FeatureHeadline

Keluh Ojek Selama Pandemi

Keluh Ojek Selama Pandemi

PIDIE JAYA (popularitas.com) – Mata pria itu tampak melirik kiri dan kanan. Jemari telunjuk kanan menari-nari mempermainkan kunci sepeda motor miliknya. Entah sedang bosan menunggu orderan. Sesekali dia bangkit, sedikit menghela nafas, lalu mondar-mandir di areal pasar Tradisional Lueng Putu, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya tanpa tujuan.

Pagi itu, Sabtu (12/4/2020) sekira pukul 10.00 WIB pasar tradisional Lueng Putu tampak sepi, lengang tak banyak orang. Padahal sebelum corona mewabah, pasar tersebut disesaki pengunjung sejak subuh hingga menjelang siang.

Beragam dagangan dijajakan di pasar itu, dari sayur-mayur, rempah-rempah dan sejumlah bahan pokok lainnya. Biasanya mulai bergeliat selepas subuh. Tetapi sekarang hanya beberapa orang pedagang yang tetap bertahan mengumpulkan pundi-pundi rupiah.

Bakhtiar, berusia 40 tahun, warga Gampong Baroh Lancok, Kecamatan bandar Baru, Pidie Jaya, salah satunya. Ia kembali mondar-mandir tanpa tujuan. Sesekali dia beranjak sedikit menjauh dari jembatan, tempat ia memarkirkan sepeda motornya. Lalu tak berselang lama, kembali duduk di atas si besi kuda alat produksi ia mencari nafkah.

“Dibanding sebelumnya, beberapa bulan ini, pendapatan kami para ojek menurun drastis. Ya mau tidak mau kami tetap mengojek untuk kebutuhan sehari-hari, walau sewanya sepi,” kata Bakhtiar singkat.

Bahktiar kembali menyandarkan badannya di jembatan besi. Sembari menunggu orderan, berharap ada yang meminta mengantarkan sesuatu. Dia hanya menyibukkan diri mondar-mandir melepaskan kebosanan.

Sejak sebulan terakhir ini, selama pandemi Covid-19 merebak di nusantara. Terlebih setelah terdapat positif corona di bumi Serambi Makah. Bakhtiar mengaku jarang sekali orang pergi ke pasar. Pendapatannya menjual jasa pun menurun drastis.

“Turun drastis selama ini,” ucapnya lagi.

Dia tak menampik, turunnya warga berkunjung ke pasar akibat virus corona. Masyarakat sekarang lebih memilih berada di rumah, terlebih setelah pemerintah meliburkan sekolah, perkantoran dan menganjurkan jaga jarak, melarang interaksi sosial secara langsung.

Hingga ia pun merasakan dampak secara langsung. Pendapatannya selama pandemi Covid-19 pendapatannya menurun. Bakhtiar mengaku faktor utama menurun pendapatannya, karena wabah corona. Selain itu, sebagian lagi warga sedang musim turun ke sawah.

Bakhtiar masih terus bersender di jembatan besi tadi. Untuk melepas penat, lagi-lagi dia permainkan kunci motornya. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar namanya dipanggil. “Tiat (sapaan akrap Bakhtiar), ke sini dulu, tolong antar saya,” teriak seorang pelanggan dari Rumah Toko (Ruko) grosiran, yang hendak memakai jasanya.

Ia pun bergegas menghidupkan mesin motornya, langsung tancap gas ke arah yang memanggil tadi. Hari sudah menjelang siang kala itu. Mentari mulai terik. Cuaca dalam sebulan ini memang  panas. Sedang dilanda musim kemarau.

Motor Supra X 125 warna hitam langsung melaju ke arah yang memanggil tadi. Sampai di sana ia mendapat order mengantar barang belanjaan dari sebuah toko grosiran.

Barang-barang itu langsung diangkut. Ada kotak mie instan serta dus lainnya berisikan minuman siap saji. Itu menjadi pelanggan pertama didapatkan hari itu.

Bahktiar pun langsung meninggalkan pasar Lueng Putu menuju Gampong Lancok, arah tujuan mengantarkan orderannya hari itu.

Minimanya orderan tak hanya dirasakan oleh bakhtiar. Rekan seprofesinya pun ikut merasakan dampak pandemi corona di Aceh, yaitu Ibnu M Husen (42). Sedari tadi ia hanya duduk termenung di bangku lapak dagangan yang kosong, sembari menunggu orderan.

Wajahnya tampak lesu. Dia tidak seberuntung Bakhtiar sudah mendapatkan orderan pertama. Ibnu hingga menjelang siang, belum ada yang menggunakan jasanya. Untuk menghilangkan kebosanannya, dia hanya mondar-mandir, sembari menawarkan jasanya bila ada orang yang melintas.

Ibnu mengaku, sebelum corona mewabah di Tanah Rencong ia mampu mengumpulkan pundi rupiah dari mengojek hingga Rp 80 ribu per hari. Bagi dia, uang sebesar itu sedikit membantu perekonomian keluarnya, saat ia tak ada aktivitas bertani.

“Sekarang kita dapat hanya Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu,” ungkap Ibnu saat berbincang-bincang dengan popularitas.com.

Tantangan yang dihadapi pekerja tukang RBT semakin berkurangnya pendapatan, juga akibat banyak warga sudah memiliki kendaraan pribadi. Sehingga jasa RBT tak lagi dipergunakan.

Ditambah lagi warga sekarang lebih banyak berdiam diri di rumah selama pemerintah mengimbau agar melakukan Social Distanding dan Physical Distancing untuk memutuskan mata rantai corona.

“Saat ini, paling ada tiga orang dari gampong, nanti ada lagi yang di pasar ini beberapa orang. Selain itu saat ini motor pribadi juga sudah banyak,” jelasnya.

Untuk tarif jasa ojek konvensional di Kecamatan Bandar Baru masih tergolong murah. Sekali antar per penumpang hanya Rp 3 ribu, namun disebabkan sepi masyarakat yang berpergian ke pasar di tengah-tengah pandemi Covid-19, dengan ongkos murah itu membuat pemasukan semakin merosot.

Sesekali Ibnu terlihat berdiri tegak dengan mata tertuju sebelah utara, melihat seksama setiap warga yang keluar dari di pasar tradisioanl Lueng Putu itu, usai berbelanja ikan, dengan harapan mendapatkan sewa.

Lelaki yang sudah berkeluarga ini, selain berprofesi sebagai ojek konvensional, saban hari juga melakukan rutinitas sebagai petani. Jika harus ke sawah pagi hari, siang dia akan beraktifitas sebagai penyedia jasa antar jemput menggunakan kendaraan roda dua.

Walau menurun pendapatan disebabkan sepi penumpang di tengah-tengah penyebaran virus corona yang mematikan ini, para ojek kovensional itu tetap melaksanakan rutinitasnya dengan asa dapur tetap bisa mengebul.[acl]

Reporter: Nurzahri

Shares: