HeadlineNews

Hendra Budian: Pemerintah Pusat Kangkangi Kekhususan Aceh

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Hendra Budian, menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK), tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020, dalam rangka penanganan Covid-19, adalah bentuk pengingkaran dan pengangkangan kekhususan Aceh yang diatur dalam UU Pemerintah Aceh.
Hendra Budian ajukan gugatan ke Mahkamah Partai
Hendra Budian. Foto: Ist

BANDA ACEH (popularitas.com) – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Hendra Budian, menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK), tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020, dalam rangka penanganan Covid-19, adalah bentuk  pengangkangan kekhususan Aceh yang diatur dalam UU Pemerintah Aceh.

“Pemerintah pusat telah kangkangi keistimewaan dan kekhususan Aceh,” kata Hendra Budian, Minggu (10/5/2020) melalui siaran pers.

Poltisi Partai Golkar tersebut menegaskan, peraturan tersebut telah merugikan Aceh. Dalam aturan itu disebutkan bahwa penyaluran dana otonomi khusus dan dana tambahan infrastruktur (DIT) dilakukan dengan memperhitungkan sisa DOK dan DTI di rekening kas umum daerah (RKUD) pada akhir tahun anggaran sebelumnya.

“SILPA dana otonomi khusus Aceh tahun 2019 menjadi faktor pengurang dana otonomi khusus Aceh yang diterima pada tahun 2020 ini. Dan konseukeunsinya, pemerintah Aceh terpaksa melakukan pembatalan kegiatan pada APBA tahun ini,” jelasnya.

Menurutnya peraturan itu juga berdampak pada berkurangnya jumlah dana transfer ke kabupaten dan kota, terutama Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) dan Dana Tambahan Bagi Hasil (DTBH) Migas.

Sesuai dengan UUPA, sumber penerimaan Aceh terbesar berasal dari Dana Otonomi Khusus. Namun dari sumber ini, jumlah yang diterima Aceh tahun ini berkurang Rp 819 miliar, dari Rp 8,374 triliun menjadi Rp 7,555 triliun. Berkurangnya penerimaan DOK Aceh ini akibat penyesuaian Dana Alokasi Umum (DAU) yang semula Rp 418,7 triliun menjadi Rp 377,7 triliun.

Selanjutnya penerimaan Aceh yang bersumber dari Dana Tambahan Bagi Hasil (DTBH) Migas Aceh sebesar Rp 281,1 miliar yang semula Rp 481 miliar menjadi Rp 199,2 miliar. Sementara penerimaan Aceh yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) berkurang dari Rp 2,126 triliun menjadi Rp 1,961 triliun.

“Berkurangnya sumber utama penerimaan Aceh dari dana transfer daerah ini mengakibatkan sedikitnya Aceh kehilangan penerimaan sebesar lebih dari satu setengah triliun rupiah,” kata Hendra.

Di saat yang sama, jumlah penerimaan Aceh yang bersumber dari Pendapatan Asli Aceh (PAA), terutama pajak bea balik nama (BBNKB), pajak kendaraan bermotor, pajak rokok, pajak bahan bakar minyak, serta pajak air permukaan, berkurang sekitar Rp 200 miliar. Hal ini menyebabkan pendapatan Aceh tahun ini berkurang menjadi Rp 1,465 triliun.

Menurut Hendra, tekanan terhadap APBA juga karena dana realokasi dan refocusing sebesar Rp 1,7 triliun. Dana ini dialokasikan untuk penanganan kesehatan, dampak terhadap ekonomi maupun program jaring pengaman sosial, selama pandemi corona.

Hendra juga mengungkapkan bahwa SILPA Aceh, setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan, hanya berjumlah Rp 1 triliun. Hal ini berdampak pada jumlah DOK Aceh 2020 menjadi 6,5 triliun, bukan Rp 7,5 triliun.

“Harusnya pemerintah pusat tidak mengotak-atik APBA sesuai dengan keistimewaan Aceh yang ditetapkan lewat UUPA. Saya mengajak DPRA dan Pemerintah Aceh untuk melakukan perlawanan atas PMK ini. Ini bukan saja merugikan Aceh tapi juga bertentangan dengan amanat UUPA,” kata Hendra. (SKY)

Shares: