HeadlineIn-Depth

Jalan Mendaki Covid-19 di Aceh

Menggugat tanggungjawab penguburan jenazah Covid-19
Ilustrasi pemakaman pasien positif Covid-19. Foto Yusri

POPULARITAS.COM – Jumlah angka positif terinfeksi Covid-19 di Aceh terus mengalami peningkatan sejak awal September 2020. Saat ini angka kumulatif sudah mencapai 3.031 kasus, setelah ada penambahan data terbaru 140 kasus Selasa (15/9/2020) pukul 15.00 WIB.

Berdasarkan data yang dirilis Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Aceh, tercatat tiga pekan terakhir selama September belum ada pasien yang sembuh. Pasien sembuh saat ini masih pada angka 700 kasus.

Tetapi berbanding terbalik dengan angka kematian setiap hari terus mengalami peningkatan. Tercatat pada Selasa (15/9/2020) ada 6 pasien meninggal dunia dan terbanyak selama kasus positif ditemukan di Aceh.

Penambahan kasus positif setiap hari pun sekarang rata-rata di atas angka 100 orang. Bahkan angka tertinggi terjadi beberapa waktu lalu sebanyak 212 kasus. Kendati secara umum angka positif di Aceh terjadi fluktuatif.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani mengatakan, jumlah orang positif Covid-19 di Aceh telah tembus angka 3.031 kasus, setelah bertambah 140 kasus baru yang dilaporkan pada Selasa (15/9). Pada hari yang sama, 6 pasien dilaporkan meninggal dunia.

Menurutnya, berdasarkan sebaran wilayah, penambahan 140 kasus positif Covid-19 baru terbanyak berasal dari Kota Banda Aceh dengan 51 kasus. Selanjutnya Kabupaten Aceh Besar dengan jumlah 36 kasus dan Simeulue 28 kasus.

Kemudian Sabang 4 kasus, Aceh Barat 3 kasus. Aceh Timur, Pidie, Pidie Jaya, dan Lhokseumawe sama-sama 2 kasus. Kemudian Aceh Selatan, Aceh Singkil, Bireuen, dan Nagan Raya masing-masing 1 kasus. Sisa 6 kasus lainnya warga luar daerah.

“Sedangkan 6 orang pasien Covid-19 yang meninggal dunia pada hari ini, 2 warga Banda Aceh, 1 warga Aceh Besar, 1 warga Pidie, 1 warga Sabang dan 1 warga Aceh Selatan. Secara keseluruhan yang meninggal akibat Covid-19 telah mencapai 104 kasus,” ujarnya.

Kumulatif Covid-19

Selanjutnya, Saifullah melaporkan, dari 3.031 kasus akumulatif Covid-19 Aceh per 15 September 2020, sebanyak 2.227 orang dalam penanganan tim medis di rumah sakit rujukan atau isolasi mandiri, 700 orang dinyatakan sembuh, angka ini belum ada penambahan selama September 2020 dan 104 orang meninggal dunia.

Jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) bertambah 2 kasus, secara akumulasi menjadi 359 orang. Dari jumlah tersebut, 66 PDP dalam penanganan tim medis dan 277 telah sembuh dan 16 orang lainnya meninggal dunia.

Sedangkan jumlah Orang Dalam Pemantauan (ODP) di seluruh Aceh hari ini bertambah 8 orang, yang secara akumulatif menjadi 2.679 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.546 orang sudah selesai masa pemantauan, dan sebanyak 151 orang dalam pemantauan Tim Gugus Tugas Covid-19.

Satu Juta Warga Rawan Terinfeksi Covid-19

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh, Safrizal Rahman menyebut kasus Covid-19 di Aceh sudah mengkhawatirkan. Sehingga, diperlukan strategi yang jitu untuk bisa memutus rantai penularannya.

Hal itu didasari karena adanya penemuan mutasi virus corona yang meningkat hingga 10 kali lipat. Di samping itu, khususnya di Aceh, jumlah kasus corona juga sedang meningkat tajam.

“Aceh sudah sampai ke tahap serius, kita harus punya strategi, kalau tidak kita bakal kewalahan nanti,” kata Safrizal, Jumat (4/9/2020).

Menurutnya, hal itu terlihat dari kondisi ruang RICU di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) dan beberapa rumah sakit lainnya, yang hampir penuh oleh pasien terinfeksi corona.

Dikhawatirkan, jika ruang RICU penuh, terpaksa di pindah ke ruang biasa. Dan itu akan membahayakan bagi pasien lainnya yang non-covid-19.

“Ruang RICU itu sudah penuh terus, khawatirnya kalau penuh tentu akan di bawa ke ruang biasa, nah itu bisa bahaya bagi pasien lainnya,” ucapnya.

Selain itu, kondisi para petugas medis di Aceh juga sudah banyak yang terinfeksi virus corona. Jumlah mencapai 210 lebih. Hanya saja mereka yang terpapar corona sebagian besar bergejala ringan dan tanpa gejala.

“Angkanya sudah hampir 200-an, sebagian besar ringan dan tanpa gejala, jadi hanya sekedar isolasi baik mandiri maupun di RS, yang aktif isolasi hanya disekitaran 50 an orang,” ujar Safrizal.

Safrizal menjelaskan, ada sekitar 1 juta warga di Bumi Serambi Mekkah rawan terpapar Covid-19. Data ini merupakan hasil hitungan IDI Aceh.

“Yang paling mengkhawatirkan IDI Aceh, bahwa ada 1 juta penduduk Aceh menjadi rawan apabila terserang Covid-19, mereka adalah yang memiliki komofit, kita sudah menghitung angka itu,” kata Safrizal dalam konferensi pers via zoom, Rabu (9/9/2020).

Ia menjelaskan, data itu berani disebutkan, setelah pihaknya melakukan konfirmasi pada pada dokter ahli di berbagai bidang penyakit di Aceh. Para ahli bahkan memprediksi angka tersebut bisa saja melewati angka 1 juta.

“Dan kita sepakat setelah melakukan konfirmasi kepada para ahlinya, bahwasanya angka ini mencapai bahkan lebih 1 juta orang. Termasuk di dalamnya mereka yang menderita diabetes, hipertensi, penyakit jantung lain, gagal ginjal, penyakit paru dan obositas,” sebutnya.

Menurut Safrizal, kelompok seperti itu sangat rawan jika terpapar Covid-19, salah satunya yakni meninggal dunia. “Kelompok ini adalah kelompok orang-orang yang memiliki penyakit penyerta bila terkena Covid-19, bisa berakibat fatal,” jelas Safrizal.

Karena itu, kata Safrizal, pemerintah harus melahirkan langkah-langkah konkrit dalam menanggapi persoalan tersebut. Pemerintah juga harus melakukan tes masif dengan metode standar swab PCR, sehingga akan menemukan banyak kasus positif di masyarakat.

“Pemerintah harus melakukan upaya terstruktur, dengan melibatkan seluruh kompoten masyarakat, termasuk di dalamnya, para tokoh, ulama, melibatkan universitas, dalam perang melawan Covid-19, dengan strategis yang jelas,” pungkasnya.

Selain itu, IDI Aceh juga memohon kepada masyarakat untuk membantu pemerintah dalam melawan pandemi Covid-19. Bantuan ini dapat dilakukan dengan disiplin protokol kesehatan, seperti cuci tangan, pakai masker, jaga jarak dan lain sebagainya.

“IDI yakin langkah dan upaya di atas bisa mengendalikan pandemi Covid-19 di Aceh,” pungkasnya.

Dewan Minta Terapkan PSBB

Menyikapi terus mengalami lonjakan angka positif Covid-19 di Serambi Makah dan belum ada tanda-tanda terjadi penurunan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) meminta pemerintah Aceh agar segera mengambil langkah tepat untuk penangananan pencegahan penyebaran Covid-19.

Ketua DPR Aceh, Dahlan Jamaluddin mengatakan, dengan kondisi penambahan pasien Covid-19 yang melonjak tinggi saat ini, maka sudah cukup syarat bagi Aceh untuk mengajukan penerapan PSBB kepada Menteri Kesehatan RI.

“Pemerintah Aceh juga harus berani sampaikan kepada masyarakat bahwa kondisi Aceh hari ini sedang tidak baik-baik saja,” kata Dahlan dalam konferensi pers di ruang serbaguna DPRA, Senin (14/9).

Menurut Dahlan, melonjaknya kasus Covid-19 di Aceh dalam dua pekan terakhir, menyebabkan DPRA turut prihatin. Karena itu, pihaknya meminta agar Pemerintah Aceh melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap penanganan Covid-19.

“Kondisi ini semakin mengerikan karena Pemerintah Aceh seperti tidak punya sense of crisis dalam menghadapi pandemi ini,” ungkap Dahlan.

Padahal, katanya, DPRA melalui rapat Banmus telah mengeluarkan rekomendasi terkait penanganan Covid-19 di Aceh. Rekomendasi yang berisi tentang pencegahan, penanganan medis dan juga penanganan dampak sosial ekonomi ini pun telah dikirim ke Pemerintah Aceh.

“Pada waktu itu belum ada satupun kasus positif Covid-19 di Aceh. Namun, rekomendasi DPRA seperti memperketat perbatasan tidak dilakukan secara serius oleh Pemerintah Aceh. Sehingga, virus masuk dari luar Aceh hingga terjadi penyebaran lokal,” pungkasnya.

DPRA juga meminta Pemerintah Aceh untuk segera melakukan tes swab massal terhadap masyarakat di provinsi Aceh. Hal tersebut dinilai penting untuk mendeteksi pasien Covid-19, sehingga jumlahnya tak melebar.

“DPRA mendesak Pemerintah Aceh untuk tes swab massal dengan standar WHO terhadap warga Aceh. Karena sekarang kita tidak tahu lagi di mana kluster-kluster Covid-19 tersebut,” ujar Ketua DPR Aceh, Dahlan Jamaluddin dalam konferensi pers di DPR setempat, Senin (14/9/2020).

Ia menuturkan, jumlah kasus Covid-19 di Aceh saat ini cukup memprihatinkan. Pemerintah Aceh pun terkesan tak serius dalam menganani persoalan tersebut, padahal DPRA telah mengingatkan berulang kali.

“DPRA sudah mengeluarkan rekomendasi pada Maret lalu, tetapi sepertinya kurang serius ditanggapi oleh Pemerintah Aceh,” jelasnya.

Selain itu, kata Dahlan, DPRA meminta Pemerintah Aceh untuk mengaktifkan kembali Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 hingga ke kabupaten, kecamatan dan gampong. Semua elemen masyarakat di gampong juga harus digerakkan dalam menekan angka Covid-19.

“Gerakkan semua potensi dan sumber daya yang ada untuk menghentikan virus ini,” tutur Dahlan.

Dahlan menambahkan, DPRA juga harus melibatkan semua pihak dalam menangani Covid-19, seperti TNI, Polri, universitas, para ahli dan ulama.

“Yang paling penting adalah ulama dan tokoh masyarakat harus dilibatkan dalam penegakan disiplin protokol kesehatan Covid-19,” ujar Dahlan.

Sebelumnya, DPR Aceh juga merekomendasikan agar Pemerintah Aceh segera memberlakukan pembatasan fisik secara massal. Hal ini seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB.

Ketua DPR Aceh, Dahlan Jamaluddin mengatakan, dengan kondisi penambahan pasien Covid-19 yang melonjak tinggi saat ini, maka sudah cukup syarat bagi Aceh untuk mengajukan penerapan PSBB kepada Menteri Kesehatan RI.

“Pemerintah Aceh juga harus berani sampaikan kepada masyarakat bahwa kondisi Aceh hari ini sedang tidak baik-baik saja,” ujar Dahlan.

Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh Muhammad Iswanto, mengatakan Pemerintah Aceh menyambut baik masukan yang diberikan Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin, yang meminta Pemerintah Aceh melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan Covid-19 di Aceh. Masukan itu diakui Dahlan terkait terus bertambahnya angka positif Covid-19 di Aceh.

“Pemerintah menyambut baik dan mengapresiasi penuh atas dukungan dan saran yang diberikan, meskipun sebagian besar dari masukan tersebut memang sudah dilakukan Pemerintah Aceh dalam beberapa bulan ini,” ujar Iswanto.

Iswanto melanjutkan, setiap masukan dari DPRA terkait penanganan Covid-19 selalu menjadi penyemangat bagi Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten kota untuk terus bekerja dalam menanggulangi wabah yang melanda Indonesia dan dunia tersebut.

Pemerintah Aceh, lanjut Iswanto, terus berharap saran dan dukungan dari legislatif demi menyempurnakan kerja dalam melayani masyarakat.

“Kita terus berharap saran dan dukungan seperti ini dari kawan-kawan legislatif. Harapan kita di semua sektor yang kita lakukan juga didukung penuh seperti ini,” kata Iswanto.

Iswanto juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan, khususnya terkait Pergub Nomor 51 Tahun 2020 Tentang Peningkatan Penanganan Covid-19, Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan, yang baru ditetapkan.

Pergub Pelanggar Protkes Cabut KTP

Plt Gubernur Aceh telah mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Penegakan Hukum Protokol Kesehatan (Protkes) Covid-19. Bagi yang melanggar, diberi sanksi dari baca Alquran hingga dicabut sementara Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Kepala Biro Hukum Setda Aceh Amrizal J Prang mengatakan, Pergub Nomor 51 Tahun 2020 tersebut terdiri dari 16 bab memuat sejumlah poin penting dalam upaya menanggulangi penyebaran Covid-19 di Aceh.

Di antaranya menyangkut protokol kesehatan, penyediaan sumber daya penanganan Covid-19, kebijakan pendidikan di masa pandemi, ketersediaan pangan, sosialisasi pencegahan Covid-19, sanksi bagi pelanggar serta sejumlah poin lainnya.

“Kalau diteliti secara seksama, secara substantif, Pergub ini di dalamnya secara umum telah menggambarkan road map bagi penanganan Covid-19 di masa depan. Meskipun sejak Februari Pemerintah Aceh telah menjalankan sejumlah kebijakan,” kata Amrizal menjelaskan isi Pergub, Selasa (15/9/2020).

Amrizal menjelaskan, Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi pemangku kepentingan dan seluruh masyarakat di Aceh dalam upaya peningkatan penanganan Covid-19, penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan.

Selain itu, Pergub ini juga bertujuan untuk mewujudkan masyarakat produktif dan aman dari Covid-19, memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, mewujudkan masyarakat yang disiplin dan patuh terhadap protokol kesehatan, serta mengefektifkan upaya penegakan hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan.

Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh Muhammad Iswanto mengatakan, dalam Pergub tersebut secara jelas disebutkan adanya sanksi bagi para pelanggar protokol kesehatan.

“Pergub tersebut mengatur sanksi bagi perorangan, para pelaku usaha, pengelola, penyelenggara atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum yang tidak menjalankan kewajibannya terkait penegakan protokol kesehatan,” ujar Iswanto.

Iswanto menjelaskan, sanksi yang akan diberikan dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis, sanksi sosial, kerja sosial, denda administratif hingga penyitaan sementara Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi pelanggar.

“Para pelanggar akan disanksi sesuai tingkat pelanggaran. Seperti teguran lisan, akan diberikan kepada pelanggaran pertama, teguran tertulis untuk pelanggaran kedua,” kata Iswanto.

Sementara sanksi sosial, kata Iswanto, dapat berupa menyanyikan lagu nasional atau lagu daerah, membaca surat pendek Alquran bagi muslim atau mengucapkan janji tidak akan mengulangi pelanggaran protokol kesehatan. Sedangkan sanksi kerja sosial dapat berupa membersihkan fasilitas umum. Seperti menyapu jalan atau memungut sampah.

Denda administratif dikenakan untuk pelanggaran keempat berupa pembayaran denda administratif paling banyak Rp50 ribu untuk perorangan dan Rp100 ribu untuk para pelaku usaha, pengelola, penyelenggara atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum.

“Uang sanksi administratif nantinya akan masuk dalam kas daerah atau kas kabupaten/kota,” jelasnya.

Khusus bagi pelaku usaha, pengelola, penyelenggara atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum yang tidak menegakkan protokol kesehatan dapat dilakukan penghentian sementara operasional usaha hingga pencabutan izin usaha.

“Kepada perorangan diwajibkan selalu mengenakan masker jika beraktifitas di luar rumah atau ketika berinteraksi dengan orang lain, mencuci tangan secara teratur memakai sabun dengan air mengalir, serta menjaga jarak fisik,” kata Iswanto.[]

Repoter: Dani, Muhammad Fadhil
Editor: Acal

Shares: