News

JPL Gelar Pameran Foto Sebagai Advokasi Lingkungan

MEULABOH (popularitas.com) – Jurnalis wilayah peliputan Aceh Barat yang tergabung dalam Jurnalis Peduli Lingkungan (JPL), menggelar pameran foto limbah batu bara, yang dipusatkan di kawasan Pantai Cemara Indah, Desa Suak Timah, Kecamatan Samatiga, Minggu, 13 Oktober 2019.

Pameran foto limbah ini merupakan sebagai bentuk kepedulian jurnalis Aceh Barat terhadap lingkungan. Kegiatan ini memajangkan 154 lembar foto dengan ukuran bervariasi. Serta dirangkai dengan pembagian hadiah kepada pemenang lomba foto.

Ketua Panitia Pameran Foto, Azhar Sigege, menyampaikan acara pameran yang diselenggarakan selama sehari ini, juga sebagai bentuk protes terhadap perusahaan pertambangan. Karena tidak bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan dari aktifitasnya yang dinilai sudah merusak ekosistem laut.

“Pameran ini sengaja kita gelar mengingat tidak adanya tanggung jawab perusahaan terhadap ceceran batu bara mengotori pantai sekitar area aktifitasnya. Padahal sudah beberapa kali dipublikasikan awak media. Dampaknya padahal sangat mengancam ekonomi warga,” tegasnya.

Dalam hal ini, kata dia, agar menjadi advokasi semua pihak supaya peduli terhadap lingkungan. Apalagi, sejumlah desa di Kecamatan Meureubo, Aceh Barat sudah tercemar limbah batu bara. Diperparah, banyak nelayan mengeluh akibat perihal ini karena penangkapan ikan terus menurun.

Dia juga meminta pihak pemerintah agar segera berupaya melakukan penanganan atau menurunkan tim dan memanggil pihak perusahaan pertambangan agar bertanggung jawab terhadap kondisi ini.

Sekjen Koalisi Untuk Advokasi Laut Aceh (KUALA), Rahmi Fajri, mengatakan terkait pencemaran limbah batu bara yang terjadi di Aceh Barat, menurutnya adalah suatu ancaman serius dan harus dilakukan pemulihan segera oleh pihak terkait agar tidak semakin parah.

Dalam hal itu, tentu menjadi tanggung jawab perusahaan terhadap kerusakan lingkungan. Sebab, jika terus dibiarkan begitu saja, maka dipastikan ekosistem laut seperti terumbu karang dan ikan akan hilang.

“Itu tentu menjadi malapetaka bagi nelayan. Bahkan dari aduan nelayan yang kami terima, mereka banyak mengeluh karena kalau mereka mau mencari ikan tidak bisa lagi dipinggiran, harus menempuh jauh dulu dan tentu hal ini memakai biaya lebih untuk minyak kapalnya,” terangnya.

Karenanya, dirinya meminta pemerintah Aceh khususnya kepada Gubernur agar segera memanggil perusahaan pertambangan dan meminta pertanggungjawaban mereka terkait kerusakan lingkungan pantai. Serta memberikan sanksi terhadap perusahaan, sehingga hal yang sama ini tidak terulang lagi. (DRA/ril)

Shares: