NewsParlementaria DPR Aceh

Kata DPRA Soal Wacana Pembelian Pesawat N219

Wakil Ketua DPRA, Dalimi (Antara)

BANDA ACEH (popularitas.com) – Kerjasama Pemerintah Aceh dengan PT Dirgantara Indonesia menuai kontroversi. Terlebih dalam salah satu poin Memorandum of Understanding (MoU) alias nota kesepakatan tersebut mencantumkan pembelian empat unit pesawat N219.

Akibatnya publik riuh dan mengait-ngaitkan dengan angka kemiskinan Aceh yang tak kunjung membaik. Mereka juga menyorot pembelian pesawat terbang yang sudah diwacanakan sejak Irwandi Yusuf memimpin itu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh alias APBA.

Padahal, dalam poin lanjutan MoU antara Pemerintah Aceh dengan PT DI tersebut juga memuat klausul tentang pengembangan sumber daya manusia (SDM), dan pengoperasian angkutan udara Aceh. Hal ini dilakukan karena Aceh sendiri memiliki sekolah penerbangan yang baru saja dirintis dalam beberapa tahun terakhir.

Baca: Pemerintah Aceh Diminta Hati-hati Beli Pesawat N219 Pakai Dana APBA

Lantas bagaimana sikap Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Dalimi, terkait hal ini?

“Saya pikir kenapa harus buru-buru bersikap,” kata Dalimi menjawab popularitas.com, Kamis, 12 Desember 2019.

Dia menyebutkan DPR Aceh saat ini masih menunggu mekanisme yang benar terkait wacana pembelian empat pesawat N219 tersebut. Selain itu, DPR Aceh juga ingin melihat apa sebenarnya yang ingin dilakukan Pemerintah Aceh di masa mendatang.

“Ini hanya melanjutkan MoU kerjasama pada saat Pak Irwandi melakukannya di Singapura pada Februari 2018,” kata Dalimi lagi.

Baca: Pesawat N219 akan Perkuat Investasi di Aceh

Plt Gubernur saat melihat pesawat N219 produk PT Pindad. (ist)

Setiap penggunaan dana daerah oleh Pemerintah Aceh sebenarnya memiliki mekanisme tersendiri. Hal ini juga berlaku terhadap wacana pembelian empat unit pesawat pesawat N219 yang marak jadi perbincangan saat ini. Terkait aturan itu bahkan diakui oleh Dalimi yang notabenenya adalah politisi Demokrat di Aceh tersebut.

“Untuk membeli pesawat, tentu harus ada juga mekanismenya. Yaitu adanya persetujuan bersama di DPRA. Sedangkan saat ini bukan langsung dibeli, mungkin banyak kawan-kawan yang kurang paham, seharusnya jangan juga begitu dalam menilai,” kata Dalimi menilai polemik yang dibangun terkait MoU dengan PT DI tersebut.

Sorotan negatif terhadap pemerintah memang terus menggelinding di ranah publik. Hal paling kentara terbaca di dunia maya, tentang pro dan kontra pembelian pesawat terbang itu. Malah banyak yang beranggapan bahwa MoU dengan PT DI tersebut telah memuluskan wacana Irwandi Yusuf di beberapa waktu lalu untuk membeli pesawat terbang. Padahal wacana itu sempat dianulir oleh DPR Aceh dalam APBA tahun sebelumnya yang berujung dengan lahirnya Pergub.

Baca: Pemerintah Aceh Teken MoU Pembelian Pesawat N219

Saat itu, Pemerintah Aceh memang pernah berencana membeli pesawat terbang jenis N219 produksi PT DI. Opsi yang disampaikan saat itu adalah pembelian pesawat tersebut untuk mengembangkan fasilitas produksi N219, kedirgantaraan serta antariksa di Aceh.

Pemerintah Aceh pada 19 Desember 2017 di Bandung bahkan sempat menandatangani kesepakatan untuk melakukan kerjasama strategis dengan PT DI. Saat itu, Pemerintah Aceh diwakili oleh Penasehat Khusus Gubernur Aceh Capt Muchammad Nasir. Sementara dari PT DI diwakili Kepala Divisi Penjualan PT DI (Persero) Ade Yuyu Wahyuna.

Kerjasama yang dibangun saat itu meliputi Aero City dengan fasilitasnya, termasuk kawasan industri dan Maintenance Repair Overhaul alias MRO. “Pemerintah Aceh akan membangun tiga kawasan Ekonomi Khusus yang akan didukung oleh transportasi yang terintegrasi,” kata Kepala Biro Humas dan Protoler Pemerintah Aceh, Mulyadi Nurdin, saat itu.

N219 sendiri menjadi daya pikat pemerintah Aceh untuk moda transportasi yang dimaksud karena merupakan pesawat penumpang berkapasitas 19 orang. Pesawat ini digerakkan oleh dua mesin turboprop produksi Pratt and Whitney Aircraft of Canada Ltd PT6A-42 yang masing-masing bertenaga 850 SHP.

Ketertarikan lain Irwandi Yusuf terhadap N219 ini juga disebabkan pesawat tersebut mampu terbang dan mendarat di landasan pendek, sehingga mudah beroperasi di daerah-daerah terpencil.

Pun demikian, wacana pengadaan pesawat terbang tersebut urung dieksekusi lantaran tidak mendapat restu dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Alhasil, Pemerintah Aceh sendiri yang membatalkan poin pembelian pesawat terbang ini dalam APBA.

“Sekali lagi saya ingatkan bahwa untuk membeli pesawat itu, tentu semuanya dilakukan pembahasan bersama antara eksekutif dan legislatif,” pungkas Dalimi.* (BNA)

Shares: