Teknologi

Harga Listrik Tenaga Nuklir Belum Bisa Bersaing dengan Konvensional

JAKARTA- Harga listrik yang dihasilkan oleh Pembangit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) belum bisa bersaing dengan harga listrik dari pembangkit yang menggunakan energi konvensional. Dengan begitu, energi nuklir dinilai belum ekonomisuntuk digunakan.

JAKARTA- Harga listrik yang dihasilkan oleh Pembangit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) belum bisa bersaing dengan harga listrik dari pembangkit yang menggunakan energi konvensional. Dengan begitu, energi nuklir dinilai belum ekonomisuntuk digunakan.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, saat ini harga pembangunan PLTN masih jauh lebih mahal dibanding pembangkit listrik jenis lain yang telah beroperasi.

Dia menyebutkan, untuk membangun 1.000 Mega Watt (MW) PLTN membutuhkan dana US$ 6 juta. Sedangkan jika dibandingkan PLTU dengan kapasitas sama hanya membutuhkan dana US$ 1 juta. Hal tersebut menunjukan, biaya pembangunan PLTN masih mahal.

“Bagaimana dengan PLTA dan Energi Baru Terbarukan (EBT) lain. Kita bisa membandingkan nuklir dari sisi komersial bisa lebih murah enggak dari source yang lain?” kata Arcandra, seperti yang dikutip Liputan6 di Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Arcandra melanjutkan, jika dilihat dari sisi Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik PLTN masih di atas harga rata-rata, yaitu US$ 9,7 sen sampai US$ 13,6 sen per kilo Watt hour (kWh). Sedangkan BPP nasional hanya US$ 7,39 per kWh.

“Harga US$ 9,7 sen – US$ 13,6 sen per kWh lebih mahal tidak? BPP nasional kita US$ 7,39 sen. Kalau lihat sejarahnya PLTN akan di atas BPP nasional ini jadi concern kita semua dari sisi komersial,” ujarnya.

Menurut Arcandra, saat ini belum ada cadangan terbukti thorium dan uranium di Indonesia, yang ada baru potensi. Karena itu perlu proses panjang untuk memanfaatkan energi nuklir.

Berdasarkan keterangan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), untuk memanfaatkan menjadi energi nuklir sebagai sumber listrik membutuhkan waktu hingga 10 tahun. “Batan mengatakan 10 tahun lagi baru bisa jadi bahan bakar PLTN,” tutup Arcandra. [jam]

Sumber Liputan6.com

Shares: