News

Kakanwil Kemenag Aceh tak persoalkan SE Menag terkait pengeras suara di masjid

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Provinsi Aceh, Iqbal tak mempersoalkan terkait Surat Edaran Menteri Agama (Menag) No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Dicopot dari Kakanwil Kemenag Aceh, begini respons Iqbal
Kakanwil Kemenag Aceh, Iqbal. FOTO : Kemanag.go.id

POPULARITAS.COM – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Provinsi Aceh, Iqbal tak mempersoalkan terkait Surat Edaran Menteri Agama (Menag) No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

“Sebenarnya tidak ada persoalan dengan SE tersebut, tidak ada larangan penggunaan pengeras suara, yang ada hanya pengaturan agar tertib dalam penggunaannya,” ujar Iqbal dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).

Menurut Iqbal, hadirnya pemerintah dan adanya pengaturan di bidang agama tentunya untuk memberi kemaslahatan, kenyamanan dan perlindungan terhadap rakyatnya, termasuk dalam beragama diatur dalam Undang-Undang.

Iqbal bahkan mengklaim bahwa tidak benar Menteri Agama membandingkan toa masjid dengan gonggongan anjing seperti yang diberitakan di sejumlah media.

“Coba sama-sama kita dengar dan simak kembali yang disampaikan Gus Menteri, hanya membuat tamsilan saja. Tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing. Ia hanya memberikan contoh tentang cara menjaga suasana kekeluargaan dan keharmonisan masyarakat,” katanya.

Menurut Iqbal, bisa dibayangkan kalau penggunaan pengeras suara digunakan bukan pada tempatnya apalagi digunakan oleh orang yang tidak tepat pula pasti memunculkan persoalan baru. yang akan mengganggu kenyamanan dan persaudaraan.

Iqbal berharap kepada semua pihak untuk tidak salah memahami apalagi terprovokasi dengan berita-berita yang sebenarnya belum tentu benar.

“Saat itu Menag menjelaskan soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang masjid-musala menggunakan toa, tidak. Silakan. Karena kita tahu itu bagian dari syiar agama Islam. Tetapi ini harus diatur, tentu saja. Diatur bagaimana volume speaker, toanya tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu, sebelum azan dan setelah azan, bagaimana menggunakan speaker di dalam dan seterusnya. Tidak ada pelarangan,” jelasnya.

Dikatakannya, aturan ini dibuat untuk tetap menjaga kemaslahatan dan penuh pertimbangan. Iqbal menyebut ini semua untuk kepentingan kita bersama dan tanpa berlebihan.

“Kita juga tau, saat ini begitu banyak masjid dan musala yang dibangun berdekatan, kalau semua suara di waktu bersamaan muncul, dimungkinkan tidak fokus terhadap yang disampaikan. Cuma mengenai pengaturan waktu yang diatur dalam SE tersebut supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” katanya.

Iqbal menjelaskan adanya Surat Edaran tersebut supaya umat di Indonesia ini menjaga ukhwah sesama, bersikap toleransi, membangun harmonisasi dan kerukunan antar umat terawat dengan baik.

Karenanya, Iqbal mengajak masyarakat untuk berpikir positif dan tabayyun terhadap informasi yang diterima, sehingga tidak memunculkan stigma yang tidak jelas dan belum tentu valid kebenarannya.

Ia mengatakan, pengaturan pengeras volume suara di masjid dan musala dan tempat beribadah lain sesungguhnya bukan hal yang baru.

Sebelumnya telah diatur oleh Kementerian Agama sejak masa orde baru yang diatur dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala.

Shares: