HukumNews

Jejak MS Aceh Dua Kali Vonis Bebas Terdakwa Pemerkosa Anak

Kantor Mahkamah Syar’iyah Aceh. (antara)

Putusan yang dinilai kontroversial yang dilakukan oleh hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh berlanjut. Untuk yang kedua kalinya lembaga peradilan tersebut memvonis bebas terdakwa seorang ayah yang berprofesi sebagai PNS berinisial SU (45) tega melakukan pemerkosaan terhadap anak kandungnya yang masih berusia 5 tahun.

Dimana awalnya di pengadilan tingkat pertama di MS Jantho, Aceh Besar, SU divonis 180 bulan penjara karena terbukti melakukan tindakan asusila terhadap anak kandungnya sendiri.

Lantas ia mengajukan banding ke MS Aceh. Di tingkat banding, hakim MS Aceh juga memvonis bebas terdakwa dengan alasan yang sama, yaitu alat bukti untuk menjerat SU tidak lengkap.

Baca: JPU Kasus DP yang Dibebaskan Mahkamah Syar’iyah Aceh Siapkan Tiga Materi Kasasi

Sidang vonis bebas itu dipimpin oleh Anshary MK bersama dua anggota masing-masing, Alaidin dan Khairil Jamal.

Komisioner Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh  Firdaus Nyak Idin mencatat, selama 2021 lembaga Mahkamah Syar’iyah di Aceh sudah tiga kali memvonis bebas pelaku pemerkosa anak. Dua diantaranya ditingkat banding di MS Aceh, kemudian satu lagi di MS Jantho, Aceh Besar.

“Tahun ini saja sudah tiga kali. Satu kali di MS Jantho. 2 kali di tingkat Banding di MS Aceh,” kata Firdaus saat dikonfirmasi, Jumat (8/10/2021).

Menurut Firdaus, SDM hakim dilembaga itu patut dipertanyakan kapabilitasnya dalam mengadili terdakwa kasus pemerkosa anak.

“SDM hakim, tidak memadai dalam memutuskan perkara yang berpihak pada anak. Alih-alih berpihak pada anak, hasil visum pun terkesan diabaikan,” ucapnya.

Diketahui, dikutip dari situs resmi Mahkamah Syar’iyah Aceh, lembaga ini lahir dengan adanya  UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Aceh dan UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.

Dalam aturan itu salah satu lembaga yang harus ada di Aceh dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus adalah Peradilan Syari’at Islam yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar’iyah.

Kewenangan Mahkamah Syar`iyah adalah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Kewenangan itu ditambah dengan perkara jinayat yang terdiri dari Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Khamar, Qanun Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Maisir (judi) dan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat (mesum).

Shares: