HukumNews

BKSDA Aceh Sita Siamang dari Tokoh Masyarakat di Banda Aceh

Jpeg

POPULARITAS.COM – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyita seekor individu Siamang (Symphalangus syndactylus) dari tangan warga. Selama ini hewan dilindungi ini dipelihara oleh seorang tokoh masyarakat  di Kuta Alam, Kota Banda Aceh.

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, saat petugas BKSDA sebanyak tiga orang dibantu personel Polsek Kuta Alam mendatangi rumah pemilik hewan itu, Kamis (11/1/2018). Mulanya pemilik Siamang itu menolak menyerahkan kepada petugas. Pemilik hewan ini juga meminta kepada petugas agar tidak mempublikasikan identitas dirinya.

“Mulanya agak berat menyerahkan Siamang kepada petugas, karena dia telah pelihara sejak kecil,” kata Sapto Aji Prabowo, Jumat (12/1/2018).

Kendati sempat ditolak oleh pemilik Siamang, sebutnya, petugas kemudian mencoba menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada yang merawat hewan itu, bahwa hewan ini dilindungi oleh undang-undang. Hewan ini hanya boleh dipelihara oleh lembaga konservasi yang memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Yang bersangkutan kemudian bersedia menyerahkan Siamang kepada petugas BKSDA yang mendatangi kediamannya.  Lalu pemilik Siamang jantan berusia 4 tahun telah dipelihara sejak kecil, menandatangani berita acara serah terima hewan tersebut.

“Selanjutnya dibawa ke kandang pemeliharaan BKSDA Aceh untuk diperiksa kesehatan serta dilakukan perawatan,” jelasnya.

Bila sudah dinyatakan sehat dan siap untuk dilepasliarkan, sebut Sapto, akan segera dikembalikan ke habitatnya. Siamang ini merupakan jenis Gibbon, kelestariannya di alam semakin terancam akibat semakin sempitnya habitat serta ancaman perburuan.

Katanya, BKSDA Aceh sendiri akan terus menggalakkan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya melindungi kelestarian satwa liar di Aceh, demi keseimbangan alam dan kepentingan anak cucu kelak. Evakuasi Siamang dari seorang tokoh masyarakat juga menunjukkan komitmen BKSDA Aceh untuk tidak tebang pilih dalam menindak pemeliharaan illegal satwa dilindungi, baik masyarakat biasa, aparat ataupun tokoh masyarakat.

Menurutnya, kepemilikan satwa dilindungi haruslah dalam bentuk Lembaga Konservasi atau penangkaran yang izinnya diterbitkan menteri LHK. Untuk mendirikan Lembaga Konservasi sendiri ada persyaratan seperti kelayakan tempat, kelengkapan fasilitas, penerapan animal welfare (kesejahteraan satwa), serta memberikan edukasi tentang konservasi satwa liar kepada khalayak.

“Di Aceh sendiri saat ini baru ada 1 Lembaga Konservasi serta 3 lainnya dalam proses perizinan dari kementerian,” tutupnya.[acl]

Shares: