HeadlineHukum

Kejati Aceh Sita Rumah Darmili di Neusu

BANDA ACEH (popularitas.com) – Rumah permanen milik mantan Bupati Simeulue, Darmili, di kawasan Neusu, Kota Banda disita penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Kamis 27 Juni 2017. Penyitaan itu terkait kasus dugaan korupsi penyertaan modal Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue (PDKS) yang kini melilit Darmili.

Kasus dengan indikasi kerugian negara mencapai Rp 51 miliar dari anggaran Rp 225 miliar itu, penyidik Kejati telah menetapkan Darmili sebagai tersangka pada 18 Maret 2016 lalu atau setahun setelah keluarnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) penanganan perkara itu. Dalam kasus ini, penyidik juga telah memeriksa keluarga Darmili (istri dan seorang anak) yang diduga turut menerima aliran dana dari penyertaan modal PDKS.

Amatan di lokasi, sejumlah penyidik Kejati Aceh bidang Pidana Khusus (Pidsus) turut serta dalam penyitaan tersebut. Sementara awak media mengabadikan suasana pemasangan pamplat di pintu rumah permanen berlantai dua itu. Penyitaan aset milik Darmili turut mendapat perhatian warga sekitar.

Penyitaan yang semula dijadwalkan pukul 14.30 WIB tersebut sempat molor. Eksekusi baru dilakukan pada Kamis petang.

Kasi Penkum Kejati Aceh, Munawal yang dihubungi popularitas.com terkait hal tersebut, mengaku sedang berada di Calang, Aceh Jaya, dalam rangka menemani Kajati.

Sementara itu, informasi yang diterima wartawan, selain rumah, Kejati Aceh juga menyita satu unit mobil Fortuner milik Darmili. Mereka juga mengincar aset lainnya milik Darmili yang juga mantan anggota DPRK Simeulue tersebut, demi melengkapi berkas perkara tuntutan.

Dugaan korupsi dana PDKS yang melilit mantan Bupati Simeulue Darmili ini terjadi kurun waktu 10 tahun (2002-2012) dengan nilai anggaran lewat penyertaan modal PDKS dari APBK Simeulue Rp 225 miliar. Sementara indikasi korupsi sesuai hasil audit BPK Perwakilan Aceh mencapai angka Rp 51 miliar.

PDKS merupakan perkebunan sawit milik Pemerintah Kabupaten Simeulue yang luasnya 5.000 hektar pada dua lokasi, kawasan pegunungan Kecamatan Teupah Selatan dan Teluk Dalam. Pada 2012 lalu operasional PDKS ini kemudian dihentikan oleh pemerintah kabupaten setempat karena tidak berdampak postif bagi kemajuan PAD Simeulue meski telah menghabiskan anggaran Rp 225 miliar sejak tahun 2002 lalu.

Pada awal tahun 2013 pemerintah kabupaten setempat kemudian mengambil kebijakan baru dengan melakukan Kerjasama Operasional (KSO) dengan perusahaan swasta untuk mengelola PDKS ini. Adapun kasus yang diusut ini terkait dugaan kerugian negara sejak pendirian PDKS hingga 2012.*(JAP)

Shares: