EkonomiNews

Gubernur Perintahkan Bank Aceh Syariah Fokus Usaha Produktif

GUBERNUR Aceh, Irwandi Yusuf, menyoroti kinerja PT Bank Aceh (Persero), yang menurut penilaiannya, keberadaan lembaga perbankan tersebut, belum memberikan dampak yang nyata, dalam upaya merangsang pertumbuhan sektor usaha produktif.

GUBERNUR Aceh, Irwandi Yusuf, menyoroti kinerja PT Bank Aceh (Persero), yang menurut penilaiannya, keberadaan lembaga perbankan tersebut, belum memberikan dampak yang nyata, dalam upaya merangsang pertumbuhan sektor usaha produktif.

Gubernur Aceh, sebagai pemegang saham pengendalai atau PSP, mengungkapkan kekecewaanya pada jajaran komisaris bank tersebut, dalam forum rapat umum pemegang saham (RUPS) tahun buku 2017, yang dilangsungkan, Senin (25/6), Irwandi Yusuf menegaskan agar untuk tahun 2018, Bank Aceh menyediakan plafon anggaran lebih besar untuk diarahkan pada sektor produktif.

“Sebagai pemegang saham pengendali, saya perintahkan Bank Aceh, fokus untuk sektor produktif,” katanya.

Selama ini, kata Irwandi, jika bicara dalam ruang lingkup korporasi, Bank Aceh, sebagai perusahaan yang berorientasi pada profit, dengan berfokus pada sektor konsumsi, yakni penyaluran kredit bagi PNS, bank ini telah memberikan laba yang besar kepada pemerintah Aceh, dan pemerintah kabupaten dan kota selaku pemegang saham, namun, lanjutnya, sebagai institusi perbankan, yang juga memiliki mandat fungsi intermediasi, Bank Aceh, harus dapat menjadi lembaga yang mampu berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi daerah, dengan cara berperan dalam menggerakan sektor produktif. “Dan cara itu hanya dapat dilakukan dengan memberikan porsi kredit yang lebih besar kepada sektor produktif,” jelas Irwandi.

Sejak perubahan status Bank Aceh, dari sistem konvensional ke sistem syariah, kata Irwandi, bank ini belum memperlihatkan secara nyata pola dan konsep, serta strategi bisnisnya dalam hal meraih profit. “Ya kalau masih sama mengandalkan kredit PNS, itu artinya tidak ada perubahan dan juga fungsi bank untuk rakyat,” tukasnya.

Untuk itu, hijrahnya Bank Aceh dari konvensional ke syariah, harus diikuti pola pembiayaan yang lebih baik, dengan terjun ke sektor usaha produktif, dan ini merupakan hal yang dibutuhkan Pemerintah Aceh saat ini, untuk bersama sama membangun daerah, pinta Irwandi.

Sebagai contoh, banyak bank syariah lainnya kreditnya disalurkan ke sektor produktif, keuntungan yang diraih cukup besar bahkan rasio kredit macetnya juga rendah. “Karena itu, tidak ada negosiasi dan tawar menawar lagi, ayo bangun Aceh, dan terjun ke sektor produktif,” tegas Irwandi.

Pengamat Ekonomi Aceh, dari Universitas Syiah Kuala, Rustam Efendi, berpendapat bahwa, untuk mendorong Bank Aceh Syariah terjun ke bisnis produktif, perlu ada intervensi dan campur tangan secara nyata ke bank tersebut. Ia mengatakan, Gubernur Aceh, sebagai PSP, tidak hanya memberikan saran, tapi harus memberikan melakukan penyetoran modal, atau suntikan modal, agar institusi perbankan tersebut, dapat lebih berperan mendorong pertumbuhan sektor usaha kecil.

“Kontribusi pemerintah Aceh, dapat berupa suntikan modal dalam bentuk hibah,” sebutnya.

Saat ditanyakan kisaran kebutuhan modal yang perlu disuntikkan kepada Bank Aceh, Rustam menyebutkan kisaran angka Rp50 miliar hingga Rp100 miliar. ” Yah, ini artinya, Pemerintah Aceh harus fair, jangan cuma hanya dorong saja, tapi tidak ada perlakuan khusus,” ungkapnya.

Ia menambahkan, berdasarkan pembukuan, laba sangat signifikan yaitu mengalami kenaikan 24,45 persen. Itu artinya Bank Aceh sudah menata dengan sangat baik biaya operasional. Satu hal yang diakuinya tidak mudah.

Menurutnya, saat ini, Bank Aceh, sebagai institusi perbankan, telah bekerja cukup baik, dengan melihat pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK yang tumbuh 28 persen, yaitu dari Rp 14,4 triliun menjadi Rp 18,5 triliun.

Namun, dari sisi pembiayaan, pertumbuhan hanya naik 5 persen, ini bermakna, besarnya dana yang dikumpulan dari masyarakat, tidak seimbang dengan kredit yang disalurkan, ini bisa jadi dipengaruhi oleh fokus bank itu yang pada sektor konsumsi.

BELAJAR DARI JATENG

Pada akhir 2017 lalu, penulis berkesempatan bertemu dengan Ganjar Pranowo, Guberur Jawa Tengah. Usai dilantik sebagai orang nomor satu di provinsi itu, langkah progresif yang dia lakukan adalah, melahirkan kebijkan Bank Jateng Mitra 25.

Bank Jateng Mitra 25, adalah konsep pemberian kredit tanpa anggunan senilai Rp25 juta, kepada pelaku usaha kecil dan menengah, yang ada di provinsi itu.

Pemberian kredit tidak serta merta langsung dilakukan, menurut Ganjar, pihaknya menggandeng kampus UNDIP, nah, kampus yang melakukan pembinaan, supervisi dan edukasi kepada para pelaku UMKM dalam desai produk, pengemasan, hingga ke manajemen usaha, sampai ke pemasaran. Sehingga kredit tanpa anggunan yang diberikan oleh Bank Jateng, berdaya manfaat, dan diawasi oleh pihak kamus dalam penggunaannya sesuai dengan progres pengembangan usaha.

Dan tentu saja, jika mengacu pada hal tersebut, sektor pertanian, perikanan dan perkebunan, adalah tiga sektor yang dapat dijadikan fokus utama dalam pembangunan ekonomi kerakyatan. Dan kita berharap, Pemerintah Aceh, dapat meniru langkah Jateng dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. (***)

Shares: