HeadlineNews

BKSDA: Konflik Gajah karena Habitatnya Sudah Terusik

BKSDA: Konflik gajah-manusia hampir setiap hari terjadi di Aceh
Arsip Foto. Kawanan gajah liar masuk ke kebun warga di Desa Negeri Antara, Kecamatan Pintu Rime, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, Minggu (10/2/2019). (ANTARA FOTO/IRWANSYAH PUTRA)

ACEH UTARA (popularitas.com) – Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh hingga saat ini masih berupaya mengiring sedikitnya 15 gajah liar yang telah merusak sejumlah rumah dan tanaman warga di empat kecamatan di Kabupaten Aceh Utara.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah 1 Lhokseumawe BKSDA Aceh, Kamaruzzaman mengatakan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh Utara dan pihak terkait lainnya untuk mencari solusi terkait permasalah konflik gajah liar di Aceh Utara.

Menurutnya, menggiring gajah ke habitattnya tidak hanya tugas BKSDA. Tetapi berbagai pihak lainnya, mulai dari pemerintah provinsi, kabupaten/kota, masyarakat di desa, agar saling merangkul untuk cari solusi agar konflik gajah tidak terjadi lagi.

“Karena hasil data di lokasi, lingkungan jelajah gajah tersebut sudah semakin sempit,” kata Kamaruzzaman, Rabu (8/7/2020).

Salah satu penyebabnya kata Kamaruzzaman, yakni aktifitas pembalakan liar, pembukaan lahan menjadi pemicu kawanan gajah terusik. Baik itu aktifitas ilegal maupun tidak legal, karena yang sebenarnya itu memang habitat gajah, dengan pembukaan lahan baru oleh oknum, tempat gajah semakin lama semakin hilang dan ruang lingkupnya sudah sangat sempit.

“Bisa dilihat untuk hutan di lingkungan untuk gajah hampir tak tersisa, kemana gajah itu harus pergi karena memiliki tempat lagi, kita sudah mewanti- wanti, kita mau giring kemana juga tidak tau, sebenarnya konflik gajah ini terjadi karena tempatnya telah diusik,” tuturnya.

Lanjutnya, saat ini perbatasan Bener Meuriah di kawasan Gunung Salak, Geureudong Pase terjadi konflik gajah satu kelompok gajah, dan saat ini mucul lagi kelompok gajah lainya antara kecamatan Simpang Kramat, Kuta Makmur, Nisam Antara.

“Mau kita giring kemana lagi gajah liar itu, posisi gajah itu saat ini teroper-oper sebenarnya, semakin luas masyarakat menggarap lahan di hutan semakin sempit habitat gajah, sehingga terjadi konflik lagi,” jelasnya.

Menurutnya, habitat gajah sudah rusak suplementasi akibat bebarapa kegiatan, hingga pihaknya mengajak bersama-sama untuk melibatkan beberapa pihak untuk mencari solusi dalam menghadapi permasalahan seperti ini.

“Sekarang kita mencoba berdiskusi sekaligus silahturrahmi dengan pemerintah Aceh Utara, semoga mereka juga dalam rangka memberikan kenyaman bagi masyarakat juga terkait konflik satwa ini, tidak ada solusi tunggal, maka penting melibatkan semua pihak juga, jadi tidak cukup dengan BKSDA mengusir gajah liar itu apabila raungan mesin senso di dalam hutan dibiarkan,” tutupnya.[acl]

Reporter: Risky

Shares: