Feature

Kala ibu muda diduga menjadi korban seksual relasi kuasa di Pidie Jaya

Siang itu, Rabu 19 Januari 2022, ibu muda yang mengenakan setelan baju berwarna toska bercorak putih berpadu celana jeans berwarna hitam, berkerudung pashmina berwarna hijau botol, duduk bersila di lantai beralaskan ambal di sebuah ruko di wilayah Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya.
Panti Asuhan Darul Aitam, Pidie Jaya

POPULARITAS.COM – Siang itu, Rabu 19 Januari 2022, ibu muda yang mengenakan setelan baju berwarna toska bercorak putih berpadu celana jeans berwarna hitam, berkerudung pashmina berwarna hijau botol, duduk bersila di lantai beralaskan ambal di sebuah ruko di wilayah Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya.

Dia adalah Ani–bukan nama sebenarnya, perempuan berusia 38 tahun, seorang ibu dengan tiga anak, diduga menjadi korban relasi kuasa ekploitasi seksual oleh oknum Pimpinan Panti Asuhan Darul Aitam berinisial Z. Panti asuhan ini berlokasi di Kecamatan Meureudu, Pidie Jaya.

Wajahnya menunduk, saat wanita itu secara perlahan membuka memori kelam, ketika Z diduga memanfaatkan kekuasaannya untuk menggaulinya berulang kali, hanya karena keinginan luhur Ani untuk memasukkan anak laki-lakinya berusia 10 tahun yang juga mualaf ke panti untuk dapat mempelajari ilmu agama Islam.

“Awalnya ada yang menawarkan untuk di Jeunieb, tapi itu terlalu jauh, dan saya mau mengawasi anak saya secara langsung, akhirnya saya mencari dan ketemulah Darul Aitam,” kata Ani.

Dengan tatapan kosong, Ani menceritakan, pada Agustus 2021 lalu dia dengan ikut membawa anaknya menyambangi sebuah panti asuhan dengan maksud membicarakan agar anaknya diterima di sana.

Namun disebabkan terkendala faktor administrasi, membuat keinginan Ani agar anaknya yang mualaf dapat menimba ilmu agama Islam di panti asuhan tersebut tak langsung terealisasi.

Ani yang sedari awal memegang sebuah ponsel pintar terbalut case berwarna merah, langsung menggerakan pergelangan tangannya mendekatkan handphonenya itu ke telinga sebelah kiri, memperagakan saat dia menghubungi Z pada Oktober 2021 lalu.

“Saya mencoba menghubungi beliau, mengatakan, pak bagaimana ya pak, saya belum bisa menyelesaikan administrasi, sedangkan anak saya sudah sang pingin, saya berusaha sendiri di sini untuk dapat memasukkan anak saya ke situ,” prakteknya.

Komunikasi melalui seluler itu menjadi titik awal terjadinya dugaan ekploitasi seksual relasi kuasa yang diduga dilakukan oleh penguasa panti asuhan tersebut.

“Saat itu pak Z mengatakan, kamu ada waktu tidak, kita bicara itu di Sabang, saya belum pernah ke Sabang, tapi saya tidak bisa pergi sendiri, harus bawa anak-anak saya,” ungkapnya.

Ani kembali melanjutkan ceritanya, hari itu Sabtu 2 Oktober 2021, Ani yang sedari awal ikut serta membawa anaknya berusia tiga tahun dijemput Z di Simpang Tiga Meureudu dengan tujuan Sabang.

Sebelum menyeberangi lautan menuju Sabang, Ani diinapkan disebuah hotel di Banda Aceh yang dipesan oleh Z.

Saat malam tiba, Z memasuki kamar hotel di mana Ani berada, penguasa panti asuhan itu mencoba mendekati perempuan yang hendak memasukkan anaknya ke panti asuhan itu untuk melampiaskan nafsu birahinya.

Hari itu, Minggu 3 Oktober 2021, pimpinan panti asuhan kembali menyambangi hotel tempat Ani menginap dengan tujuan menjemput untuk berangkat menuju Sabang.

Sesampai di Sabang, Z memesan kamar hotel di Sabang Fair, sedangkan acara dinas Z di Sabang Hiil, namun pimpinan panti asuhan itu menginap di kamar hotel Ani.

“Itu permintaan dia, sebenarnya saya sempat mencoba menyelesaikan kubilang. Sampai aku pertanyakan begini, sebenarnya kejam ya kubilang kek gitu, kejam ya, aku harus begini dulu baru penyelesaian terjadi, aku bilang kek gitu, apakah harus begini dulu, baru nanti permasalahan ku (memasukkan anak ke panti asuhan) baru diperhatikan,” paparnya.

“Asal mulanya itukan permasalahan anak saya kita ke situ, kan dia mengajak saya ke Sabang untuk membicarakan itu. Aku tidak terpikir bagaimana-bagaimana, karena dia seorang ustad lo, saya tidak terpikir dia akan melakukan hal-hal seperti itu,” tambahnya.

Di Sabang, antara Z dan Ani kemudian membicarakan perihal memasukkan anak yang mualaf itu ke panti asuhan.

“Sempat kita bahas, dia bilang udah tidak apa-apa, nanti dia saya yang urus, apa yang menjadi apanya dia, biar saya yang urus,” beber percakapan antara dia dan Z.

Tiga hari kemudian, atau tepatnya Rabu 6 Oktober 2021, perempuan itupun kembali dari Sabang.

“Pulang dari Sabang, dia (Z) besoknya langsung nelpon, dibilang besok antar anak kamu kemari (panti asuhan) ya,” ungkapnya.

Mata berbinar, pipinya basah dengan tetesan air berwarna bening keluar dari pelopak mata perempuan itu, saat dia kembali menceritakan keputusannya yang mencoba menjauhi pria itu, justru mengakibatkan anaknya dikeluarkan dari panti asuhan tersebut.

Anak laki-laki yang mualaf itu hanya bertahan di panti asuhan itu hanya dengan waktu sekira tiga bulan.

“Itu anak saya pada pertengahan Januari 2022 sudah dikeluarkan dari panti, tanpa alasan kongkrit, hanya alasan administrasi, tapi di awal (administrasi) tidak masalah kan,” ucapnya.

Sementara itu, Pimpinan Yayasan Darul Aitam Meureudu, Z yang dijumpai sejumlah awak media membantah pernah mengajak Ani ke Sabang untuk membicarakan administrasi penerimaan anak asuh mualaf tersebut ke panti asuhan.

“Saya tidak pernah mengajak dia ke Sabang, kalaupun dia ke Sabang, dia tidak pergi dengan saya,” katanya.

Tak hanya itu, Z juga membantah pernah memesan sebuah kamar hotel di Banda Aceh, pada Rabu 2 Oktober 2021 lalu.

“Saya tidak pernah jalan sama dia. Seingat saya, saya tidak pernah menginap di hotel bersama dia (Ani),” tegasnya.

Dia menjelaskan, alasan anak yang diketahui merupakan mualaf tersebut dikeluarkan dari Panti Asuhan Darul Aitam

“Setiap anak yang masuk ke sini harus ada rekom keuchik, kalau tidak ada rekom keuchik tidak boleh dimasukan kesini (Darul Aitam). Anak itu bukan anak di sini, anak itu anak dari Medan. Namun janji (administrasi) diselesaikan belakangan,” katanya.

Pasalnya, setiap anak asuh yang hendak masuk ke Panti Asuhan Darul Aitam terlebih dahulu harus menyelesaikan serangkaian administrasi.

“Tidak ada limit, begitu masuk harus sudah ada (administrasi),” sebutnya.

Dia juga membantah, anak Ani diterima di panti asuhan usai pulang dari Sabang, hanya saja dia tidak mengingat secara pasti waktu anak itu masuk.

Namun Z tidak membantah kalau anak tersebut itu masuk ke panti asuhan sekira awal bulan Oktober 2021.

“Saya tidak ingat lagi kapan dia (anak Ani) masuk ke sini, kami tidak mendata dia, karena dia tidak ada data,” sebutnya.

“Karena dia (Ani) berjanji akan melengkapi administrasi anaknya, tapi ketika kami tagih, tidak ada juga, sehingga anak itu dikembalikan ke orang tuanya.”

Z juga membantah secara keseluruhan pertanyaan-pertanyaan yang wartawan tanyakan, bahkan pimpinan Darul Aitam menyebutkan ihwal keluar dan masuk anak asuh di Panti Asuhan Darul Aitam, merupakan kesepakatan pengurus.

“Dia (anak Ani) dikeluarkan, persoalan ini adalah yang disampaikan pengasuh, ini kesepakatan pengurus, karena tidak ada data,” jelanya yang mengaku tidak ada hubungan apapun dengan Ani.

Kendati demikian, dia sempat meminta kepada awak media untuk tidak mengekspos berita tersebut, seraya mengajak negosiasi terkait pemberitaan.

“Kalau menurut saya jangan ditayangkan dulu. Kita duduk dulu bicarakan ini,” pinta Z di ujung wawancara.

Apa yang disampaikan Z, terkait pengasuh itu bertolak belakang dengan percakapan salah seorang pengasuh di Panti Asuhan Darul Aitam dengan Ani ihwal keputusan anak mualaf itu dikeluarkan.

“Minta maaf yang sangat-sangat dan sebesar-besarnya kepada ibu, soal penerimaan dan pengeluaran anak-anak asuhan di Panti Asuhan Darul Aitam semua di bawah tanggungjawab Bapak Pimpinan Panti Asuhan Darul Aitam. Karena saya sudah punya pengalaman dulu ketika menerima anak asuhan tanpa keputusan bapak pimpinan,” jawab pesan WA seorang pengasuh di Panti Asuhan Darul Aitam kepada Ani saat ditunjukan ke awak media.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul, menilai dalam kasus yang menimpa Ani tersebut, terdapat relasi kuasa antara pimpinan panti asuhan dengan si ibu yang membutuhkan pertolongan.

“Kejadian ini tidak serta merta, tapi ada relasi kuasa antara pimpinan dayah (panti asuhan) itu dengan si ibu yang membutuhkan pertolongan, nah itu dimanfaatkan oleh pelaku untuk melancarkan aksinya,” paparnya.

Jelasnya lagi, disebabkan ibu muda tersebut memiliki kepentingan, dan itu merupakan kepentingan yang luhur, yaitu berusaha memasukkan anaknya ke panti untuk mempelajari ilmu agama.

“Nah relasi kuasa itu yang perlu dilihat,” ungkapnya.

Shares: