Editorial

Hoaks Kalahkan Jokowi di Aceh

Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin | Foto: Sindo News

PASANGAN Joko Widodo- KH Ma’ruf Amin memperoleh hasil jeblok di Aceh dalam Pemilu 2019 ini berdasarkan hasil hitung cepat beberapa lembaga survei. Kondisi ini berbanding terbalik dengan rivalnya, Prabowo Subianto, yang mampu memperoleh suara jauh di atas target tim pemenangan di Aceh.

Dalam rilis hasil hitung cepat atau quick count, capres petahana itu hanya meraup hasil suara kurang dari 16 persen. Dan ini sangat berbanding jauh jika menilik hasil pada Pilpres lima tahun lalu.

Jika merujuk hasil Pilpres 2014, provinsi ini justru berkontribusi sebesar 45 persen lebih bagi kemenangan Jokowi dengan Jusuf Kalla. Jumlah suara ini turut mengantarkan keduanya menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2014-2019.

Walau belum ada hasil hitung resmi versi KPU, tetapi jika membandingkan perolehan suara Jokowi di Aceh pada periode saat ini dengan 5 tahun lalu, terjadi penurunan suara yang signifikan, yakni sebesar 30 persen.

Yah, jika merujuk hasil tersebut, Jokowi kehilangan pemilih sebesar 30 persen di Aceh. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Menyetir pendapat Tgk Nuruzzahri atau dikenal Waled Nu, pimpinan pondok Pesantren Ummul Ayman Samalanga diketahui, perolehan suara Jokowi-Ma’ruf di Aceh tak terlepas dari derasnya fitnah serta hoaks yang mendera pasangan tersebut. Dugaan akan ada larangan azan dan shalawat kepada Rasul jika Jokowi kembali menjadi presiden, turut memperburuk citra petahana di daerah Serambi Mekkah.

Tak hanya hoaks saja yang mengalahkan pasangan tersebut di Aceh. Para pendukung dan tim relawan yang tidak benar-benar bekerja juga diduga turut memperburuk raihan suara Jokowi-Ma’ruf.

Sebagai contoh, lihat saja di banyak spanduk para caleg, tidak ada satupun para calon anggota legislatif itu yang berani terang-terangan memasang foto Jokowi di alat kampanye mereka. Para seperti takut, jika memasang foto Jokowi bakal memperngaruhi elektabilitas mereka.

Para tim sukses dan relawan Jokowi juga disebut tidak maksimal dalam menangkal hoaks. Mereka juga tidak pernah menjabarkankeberhasilan dan capaian yang sudah dilakukan Jokowi untuk Aceh, dalam kurun 4,5 tahun terakhir.

Hal tersebut dinilai Waled Nu menjadi wajar jika kemudian Jokowi-Ma’ruf kalah di Aceh. Ini disebabkan masyarakat lebih percaya informasi hoaks yang terus dibangun, tanpa ada counter, atau informasi lain yang diterima masyarakat terkait dengan kinerja beliau.

Padahal Tim Kampanye Daerah (TKD) Aceh langsung dipimpin oleh mantan kombatan GAM dari unsur Partai Naggore Aceh (PNA), Irwansyah. Dia bahkan diperkuat oleh sekretaris T Sulaiman Badai, dan sejumlah nama-nama petinggi dan pengurus partai pendukung Jokow-Ma’ruf.

Irwansyah mengaku pihaknya tidak mampu melawan fitnah dan hoax kepada pasangan capres nomor 01 tersebut. Pengakuan ini pernah disampaikan Irwansyah pada Kamis, 18 April 2019 kemarin kepada beberapa wartawan di Aceh.

Meskipun demikian, TKD Aceh disebut-sebut sudah bekerja maksimal untuk menyosialisasi program-program dan keberhasilan yang telah dilakukan Jokowi di Aceh. Selain itu, mereka menyosialisasi program yang bakal dilakukan Jokowi jika terpilih lagi.

Namun, hal terberat untuk memenangkan Jokowi adalah melawan hoax. Dia menyebutkan fitnah dan hoaks yang dibikin untuk menyerang Jokowi-Ma’ruf mempengaruhi persepsi masyarakat untuk memilih.

Merujuk pada hasil riset yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dalam hasil penelitian yang mereka lakukan pada 2018, terungkap terdapat tiga daerah yang tingkat penerimaan informasi bohong atau hoaks sangat tinggi, yakni Aceh, Jawa Barat dan Banten.

Ketiga daerah tersebut menurut LIPI sangat tinggi terpapar hoaks, terlebih terkait kebangkitan komunisme, kriminalisasi ulama, dan masuknya jutaan Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China. Jika menarik benang merah dari keterangan Waled Nu dan hasil penelitian LIPI tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hoaks mengalahkan Jokowi di Aceh. (Red)

Shares: