FeatureHeadline

Kala Haji Kurmi Minta Keadilan Negara

Kala Haji Kurmi Minta Keadilan Negara
Haji Kurmi mengais sisa bangunan miliknya yang diratakan untuk pembangunan jembatan. (popularitas/Nurzahri)

LELAKI paruh baya itu tampak termenung. Ia duduk diantara salah satu bongkahan batu bata sisa bangunan yang dirobohkan. Pandangannya lurus, menatap tanah kosong di depannya.

Haji Kurmi, begitu nama lelaki gaek itu dikenal warga. Pria itu sedikit tersentak kaget, kala popularitas.com menyapanya. Rupanya dari tadi Ia hanya menatap kosong pada puing bangunan di depannya.

Disitu dulunya bangunan miliknya, tunjuknya pada sisa puing persis di depannya berdiri. Pemerintah sudah membongkar ruko miliknya sendiri, walau Ia menegaskan belum sah menjualnya.

Haji Kurmi, bersama sejumlah warga lainnya, merupakan pemilik ruko dan tanah yang terletak di tepi jalan nasional Banda Aceh-Medan, tepatnya di Pante Raja, Pidie Jaya.

Proyek pembangunan jembatan kembar, KR Pante Raja, memaksa dirinya dan pemilik bangunan lainnya harus secara rela menerima ganti rugi yang ditetapkan pemerintah.

Delapan unit ruko milik warga, dan empat diantaranya milik Haji Kurmi, kini telah rata dengan tanah, terpaksa harus dibongkar, sebab terdampak proyek pembangunan jembatan kembar KR Pante Raja. Dari seluruh bangunan yang terdapat pada lokasi proyek, hanya menyisakan dua ruko yang masih tampak belum dibongkar.

Bangunan yang dirobohkan untuk pembangunan jembatan Pante Raja. (popularitas/Nurzahri)

Pembangunan jembatan kembar KR Pante Raja, bersumber dari anggaran dan pendapatan belanja nasional atau APBN dengan nilai proyek Rp44,3 miliar, dan dikerjakan oleh PT Takabeya Perkasa Group, dengan menawarkan harga sedikit lebih rendah, yaknia RP34,4 miliar.

“Saya belum menyetujui biaya ganti rugi yang ditetapkan, sebab tidak adil,” tukas Haji Kurmi kepada popularitas.com, pada Rabu, 3 Februari 2021.

Didampingi istri tercintanya, Jumiati, Haji Kurmi mengungkapkan dasar ketidaksetujuannya atas ganti rugi yang ditetapkan pemerintah melalui kantor jasa penilai publik atau KJPP, disebabkan tidak ada asas pemerataan dan kesamaan hak.

Haji Kurmi bilang ada delapan unit ruko yang telah dibongkar pemerintah pada 29 Januari 2021 yang lalu, yakni, empat unit miliknya, dua unit masing-masing dimiliki Hasbi dan Azhar, dan sisanya milik H Umar dan Nurhayati.

Bangunan toko miliknya, lanjut Haji Kurmi, hanya dihargai paling tinggi Rp 2.845.663 hingga Rp 2.960.167 permeter. Sedangkan bangunan milik Azhar yang berada disamping tokonya, dihargai  Rp 3.069.086 per meter.

Shares: