FeatureHeadline

Cut Afni sulap sampah eceng gondok jadi produk bernilai tinggi

Eceng gondok merupakan jenis tumbuhan air yang umumnya dianggap sebagai gulma. Keberadaan tanaman itu kerap mengganggu aliran sungai, dan sering menjadi masalah. Namun ditangan Cut Afni, tumbuhan itu disulapnya menjadi berbagai produk kerajinan bernilai tinggi, dan membuka lapangan pekerjaan.
Proses pengumpulan baku eceng gondok oleh EG.Craft

POPULARITAS.COM Eceng gondok merupakan jenis tumbuhan air yang umumnya dianggap sebagai gulma. Keberadaan tanaman itu kerap mengganggu aliran sungai, dan sering menjadi masalah. Namun di tangan Cut Afni, tumbuhan itu disulapnya menjadi berbagai produk kerajinan bernilai tinggi, dan membuka lapangan pekerjaan.

Di Aceh Barat, provinsi Aceh, eceng gondok sangat mudah ditemukan di sepanjang aliran sungai di daerah itu. Tumbuhan itu di daerah ini sering menjadi sampah, kata Cuf Afni awali pembicaraan dengan popularitas.com, Selasa (20/9/2022).

Cut Afni yang mengaku berasal dari Pidie, dan telah menetap di Aceh Barat itu menyebutkan ilmu yang didapatkannya dalam mengolah eceng gondok berawal dari 2016 silam. Saat itu, ungkapnya, Ia bersama puluhan perempuan Aceh Barat lainnya dibina oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry melalui program Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) Inovatif-Universitas Membangun Desa (UMD).

Program tersebut juga mendapat dukungan dari Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan (KOMPAK). KOMPAK sendiri adalah fasilitas yang didanai oleh Pemerintah Australia untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai target mengurangi tingkat kemiskinan dan mengatasi kesenjangan.

Cut Afni menyampaikan bahwa ada tiga desa yang mendapat binaan di program tersebut, yaitu Desa Peulante, Desa Kubu, dan Desa Cot Juru Mudi, Kecamatan Arongan Balek, Kabupaten Aceh Barat. 

Program tersebut juga membentuk Kelompok Usaha Produksi (KUP) masyarakat yang mampu menghasilkan berbagai kerajinan berbahan dasar eceng gondok. Cut Afni adalah satu anggota kelompok tersebut.

“Jadi selama setahun kita diajarkan mulai pembentukan kelompok, pembuatan SOP sampai ke pemasaran,” ujar Cut Afni.

Di tangan Cut Afni, eceng gondok yang semula dianggap sampah oleh warga Aceh Barat, telah Ia ubah menjadi ragam kerajinan bernilai tinggi, seperti sofa, pot bunga, bingkai cermin, tas, kopiah, keranjang, meja, alas meja, tempat parfum, toples permen, dan aneka kebutuhan rumah tangga lainnya dengan harga mulai puluhan ribu hingga jutaan rupiah.

Di fase awal secara mandiri, usaha Cut Afni yang diberi merek EG Craft itu bahkan mendapat sambutan negatif bagi masyarakat sekitar. Sambutan negatif ini lah yang menjadikan Cut Afni lebih bersemangat.

Di tahun itu, EG Craft juga mendapat undangan pelatihan di Yogyakarta. Dalam pelatihan selama 10 hari itu, sang suami mewakili usaha EG Craft.

“Alhamdulillah pulang dari Jogya suami buat produk, kami pertama kali pameran di Sabang pada akhir 2017, dalam setengah hari produk kita ludes, kita semakin semangat,” ujar Cut Afni.

Dari waktu ke waktu, EG Craft terus berinovasi dalam menghasilkan produknya. Satu tahun berselang, KOMPAK kembali lagi ke tiga desa tersebut untuk meninjau kondisi kelompok kerajinan yang dibangun pada 2016 silam.

“Alhamdulillah tahun 2018 KOMPAK kembali, mereka memfasilitasi kami dengan program perantaan pasar, kita kemudian banyak dapat peluang dengan pasar, mereka kenalkan kita dengan Sarinah dan lain-lain,” kata Cut Afni.

Ekspansi pasar tersebut menjadi kunci keberhasilan EG Craft. Produk-produk yang dihasilkan EG Craft diminati oleh pasar lokal hingga nasional. Proses pengiriman dilakukan hampir ke seluruh penjuru Nusantara.

Melihat peluang pasar yang menjanjikan, Cut Afni kemudian menjadikan EG Craft sebagai usaha UMKM dengan alamat produksi Desa Kubu, Kecamatan Arongan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat. Berbagai perizinan terus dirampungkan

Setelah perizinan usahanya rampung, EG Craft kemudian mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Pemerintah Aceh melalui Dinas Koperasi UKM Aceh, Universitas Syiah Kuala (USK), Bank Aceh dan pihak-pihak lainnya.

EG Craft juga dilibatkan dalam pameran-pameran kerajinan baik yang digelar pemerintah kabupaten ataupun provinsi. Setelah usaha kerajin tersebut laris di pasaran, anggota kelompok perajin yang sebelumnya telah membubarkan diri, kini kembali bergabung.

Pada pertengahan 2019, Cut Afni merangkul teman-temannya, sehingga EG Craft memiliki 12 perajin. Seiring berjalannya waktu, EG Craft terus berkembang sambil berinovasi dengan kreasi-kreasi produk baru.

Kini, EG Craft memiliki 40 perajin. Omzet EG Craft pun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, di antaranya tahun 2018 (Rp15 juta), 2019 (Rp49 juta), dan 2020 (Rp150 juta).

“Namun, tahun 2021 mengalami kemerosotan, karena di tahun 2020 produk kita banyak laku kemana-mana, sehingga mereka tidak beli lagi di tahun 2021, karena produknya masih tahan,” ucap Cut Afni.

Keunggulan dan Kendala

Sebagai produk kerajinan, EG Craft memiliki sejumlah keunggulan, salah satunya ramah lingkungan. Ini karena bahan baku produk tersebut adalah eceng gondok yang selama ini dianggap sebagai sampah tanpa ada nilai jual.

Melalui produk EG Craft, Cut Afni ingin mengajak anak muda dan ibu rumah tangga untuk memanfaatkan sumber daya sekitar menjadi nilai jual tinggi. Tentunya, ide kreatif dan inovatif harus dimiliki oleh setiap perajin, agar produknya laku di pasaran.

“Keunggulan lainnya adalah EG Craft bisa menambah perekonomian masyarakat dan kita bisa bersihkan sungai-sungai yang daerah kami sumbat dengan eceng gondok,” kata Cut Afni.

Kursi dan meja yang terbuat dari anyaman eceng gondok yang di produksi EG.Craft milik Cut Afni

Cut Afni menyebutkan bahwa produk EG Craft diminati oleh pasar luar negeri. Sayangnya, stok yang dihasilkan EG Craft terbatas, sedangkan importir luar negeri meminta jumlah produk yang lebih banyak.

Kurangnya produk yang dihasilkan tak terlepas dari minimnya sumber daya manusia (SDM) perajin anyaman eceng gondok di usaha milik EG Craft. Di sisi lain, hal ini juga disebabkan terbatasnya bahan baku eceng gondok itu sendiri.

“Kami berharap ke depannya bisa lah eskpor. Kami sekarang butuh pemasok bahan baku kering, karena selama ini kita perajin cari bahan baku sendiri, kita proses hingga anyaman,” harap Cut Afni.

Cut Afni berharap ke depan ada penyuplai bahan baku anyaman dari eceng gondok tersebut, sehingga para perajin bisa fokus dalam menghasilkan produknya.

“Jadi kita fokus mengeyam saja, artinya waktu kita tidak terbagi-bagi, jadi kami selama aini kalau sore cari bahan baku, paginya baru mengayam,” jelas Cut Afni.

Selain di pasar offline, produk EG Craft bisa didapatkan di bermacam market place. Produk ini juga bisa dipesan melalui Instragram EG Craft @eg.craft_.

“Pembeli juga bisa datang langsung ke tempat produksi di Desa Kubu, Kecamatan Arongan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat dan WhatsApp ke nomor 0852 0710 3158,” demikian Cut Afni.

Shares: