilakukan karena sedang menyelesaikan tugas kuliah bersama teman-temannya. Selesai tugas kuliah, Vira langsung kembali ke rumah singgah C-FOUR untuk bermain dan merawat anak-anak penderita kanker yang membutuhkan kasih sayang.

Bagi Vira, bisa merawat anak penderita kanker memiliki kepuasan tersendiri yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Selama ini banyak orang menghindari dari anak-anak penderita kanker, padahal penyakit ini tidak menular dan tidak ada pengaruh bersentuhan tubuh untuk sekadar memberikan pelukan memberikan mereka motivasi dan semangat untuk menjalani pengobatan.

“Mereka butuh diberikan kasih sayang. Saya ada kepuasan tersendiri, sulit diungkapkan dengan kata-kata,” ungkap Vira.

Tiba-tiba beberapa anak penderita kanker menghampiri Vira. Mereka pun memanggil Vira dengan sebutan Kak Vira. Namanya juga anak-anak, mereka lalu datang menghampiri dan mengajak berbicara dengan Kak Vira.

Anak-anak penderita kanker di rumah singgah C-FOUR terlihat akrap dan manja dengan Vira. Vira pun terlihat tak canggung memeluk dan mengajak anak-anak penderita kanker berbicara.

Kak Vira pun sempat menyuruh anak-anak duduk tenang. Mereka pun terlihat patuh sambil Vira membagikan pisang goreng yang terletak dalam piring disuguhkan kepada merdeka.com.

“Ini pisang goreng, jangan ribut ya,” pinta Vira. Anak-anak penderita kanker itu pun patuh dan kemudian keluar kembali bermain di halaman rumah singgah.

Sejurus itu, Vira kemudian bercerita awal mulanya bergabung dengan C-FOUR sejak tahun 2016 lalu. Mulanya Vira melakukan riset di C-FOUR, untuk kebutuhan membuat film dokumenter tentang keberadaan anak-anak kanker di Aceh.

Pembuatan film dokumenter itu diasuh oleh komunitas Aceh Documentary, hendak mengikuti kompetisi di salah satu televisi swasta nasional. Bermula dari situlah, jiwa sosial Vira tergugah. Setelah melihat anak-anak penderita kanker yang berjuang hidup dan mati melawan penyakit yang tak memiliki obat itu.

Vira saat itu tertegun, melihat mereka yang masih belia harus melawan penyakit yang mematikan itu. Setelah itu, dia pun kemudian kembali datang untuk bersilaturahmi. Penderi C-FOUR, Ratna Eliza menyambut niat baik Vira dan menjelaskan tentang lembaga yang dia dirikan itu.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Nilai-nilai sosial yang telah ditenam sejak kecil oleh orangtuanya tergugah. Dia pun kemudian mengabdikan diri untuk merawat anak-anak penderita kanker di rumah singgah C-FOUR.

Suka duka telah dia lewati sejak 2016 bersama anak-anak penderita kanker. Bahkan, dia pun sempat terpukul dan menitikkan air mata saat seorang anak penderita kanker meninggal dunia. Di sinilah dia bisa merasakan bagaimana merasa kehilangan, setelah ditinggalkan oleh orang-orang yang dia asuh dan rawat selama ini.

“Saat itu saya berpikir, saya baru satu orang ditinggalkan oleh anak-anak penderita kanker begitu sedih, bagaimana lagi yang dihadapi oleh Ka Ratna (panggilan Ratna Eliza),” tukasnya.

Kejadian ini, saat Saldi yang masih berusia 5 tahun menderita kanker mata (retinablastoma). Dia sudah beberapa kali menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh. Sebuah rumah sakit rujukan di Aceh yang sudah mendapatkan predikat Tipe A.

Sebelum menjalani operasi matanya, Saldi sempat mengajak Vira untuk salat di masjid dekat dengan rumah singgah. Selesai salat, Saldi menadahkan kedua telapak tangannya dan bermunajat kepada Allah SWT.

“Saya tanya apa Saldi berdoa. Saldi jawab berdoa agar semua kita diberikan kesehatan,” jelasnya.

Saat hendak operasi pun, Saldi sempat memanggil Vira untuk mendampinginya. Selesai operasi, Saldi sempat bilang bahwa dokter jahat, karena sudah ambil matanya.

Setelah menjalani perawatan usai operasi, Allah berhendak lain, Saldi dipanggil oleh Sang Illahi 21 Oktober 2017. Saat sebelum mengembus napas terakhir, Vira sempat berada di samping Saldi, menghantarkan kepergian anak asuhnya untuk selamanya dan tidak akan bisa bertemu kembali.

Saldi sudah beristirahat di sisi Allah. Tinggallah kenangan bagi Vira yang selalu merawatnya seperti adiknya sendiri. Vira kala itu sangat terpukul atas kehilangan Saldi.

“Ini kehilangan pertama saya,” jelas Vira. Terlihat di kedua bola matanya sedikit berlinang, meskipun sudah lama kepergian Saldi dari sisinya.

Vira mengaku akan terus merawat dan memberikan kasih sayang kepada anak-anak penderita kanker. Rencananya, setelah menamatkan studi kedokterannya, dia akan mengambil program spesialis Onkologi, spesialis penyakit kanker.

“Saya akan ambil spesialis Onkologi, biar sejalan. Saya akan terus memperhatikan mereka,” tukasnya.

Pendiri rumah singgah C-FOUR, Ratna Eliza menilai Vira memiliki jiwa sosial yang tinggi. Bagi Ratna, Vira sosok gadis yang unik, berbeda dan tulus mencintai anak-anak penderita kanker yang sedang menjalani perawatan di rumah singgah.

“Vira itu berbeda yang lain, saya bersyukur ada sosok anak kedokteran sepert Vira, saya bisa konsultasi kalau ada temuan kasus baru,” jelas Ratna Eliza.

Selama ini, kemanapun hendak pergi untuk merawat anak-anak penderita kanker, Ratna selalu mengajak Vira. Vira sudah menjadi temannya untuk membantu anak-anak penderita kanker.

“Vira gak dibayar, dia bekerja secara sosial di sini,” jelasnya.

Didikasi Vira, sebutnya, terbukti dia melakukan secara ikhlas saat ada seorang anak penderita kanker tulang. Kondisinya sudah berbau dan bernanah, meskipun sudah diperban.

Ratna pun bingung bagaimana cara mengatasi, karena disiplin ilmunya dari Sarjana Ekonomi. Tentunya tak paham cara melakukan perawatan.

Ratna beruntung, Vira pun datang bak pahlawan dalam film Mahabharata. Vira langsung menawarkan diri untuk membersihkannya. Padahal kondisinya berbau sangat menyengat, Vira tetap dengan telaten membersihkan pelan-pelan dan menggantikan dengan perban lainnya.

Ratna meminta kepada Vira untuk menggunakan masker agar sedikit bisa terhindar dari bau menyengat. Tanpa disangka, sebut Ratna, Vira menolak menggunakan penutup mulut, alasannya ini untuk menghargai pasien yang sedang menderita kanker. [acl/merdeka.com]

Penulis : A.Acal

Shares: