HeadlineNews

Ekonomi Jadi Alasan Warga Keluar Rumah Selama Corona

Ekonomi Jadi Alasan Warga Keluar Rumah Selama Corona
Nazaruddin dek gam menyerahkan sembako kepada warga. (ist)

BANDA ACEH (popularitas.com) – Orang Tanpa Gejala (OTG) menjadi momok baru penyebaran virus corona di Serambi Makah. Menyebabkan warga semakin khawatir dengan wabah Covid-19 yang telah ditetapkan menjadi pandemi global. Presiden Jokowi juga telah mengeluarkan keputusan, ini merupakan bencana nasional non-alam.

Untuk melawan musuh yang tak berwujud itu. Tidak ada pilihan lain, Social Distancing (pembatasan interaksi sosial) dan Physical Distancing (pembatasan jarak fisik) menjadi pilihan utama.

Selain tetap harus menjaga kebersihan, rajin cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun. Bila pun terpaksa harus keluar rumah, diminta untuk menggunakan masker.

Iqbal Ridha (31), warga Jeulingke, Kota Banda Aceh mengaku, warga sudah mulai khawatir dengan virus corona. Karena itu pula, sebagian masyarakat sudah menerapkan physical distancing saat berada di tempat keramaian.

Ia mencontohkan, warung kopi mulai menerapkan jaga jarak dengan memisahkan kursi tempat duduk. Secara umum warga mulai mematuhi imbauan pemerintah terhadap protokol kesehatan menghadapi pandemik Covid-19. Kendati ia tampaik, masih tetap saja ada yang membandel tak patuh terhadap imbauan pemerintah.

“Menurut saya warga sudah mulai menerapkan physical distancing dan social distancing,” kata Iqbal pada popularitas.com, Selasa (21/4/2020).

Iqbal menilai, ada dua faktor utama ada sebagian warga  yang belum patuh agar tidak berada di keramaian selama pandemik Covid-19. Faktor pertama nongkrong di warung kopi sudah menjadi tradisi yang sulit diubah di tengah masyarakat.

“Saya sendiri masih duduk di warkop,” ungkapnya.

Iqbal kemudian membagikan tips agar tetap dapat nongkrong bersama teman di warkop selama pandemik Covid-19. Proteksi menjadi solusi baginya. Saat hendak duduk di warkop, ia akan selektif memilih kawan selama berada di tempat umum, khususnya di warkop.

“Tetap waspada, kalau pun ngopi saya tetap bersama teman yang sudah saya kenal, demikian juga dengan riwayat perjalanannya,” ujar dia.

Faktor ekonomi menjadi alasan paling utama sebagian warga tetap memilih berada di luar rumah. Masih ada warga yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagi pekerja lepas atau harian, tidak bekerja berarti mereka tidak berpenghasilan.

“Kalau ada jaminan dari pemerintah akan diberikan bantuan, saya rasa semua warga berada di rumah,” jelasnya.

Alasan itulah kemudian, pegawai kontrak di salah satu kampus di Aceh ini belum saatnya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Aceh. Karena dapat mengganggu roda ekonomi di Tanah Rencong. Terutama masyarakat kecil yang hanya mengais rezeki harian.

Soluasinya yang harus dilakukan adalah, setiap ada pasien positif Covid-19 harus dikawal ketat.  Demikian juga dengan keluarga-keluarganya dan orang-orang yang pernah kontak langsung.

Ketegasan dari pemerintah melarang orang yang berada di episentrum corona, tidak kembali ke Aceh sementara waktu, hingga wabah ini berlalu. Juga dapat menjadi solusi agar dapat memutuskan mata rantai penyebaran virus corona.

Avicenna (24), warga Kajhu, Kabupaten Aceh Besar menyampaikan hal senada. Secara umum warga mulai patuh menjalankan protokol kesehatan penanganan Covid-19.

Ia juga mengaku selama virus corona sudah mengurangi aktivitas di warung kopi. Jika sebelumnya ngopi sehari dua kali, sekarang menjadi satu kali bahkan pernah tidak ngopi dan banyak menghabiskan waktu di rumah.

“Saya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, walaupun ngopi hanya sesekali, tidak seperti sebelumnya,” ujar Avicenna.

Ia mengaku enggan ngopi di warung kopi karena banyak masyarakat yang datang silih berganti dan tak tau dari mana saja riwayat perjalanannya. Khawatirannya terdapat OTG juga berada di setiap warung kopi.

“Saya tidak mau ambil risiko, sehingga tetap berada di rumah,” kata dia. [acl]

Reporter: Muhammad Fadhil

Shares: