HeadlineIn-Depth

Hasil Survey: Warga Aceh Belum Patuh Physical Distancing

Ingat, Aceh Belum Aman Wabah Covid-19
Satpol PP Banda Aceh bersama TNI/Polri meminta warkop tutup sementara untuk mencegah COVID-19 di Aceh.

BANDA ACEH (popularitas.com) – Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) merekomendasikan kepada Pemerintah Aceh agar memberlakukan jam malam untuk mencegah COVID-19 di seluruh Aceh. Mencegah keramaian hingga krisis COVID-19 berakhir. Memperpanjang masa belajar dari rumah bagi anak-anak sekolah dan perluasan masa bekerja dari rumah bagi pegawai pemerintah.

Berdasarkan survey yang dilakukan Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDRMC) Unsyiah secara daring sejak 22-23 Maret 2020. Menunjukkan hampir 30 persen responden menyatakan masih beraktivitas di luar rumah sekitar 4 kali dalam sehari.

Frekuensi ini cukup mengkhawatirkan mengingat semakin sering orang berada di luar rumah, resiko terpapar COVID-19 semakin besar. Padahal sesuai dengan rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), untuk memutus mata rantai virus corona agar masyarakat mengurangi physical distance (menjaga jarak fisik).

Hasil survey itu juga menunjukkan secara umum 94,3 persen respon menyatakan masih melakukan aktivitas di luar rumah dalam seminggu ini. Hanya sepertiga para responden (34,1 persen) menyebutkan berada di luar rumah lebih dari 3 jam tiap kali berada di luar rumah.
Adapun tempat yang paling banyak dikunjungi adalah pasar sebanyak 39,3 persen, tempat ibadah 32,0 persen dan warung kopi 20,4 persen. Padahal warung kopi sudah diminta oleh Wali Kota Banda Aceh tutup, atau berjualan tanpa ada yang nongkrong di lokasi, tetapi pelanggan setelah membeli dan bawa pulang ke rumah.

Lokasi yang sering dikunjungi selain pasar adalah kantor sebanyak 39,5 persen dalam seminggu ini. Lalu 8,4 persen tempat resepsi pernikahan, padahal Kapolri sudah instruksikan tidak diperkankan ada keramaian, termasuk resepsi pernikahan.

Adapun transportasi yang dipelgunakan saat beraktifitas di luar rumah adalah kenderaan pribadi. Jumlah persentasenya adalah 94 persen, baik motor maupun mobil. Transportasi umum lainnya adalah ojek daring sebabnya 1,7 persen selebihnya becak, transkutaraja dan labi-labi.

Survey itu juga mendapatkan responden memiliki persepsi ragu-ragu terhadap kesiapan Pemerintah Aceh menghadapi ancaman COVID-19. Terdapat 2.455 responden atau 53 persen menyatakan ragu-ragu. Sekitar 19 persen menyebutkan pemerintah Aceh tidak siap menghadapi ancaman ini. Namun ada sekitar 28 persen responden berpersepsi Pemerintah Aceh siap menghadapi pandemi COVID-19.

Adapun kesimpulan dari survey tersebut, 4.628 responden di Aceh atau 57 persen memiliki anggota keluarga yang rentan terinfeksi COVID-19. Seperti ibu hamil. balita, lansia yang usia di atas 65 tahun dan penderita penyakit kronis. Tentu ini memperlihatkan tingkat kerentanan warga dari aspek struktur anggota keluarga.

Selain itu dalam sepekan ini masih cukup banyak warga Aceh menghabiskan waktu di tempat berpotensi terpapar virus corona. Berada di lokasi yang berpotensi menggagalkan prinsip physical distancing, seperti warung kopi dan resepsi pernikahan.

Tentunya kedua tempat itu, berdasarkan survey yang dipimpin oleh Prof Dr Khairul Munadi merekomendasikan agar diawasi secara ketat. Mengingat kesuksesan menghambat penyebaran virus corona sangat tergantung dari physical distancing yang ketat, jika pilihan lockdown tidak dilaksanakan.

Khairul Munadi dalam laporan itu menyebutkan, para responden mengharapkan pemerintah agar mempertegas mekanisme menjaga jarak fisik. Lalu memperkuat kapasitas tenaga media di kabupaten/kota seluruh Aceh.

Begitu juga harus ada jaminan dari pemerintah memastikan ketersediaan masker dan hand sanitizer di pasar yang sekarang semakin sulit ditemukan. Meningkatkan kesiapan tenaga kesehatan melalui penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap dan standar.

Sementara itu Rektor Unsyiah, Prof Samsul Rizal mengaku, rekomendasi tersebut ditujukan kepada beberapa pihak yaitu pemerintah daerah, ulama, tokoh masyarakat, dunia usaha serta masyarakat luas lainnya.

Apa lagi rektor mengungkapkan, sampai saat ini terdapat kekhawatiran dari WHO bahwa virus corona ini tidak saja menular melalui droplet, namun memiliki kemungkinan penularan melalui udara (airborne).

“Memberlakukan jam malam sementara di seluruh wilayah Aceh untuk mencegah keramaian hingga krisis COVID-19 berakhir. Memperpanjang masa belajar dari rumah bagi anak-anak sekolah dan perluasan masa bekerja dari rumah bagi pegawai pemerintah,” kata Samsul Rizal.

Samsul Rizal juga meminta kepada Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan pembatasan dan pengawasan akses keluar masuk ke Aceh. Melalui jalur darat, laut, dan udara, baik akses domestik maupun internasional (pesawat, kapal kargo, kapal pesiar, dan lainnya). Termasuk jalur penerbangan ke Simeulue, Rembele, dan Lhokseumawe.

Melakukan pembatasan aktifitas masyarakat di luar rumah, termasuk membatasi perkumpulan orang lebih dari 10 orang. Mengajak para ulama, tokoh agama, tokoh adat/masyarakat, dan pengelola masjid untuk memberikan edukasi bagi masyarakat dalam upaya mengurangi potensi penyebaran virus.[]

Penulis: A.Acal

Shares: