HeadlineHukum

Kebijakan rescoping proyek di Dishub Aceh Berpotensi Rugikan Keuangan Negara

Kebijakan Dishub yang melakukan rescoping pada masa akhir pelaksanaan proyek, adalah keputusan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan hal tersebut, berpotensi merugikan keuangan negara.
Pelabuhan Penyebrangan penumpang Ulee Lheue Banda Aceh. FOTO: Boy Nashruddin Agus

BANDA ACEH (popularitas.com) : Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh, melakukan rescoping kontrak, pada akhir masa pelaksanaan proyek pada instansi tersebut.
Kegiatan rescoping dilakukan pada proyek pengerukan kolam Pelabuhan Penyebrangan Ulee Lheue senilai Rp12,6 miliar, yang dikerjakan oleh PT Bohana Jaya Nusantara.

Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junaidi, membenarkan, bahwa pihaknya telah melakukan rescoping atas kontrak pengerukan kolam pelabuhan tersebut. “Iya benar, kita sudah rescoping,” katanya kepada media ini, 24 Desember 2019.

Menurut Junaidi, rescoping yang dilakukan pihaknya terhadap pekerjaan tersebut sebesar 85 persen dari total volume pekerjaan yang dilakukan kontraktor.

Wawancara yang dilakukan media ini melalui layanan pesan singkat whatsApp, Junaidi, kemudian tidak menjawab pertanyaan lebih lanjut perihal, apakah rescoping yang dilakukan instansi tersebut, termuat dalam dokumen kontrak.

Secara aturan, tidak ada ketentuan mengenai suatu proyek dapat dilakukan rescoping pada akhir masa kontrak, sebab, berdasarkan ketentuan yang ada, terutama terkait dengan proyek kontruksi.

Proyek yang tidak dapat dikerjakan oleh kontraktor, dalam hal kesalahan yang dilakukan oleh penyedia, maka sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak, semestinya, KPA atau PPTK pada instansi tersebut, sesuai dengan Permen PUPR, berkonsekuensi pada, dicairkannya jaminan pelaksanaan, sisa uang muka harus dilunasi penyedia, atau jaminan uang muka dicairkan, penyedia membayar denda, dan atau penyedia dimasukkan kedalam daftar hitam, atau black list.

Kebijakan Dishub yang melakukan rescoping pada masa akhir pelaksanaan proyek, adalah keputusan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat, dan hal tersebut, berpotensi merugikan keuangan negara.

Semestinya, pihak PPTK pada proyek tersebut, sesuai dengan ketentuan, seharusnya melakukan pemutusan kontrak, sehingga jaminan pelaksanaan proyek dapat dicairkan dan diberikan kepada negara. Pun begitu juga, kontraktor pelaksana dimasukkan dalam daftar hitam.

Rescoping yang dilakukan oleh Dishub dalam proyek pengerukan kolam pelabuhan Ulee Lheu, tidak dilakukan dengan prosedur dengan ketentuan yang ada, dan hal tersebut jelas melanggar aturan.

Secara prosedur, suatu proyek konstruksi yang berada pada fase kontrak kritis, seharusnya PPTK atau KPA, dapat melakukan pembuktian melalui aturan show case meeting atau SCM.

Melalui SCM inilah, dapat diketahui kemajuan fisik suatu proyek, dan proyeksi kemungkinan gagalnya waktu pelaksanaan pekerjaan.

Dalam SCM antara instansi pemilik proyek dan penyedia, membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba pertama) yang dituangkan dalam berita acara SCM Tahap I;

selanjutnya, apabila penyedia gagal pada uji coba pertama, maka harus diselenggarakan SCM Tahap II yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba kedua) yang dituangkan dalam berita acara SCM Tahap II;

Kemudian, apabila penyedia gagal pada uji coba kedua, maka harus diselenggarakan SCM Tahap III yang membahas dan menyepakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam berita acara SCM Tahap III;

Pada setiap uji coba yang gagal, KPA atau PPTK harus menerbitkan surat peringatan kepada penyedia atas keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.

Dalam hal terjadi keterlambatan rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampaui tahun anggaran berjalan, maka PPTK atau KPA dapat langsung memutuskan kontrak secara sepihak dengan mengesampingkan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata setelah dilakukan rapat bersama atasan PPK sebelum tahun anggaran berakhir.

karenanya, sangat mengherankan kemudian, pihak Dishub Aceh, dapat melakukan kebijakan rescoping yang ketentuan tersebut, sama sekali tidak diatur dalam perundang-undangan. (*RED)

Shares: