HeadlineIn-Depth

Bom Waktu COVID-19 di Aceh

Bom Waktu COVID-19 di Aceh
Ruang RSUZA. (popularitas/dani)

Direktur RSUZA, Azharuddin menjelaskan, pembangunan fasilitas itu, mengingat ruang isolasi yang dimiliki RSUZA hanya enam ruang. Sementara pasien dalam pengawasan (PDP) yang dirawat ada enam orang. Tapi, empat di antaranya sudah dipulangkan karena negatif virus corona.

“Karena itu, tidak ada acara lain, kita tetap melakukan penambahan bed dan ruang isolasi untuk mengantisipasi adanya lonjakan pasien,” kata Azharuddin, Jumat, (20/3/2020).

Pihaknya juga sudah berkordinasi dengan petugas kesehatan yang ada di kabupaten/kota, untuk tetap merawat pasien dengan gejala mirip terinfeksi corona di rumah sakit setempat. Sehingga, tidak langsung dirujuk ke RSUZA, sebelum pasien tersebut masuk dalam kategori suspect.

Hal itu, kata dia juga untuk menghindari penumpukan pasien dengan gejala mirip seperti terinfeksi corona. Sejauh ini, kata dia, rumah sakit di daerah tetap melakukan komunikasi dengan pihaknya, tentang tata cara menangani pasien.

Jika pasien tersebut sudah tahap suspect corona, kata dia, pihaknya akan mengeluarkan surat rujukan dibawa ke RSUZA, untuk penanganan lebih lanjut.

Hanya saja ada individu anggota dewan yang menyatakan seluruh dana Pokir akan diserahkan kepada Pemerintah Aceh untuk dipergunakan menangkal COVID-19 di Aceh.

Di laman facebooknya, populatitas sudah minta izin untuk kutip. Irwan Djohan, anggota DPRA Fraksi Nasdem menawarkan ke Pemerintah Aceh untuk mengalihkan anggaran kegitan pokok pikiran (pokir) miliknya dalam APBA 2020, untuk membantu penanganan virus corona.

Dana Pokir miliknya tersebut, senilai Rp 6 miliar yang masuk dalam APBA 2020. Irwan berharap Pemerintah Aceh bisa menindaklanjuti tawarannya tersebut, untuk membantu segala pencegahan terkait virus corona di Aceh.

“Saya sudah menawarkan pengalihan Pokir saya di dalam APBA 2020 senilai 6 Miliar ke Pak Plt. Gubernur, untuk penanganan Covid-19 di Aceh,” kata Irwan Djohan, Jumat, 20 Maret 2020.

Disamping itu, DPR Aceh akan melakukan koordinasi dengan Pemerintah Aceh untuk membahas soal pencairan belanja tak terduga (BTT) yang ada di APBA 2020 sebesar Rp 181 miliar.

Ketua DPR Aceh, Dahlan Jamaluddin menjelaskan, belanja tak terduga saat ini sangat diperlukan di tengah isu virus corona. Apalagi, Aceh belum memiliki fasilitas yang memadai dalam menghadapi wabah penyakit mematikan itu.

“Kelengkapan penanganan medis sangat sedikit. Alat pelindung diri sangat sedikit, begitu juga untuk tempat isolasi ketika ada pasien awal yuang terindikasi suspact corona,” kata Dahlan di Banda Aceh, Kamis, 19 Maret 2020.

Menurut Dahlan, apabila belanja tak terduga sudah bisa dicairkan, maka akan dipergunakan melengkapi sejumlah fasilitas di rumah sakit yang masih dianggap kurang.

“Dana tak terguna itu harus dimaksimalkan mungkin untuk digunakan untuk upaya pencegahan maupun pelayanan medis dengan menyiapkan semua peralatan medis yang dibutuhkan agar kita bisa memastikan bahwa para tenaga medis bisa bekerja safety,” jelasnya.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Aceh untuk menangkal COVID-19 tak menyebar di Aceh. Dari meliburkan sekolah dan kampus, pembatasan kerja bagi pewagai negeri dan swasta. Hingga mengeluarkan larangan WNA masuk ke Aceh sementara waktu.

Imbauan itu ditandatangani oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh tentang Pencegahan dan Antisipasi Virus Corona (COVID-19) di Aceh. Ada 14 poin dalam seruan itu, pada intinya warga tidak panik, selalu waspada, menjaga kebersihan dan agar sementara waktu mengurangi kontak sosial atau social distance.

Warga diminta lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga. Selama masa libur sekolah diimbau agar tidak bepergian kemana-mana. Termasuk untuk berwisata. Tetapi warga diharapkan beraktivitas di rumah dan keluar bila ada keperluan mendesak.

Namun faktanya, warga tampak masih saja berada di tempat umum. Warung kopi di sejumlah tempat tampak masih sesak dan penuh. Seakan-akan tak ada imbauan apapun. Padahal situasi Nusantara ini sedang darurat nasional menghadapi COVID-19.

Tentunya ini akan menjadi bom waktu terjangkit COVID-19. Karena warung kopi atau tempat umum lainnya, tidak ada yang dapat memastikan siapa yang berada di sekitarnya. Terlebih di warung kopi lintasan lalulintas manusia setiap saat berganti.

Ditambah lagi warung kopi di Banda Aceh belum semua menyediakan hand sanitizer. Ini semakin memperparah kerentanan terpapar COVID-19. Meskipun Aceh sekarang belum terdapat yang positif, tetapi setidaknya social distance dapat dijalankan, dapat memutus mata rantai penyebarannya.

Padahal Pemerintah Kota Banda Aceh telah mengimbau kepada setiap warung kopi agar menyediakan hand sanitizer dan sabun pencuci tangan. Tetapi hingga sekarang banyak warung kopi belum mematuhi imbauan tersebut.

Keresahan ini dituliskan dalam laman facebook Sri Wahyuni. Merasa kecewa melihat masih banyak sepeda motor depan warung kopi malam hari, setelah pemerintah mengimbau warga lebih banyak berada di rumah.

Shares: