EditorialHeadline

Ironi minyak goreng

Ironi bukan, sebagai negara penghasil CPO terbesar, minyak goreng bisa mahal, dan ketersediaannya nyaris langka dan sulit ditemukan di pasaran.
Ironi minyak goreng
Pedagang menata minyak goreng kemasan di Pasar Tradisional Idi, Aceh Timur, Rabu (26/1/2022). ANTARA/Hayaturrahmah

AWAL 2022 jadi hari-hari yang menyebalkan bagi lapisan masyarakat Indonesia. Betapa tidak, kebutuhan belanja harian warga membengkak akibat harga minyak goreng yang membubung tinggi.

Sebelumnya, harga minyak goreng pada kisaran harga Rp11 ribu hingga Rp12 ribu per kilogramnya ditingkat pedagang eceran. Kini warga harus merogoh kocek Rp18 ribu hingga Rp20 ribu untuk membawa komoditi dari bahan kelapa sawit itu.

Kenaikan harga minyak goreng yang hampir 100 persen itu pun, di warnai dengan kelangkaan. Apes, sudah harganya mahal, langka lagi.

Merujuk statistik, Indonesia merupakan negara nomor satu penghasil Crude Pal Oil (CPO) terbesar di dunia. CPO merupakan bahan dasar minyak goreng. Sebagai produsen CPO terbesar secara global, negara kita memiliki luas tanaman sawit 14 juta hektar, tersebar hampir semua provinsi di tanah air.

Ironi bukan, sebagai negara penghasil CPO terbesar, minyak goreng bisa mahal, dan ketersediaannya nyaris langka dan sulit ditemukan di pasaran.

Melansir CNBC, terdapat tiga faktor penyebab harga minyak goreng tinggi, yakni terjadinya lonjakan harga minyak nabati dunia, permintaan biodiesel untuk program B30 atau pencampuran CPO dan solar untuk produksi biodiesel yang tengah digencarkan negara sebagai kebijakan pengurangan impor BBM, dan yang ketiga Pandemi Covid-19 yang menyebabkan turunya produksi CPO sejumlah negara, seperti Malaysia.

Pemerintah sendiri, menerapkan empat kebijakan strategis untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya minyak goreng, yaitu : Penetapan satu harga Rp14 ribu, kebijakan domestik market obligation (DMO) dan Domestik Proce Obligation (DPO), selanjutnya larangan terbatas ekspor CPO dan turunannya, serta penerapan harga eceran tertinggi (HET), curah Rp11,500 sederhana Rp13,500 dan premium Rp14 ribu.

Namun kebijakan yang telah berlaku efektif sejak 1 Februari 2022 itu, sama sekali belum dapat mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng.

Muttaqin, salah satu pedagang minyak goreng di Banda Aceh, mengeluhkan kondisi mahalnya harga minyak goreng. Ia mengataka, dirinya membeli komoditi itu di pasar grosir Rp24 ribu perkiliogramnya.

Pedagang bakso goreng, Muhaimin sendiri merasa gundah atas mahal dan langkanya minyak goreng. Ia mengatakan terpaksa memakai minyak goreng kemasan, sebab minyak goreng curah tidak tersedia.

Apa yang dirasakan oleh pedagang dan masyarakat di Aceh, tentu sama dengan yang dialami oleh penduduk lainnya di penjuru nusantara, yakni minyak goreng langka dan mahal.

Walau pemerintah telah mengeluarkan empat kebijakan strategis untuk mengatasi hal tersebut, kita berharap pengawasannya dapat di perketat dengan melibatkan kepolisian, hal itu guna menghindari praktek penimbunan barang yang dilakukan oleh pedagang nakal.

Harapan kita dan asa semua warga, persoalan ini dapat segera teratasi. Dan kehadiran negara dalam kondisi seperti ini dapat dirasakan oleh masyarakat. Sehingga kita dapat menikmati kembali harga minyak goreng seperti dulu, yakni pada kisaran harga Rp11,500 rupiah. Semoga.. (*** EDITORIAL)

Shares: