HeadlineIn-Depth

KEK Arun ‘Jalan di Tempat’

Jokowi ketika meresmikan KEK Arun

CALON Presiden RI Petahana, Ir. Joko Widodo ketika menggelar kampanye dialogis di Lhokseumawe, Selasa, 26 Maret 2019, mengemukakan komitmennya untuk memajukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe.

Seperti diketahui, Presiden RI meresmikan operasional KEK Lhokseumawe medio Desember 2018. Kawasan tersebut juga ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2017.

Sejak digagas dalam dua tahun terakhir, belum ada geliat nyata dari keberadaan KEK Lhokseumawe. Hal tersebut tentunya membuat Presiden RI kembali menegaskan komitmennya untuk memajukan kawasan yang diperkirakan akan menambah penghasilan asli daerah tersebut.

Apa sebenarnya persoalan utama yang menyebabkan KEK Arun Lhokseumawe sepertinya jalan di tempat, dan belum memperlihatkan geliat ekonominya?

Staf khusus Plt Gubernur Aceh, Iskandar, kepada popularitas.com, Rabu 27 Maret 2019, menerangkan, ada persoalan krusial dalam pengelolaan KEK Arun, yakni keberadaan aset di kawasan tersebut sebesar 80 persen merupakan milik Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), dan ini kendala utama bagi proses perizinan di kawasan itu.

Sambung Iskandar, Pemerintah Aceh bersama konsorsium yaitu PT. Pertamina (Persero), PT. Pelindo, PT. PIM, dan PDPA telah bersepakat membentuk PT Patriot Nusantara Aceh (PT. Patna).

Nah, PT. Patna inilah kemudian yang memiliki kewenangan sebagai pengelola kawasan KEK Arun. Namun, sebut Iskandar, bagaimana kemudian jika aset di kawasan tersebut masih milik Patna, ini tentu membingungkan investor.

Contohnya, jika ada investasi yang akan masuk ke KEK Arun, investor harus menghadapi persoalan penyewaan aset dengan PT. LMAN, dan kemudian mengurusi administrasi dengan PT. Patna. Sehingga, menurut Iskandar, persoalan ini sangat membingungkan.

Iskandar

Seharusnya, pihak Kementrian Keuangan RI harus melepaskan pengelolaan aset itu langsung ke PT Patna saja, tanpa harus melibatkan LMAN dalam urusan dengan pihak investor di kawasan KEK Arun.

Pemerintah Pusat Cq Kementrian Keuangan harus mengikhlaskan pelepasan pengelolaan aset KEK Arun ke PT. Patna, agar ada geliat investasi di kawasan itu. Kondisis ini menggambarkan pemerintah pusat tidak mau rugi sedikitpun.

Pemerintah Pusat harusnya juga tidak semata-mata mengandalkan keuntungan dari penyewaaan aset di KEK Arun, sebab, jelasnya, kebangkitan ekonomi dengan banyaknya investasi di kawasan itu akan memberikan dampak ekonomi yang besar bagi Aceh dan Indonesia.

Solusinya, tegas Iskandar, LMAN harus mau rugi sedikit untuk mendapatkan keuntungan dan kemanfaatan yang jauh lebih besar, yakni tumbuhnya investasi, bergeraknya ekonomi, dan terserapnya lapangan pekerjaan.

Iskandar kembali melanjutkan bahwa, kendala lainnya, belum bergeraknya KEK Arun, adalah kordinasi antar perusahaan sebagai anggota konsorsium PT. Patna.

Diawal, konsorsium telah menyepakati besaran modal yang akan disetorkan sebesar Rp200 miliar, namun dari empat perusahaan, yakni PT Pertamina, PT Pelindo, PT PIM dan PDPA, hanya PT PIM yang telah menyetor modal sebesar Rp12 miliar.

Artinya, keempat perusahaan konsorsium ini harus kembali duduk, memperkuat sinergitas, dan fokus pada pengembangan KEK Arun, tambah Iskandar.

Plt Gubernur Aceh sendiri, Bapak Nova Iriansyah, telah berkomitmen untuk mengembangkan dan memajukan kawasan ini, namun hal tersebut, harus mendapatkan dukungan dari pihak swasta.

“Swasta kan harus bergerak, tugas pemerintah hanya memberikan kemudahan regulasi, dan hambatan perizinan,” tukasnya. (SKY)

Shares: