News

Ketum JMSI : Peredaran narkoba di Indonesia adalah perang asimetris

Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, menyebutkan, peredaran narkoba di tanah air, merupakan bentuk kejahatan terorganisir, lintas negara atau transnational organized crime. Dan bahkan, hal itu bentuk peperangan tidak simetris atau asymetric warfare, yang dilancarkan pihak lawan guna menghancurkan Indonesia.
Ketua Umum JMSI hadiri pertemuan komisi 4 PBB di New York
Ketua Umum JMSI Teguh Santosa

POPULARITAS.COM – Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, menyebutkan, peredaran narkoba di tanah air, merupakan bentuk kejahatan terorganisir, lintas negara atau transnational organized crime. Dan bahkan, hal itu bentuk peperangan tidak simetris atau asymetric warfare, yang dilancarkan pihak lawan guna menghancurkan Indonesia.

Pernyataan itu, disampaikan Teguh Santosa, dalam keterangan tertulisnya, yang disampaikan kepada media ini, Selasa (15/6/2021), sebagai bentuk keprihatinannya terhadap semakin maraknya peredaran narkoba di nusantara.

“Karena ini perang asimetris, kata Teguh, sudah sepatutnya, negara mengambil langkah yang tidak biasa-biasa saja,” kata pemerhati hubungan internasional tersebut.

Dicontohkannya, pada Senin (14/6/2021), Polri telah menggagalkan peredaran 1,1 ton narkoba, dan setelah sebelumnya juga 2,5 ton narkoba. Dan mengutip keterangan Kapolri, ungkap Teguh, instansi itu dalam tiga bulan terakhir telah menyita sekurangnya 5 ton barang haram tersebut.

Dengan volume peredaran narkoba dalam jumlah besar, hal itu membuktikan bahwa, bangsa ini tengah menghadapi perang asimetri yang dilancarkan pihak lawan, entah siapapun mereka, yang dimaksudkan untuk menghancurkan generasi muda bangsa ini.

“Praktek ini seperti opium war, atau perang opium yang dilancarkan Eropa untuk menaklukkan China pada masa lalu” terangnya.

baca juga : Ketua Umum JMSI Kunjungi Makam Perwira Rusia di Sabang

Nah, saat ini, dengan maraknya peredaran narkoba di tanah air, bangsa kita tengah menghadapi perang itu dan ini sedang dialami negara kita, paparnya.

Menurut Teguh, sudah sepatutnya publik  mengapresiasi kinerja Polri dan Badan Nasional Narkotika (BNN) dalam memerangi peredaran narkoba di tanah air. 

Namun informasi yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengenai besaran kasus narkoba yang berhasil digagalkan dalam tiga bulan terakhir sesungguhnya adalah sebagai sinyal ketidakmampuan negara menghadapi peperangan asimetris ini.

“Yang lima ton dalam tiga bulan itu kan yang berhasil digagalkan. Coba bayangkan, berapa yang tidak berhasil kita gagalkan?” ujar mantan Ketua Bidang Luar Negeri Pemuda Muhammadiyah ini.  

Karena itu, menurut Teguh, juga sudah sewajarnya pemerintah Indonesia membangun rantai komando yang lebih solid dan terukur.

“BNN dan Polri menangani persoalan narkoba setelah memasuki wilayah hukum Indonesia. Sementara fungsi intelijen yang bekerja untuk mencegah tsunami narkoba menghantam negara kita masih kurang terdengar,” kata Teguh lagi. 

baca juga : Kapolda Aceh: Masyarakat Harus Tangguh Perangi Narkoba

Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), juga Badan Intelijen Strategis (BAIS) Mabes TNI menurut Teguh juga perlu diberi porsi yang signifikan dalam memerangi peredaran narkoba. 

“Khususnya Bakamla yang menjaga wilayah perairan kita. Hampir semua serangan yang kita alami, termasuk serangan dalam bentuk narkoba, terjadi di laut  dan atau melalui laut. Tidak bisa tidak, Bakamla harus memiliki kapasitas yang memadai untuk memukul mereka sebelum menyentuh daratan kita,” masih katanya. 

Dia berharap rantai komando yang solid untuk perang asimetris melawan narkoba ini dibangun dengan menyisihkan ego sektoral masing-masing lembaga. 

“Banyak kisah sukses dan model yang dilakukan berbagai negara dalam membangun rantai komando khusus untuk memerangi narkoba. Kita bisa pelajari itu,” demikian Teguh Santosa.

Editor : Hendro Saky

Shares: