News

IDI Aceh Ingatkan Potensi Penularan Covid Klaster Keluarga

Sebuah kalimat penyemangat tertulis di hazmat salah satu tenaga kesehatan di Rumah Sakit Darurat (RSD) Covid-19, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa (26/1/2021). - Antara

POPULARITAS.COM – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh meminta masyarakat untuk lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan di lingkungan keluarga, mengingat tingginya tingkat penyebaran COVID-19 di Indonesia dari klaster keluarga.

“Di Indonesia ini penyebaran yang paling utama, paling tinggi, adalah klaster keluarga,” kata Ketua IDI Wilayah Aceh Dr dr Safrizal Rahman seperti dilansir laman Antara, Jumat (2/7/2021).

Dia menjelaskan masyarakat perlu memberikan perhatian untuk mencegah terciptanya klaster keluarga terhadap penularan COVID-19. Caranya dengan memberi pengertian agar anggota keluarga mengurangi mobilitas.

Kendati demikian, apabila ada anggota keluarga yang tetap harus menjalani mobilitas karena aktivitas ekonomi dan pendidikan maka harus melakukannya dengan protokol kesehatan yang ketat.

“Setelah pulang ke rumah harus melakukan skrining atau pembersihan agar tidak membawa virus yang melekat di tubuhnya dari luar ke dalam rumah,” katanya.

Selanjutnya, kata Safrizal, bagi mereka yang aktivitasnya di tempat yang berpotensi menularkan atau tertular COVID-19, maka sebaiknya melakukan pembatasan jarak walaupun dengan anggota keluarganya.

Apalagi kini, menurut dia, kasus infeksi COVID-19 terhadap anak di Aceh cukup tinggi dan penularannya mayoritas dari klaster keluarga.

Meskipun umumnya pasien anak infeksi virus corona tanpa gejala sehingga harus isolasi mandiri, tetapi ada juga di antara mereka yang memiliki gejala maka harus mendapatkan perawatan medis.

Ia menambahkan, dari beberapa kasus infeksi pada anak yang dipantau, terdapat fenomena baru bahwa infeksi COVID-19 terhadap anak jauh lebih bertahan lama dibandingkan pasien dewasa. Kondisi positif pasien anak cenderung lebih lama meski tanpa gejala.

“Ada kejadian anak ini justru positif COVID-nya bertahan lama, meskipun tanpa gejala. Ketika dilakukan pemeriksaan terus berulang-ulang, tetap terus positif bahkan sampai sebulan, sebulan setengah, masih terus positif,” katanya.

“Tapi ini contoh yang kita perhatikan dari beberapa kasus, tentu perlu penelitian lagi untuk membuktikannya,” katanya lagi.

Kendati demikian, kata dia, secara teori apabila seseorang positif COVID-19 namun tanpa memiliki gejala maka setelah 14 hari menjalani isolasi mandiri, mereka tidak akan menularkan lagi ke orang lain.

“Jadi ini yang kita ingin tahu adalah kondisi anak yang masih positif, bertahan lama, meskipun tanpa gejala, masih mampu tidak menularkan ke orang lain,” kata Safrizal.

“Karena ini salah satu yang bisa menjadi potensi berbahaya, kalau mereka positif, tanpa gejala, lalu mereka berkeliaran dan menularkan ke orang lain, ini yang kita khawatirkan,” katanya lagi.

Shares: