News

Bersiap Sekolah Tatap Muka di Tengah Covid-19

Bersiap Sekolah Tatap Muka di Tengah Covid-19
Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Rachmat Fitri HD. Foto modus.com

POPULARITAS.COM – Azizah Mernissi Nuqthah setiap pagi tampak duduk di depan komputer jinjing saban pagi mulai pukul 08.00 WIB di rumahnya di Desa Pagar Air, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar.

Setelah komputer jinjing terkoneksi internet, tangan perempuan 17 tahun itu bergegas mengarahkan kursor ke situs web pembelajaran daring.

Di laman itu, siswa kelas 3 SMA Labschool Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini mengkonfirmasi kehadirannya hari itu. Setelahnya, kursor bergeser ke laman mata pelajaran sesuai jadwal yang telah ditentukan. Menit-menit berikutnya di depan laptop, Azizah mulai larut dengan materi pelajaran yang disajikan secara virtual.

Ini sudah menjadi rutinitas baru bagi Azizah saban pagi dalam beberapa bulan terakhir. Pandemi corona yang melanda Indonesia memaksa siswa sekolah sepertinya untuk belajar dalam jaringan dari rumah. Langkah ini semata-mata untuk mencegah anak-anak di lingkungan sekolah dari paparan virus.

Meski kemungkinan aman dari penyebaran pagebluk, sekolah jarak jauh membuat Azizah merasa terbebani. Terlebih ketika guru memberikan tugas tanpa menjelaskan materi pelajaran.

“Guru kasih tugas, tapi kami belum mengerti materinya. Apalagi kalau matematika, akan sulit bila belajar sendiri,” ujar Azizah, Minggu, 30 Agustus 2020.

Di Aceh, sekolah daring diterapkan sejak 27 Maret 2020. Saat itu terdapat 4 kasus Covid-19, di mana seorang di antaranya meninggal dunia. Melalui Instruksi Gubernur Aceh nomor 04/INSTR/2020, belajar dari rumah untuk siswa sekolah diberlakukan hingga 30 Mei. Belakangan, penerapannya diperpanjang hingga 20 Juni 2020, dengan menerbitkan instruksi baru bernomor 08/INSTR/2020.

Sebelum masa berlaku instruksi itu berakhir, aturan belajar dari rumah dilanjutkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri mengenai pembelajaran pada masa pandemi yang dikeluarkan pada 15 Juni. SKB itu diteken Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri.

Aturan ini menegaskan untuk melanjutkan belajar secara daring bagi sekolah di daerah dengan tingkat penularan virus tinggi, seperti zona merah, oranye, dan kuning. Pembelajaran tatap muka hanya boleh digelar sekolah yang berada di zona hijau dengan tingkat penularan wabah rendah.

Sesudah hampir dua bulan berjalan, pemerintah kemudian mengumumkan revisi isi SKB 4 Menteri, pada 7 Agustus 2020. Hasil penyesuaian itu menetapkan sekolah yang berada di zona kuning juga sudah boleh menggelar pembelajaran tatap muka mengikuti sekolah di zona hijau.

Supaya menjaga siswa di daerah yang boleh tatap muka terhindar dari corona, Dinas Pendidikan Aceh dan Kantor Wilayah Aceh Kementerian Agama Indonesia mengeluarkan surat edaran mengenai protokol kesehatan untuk sekolah yang tak belajar daring.

Prosedur operasional itu mengatur satu ruang kelas hanya boleh diisi maksimal 18 siswa dan berjaga jarak 1,5 meter. Siswa juga dilarang untuk berkerumunan.

“Semua protokol kesehatan itu diterapkan di sekolah yang tatap muka,” ujar Zulkifli, Kepala Bidang SMA, Dinas Pendidikan Aceh, Selasa, 2 September 2020.

Khusus sekolah tingkat SMA dan SMK yang belajar daring, tenaga pengajar diharuskan tetap mengajar dari sekolah. Itu dinilai memudahkan kepala sekolah dan pengawas sekolah memantau proses belajar dan mengajar, serta mengevaluasi kendala saat belajar daring.

“Yang di rumah itu adalah hanya siswa,” tutur Zulkifli.

***

Pagi belum terang. Jarum jam masih bertengger pada angka 5 ketika ratusan santri Dayah Terpadu Inshafuddin Banda Aceh beranjak dari tempat tidur. Mereka lalu bergegas ke musala yang berada dalam kompleks pesantren di Desa Lambaro Skep, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh, Aceh.

Di musala, ratusan santri melaksanakan salat Subuh berjamaah. Sesudah itu dilanjutkan dengan melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Saat matahari terbit di ufuk timur, satu per satu santri meninggalkan musala untuk mandi dan sarapan.

“Sekitar pukul 7.30 WIB baru mulai masuk kelas untuk belajar,” kata Ustaz Muhammad Syukri, seorang tenaga pengajar di pesantren itu, Senin, 31 Agustus 2020.

Meski kasus pandemi belum melandai di Aceh, Dayah Inshafuddin sudah menerapkan pembelajaran tatap muka sejak 7 Agustus 2020. Saat itu santri yang baru datang dari kampung diperiksa suhu tubuh dan barang bawaan juga disemprot disinfektan setiba di sana.

Santri yang baru memondok di pesantren tidak diizinkan bertemu dengan orang di luar pesantren selama 14 hari, termasuk orang tua. Aturan ini bagian dari penerapan protokol kesehatan pencegahan virus corona.

“Kalau mau antar barang, harus dititipkan di pos,” ujar Syukri yang juga Wakil Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Dayah Terpadu Inshafuddin.

Setelah dua pekan menetap di pondok, santri sudah boleh menemui keluarga yang datang menjenguk. Namun keluarga hanya diperkenankan bertamu di pos satpam.

“Ke dalam kompleks dayah sama sekali enggak boleh masuk,” tutur Syukri.

Di Dayah Terpadu Inshafuddin terdapat sekitar 600 santri laki-laki dan perempuan dari tingkat SMP dan SMA. Selama pandemi, keluar-masuk dan interaksi santri ke luar kompleks pesantren sangat dibatasi. Saat beraktivitas sehari-hari santri diwajibkan memakai masker dan sering mencuci tangan.

Untuk memastikan santri menerapkan protokol kesehatan, pengurus pesantren membentuk Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Selain pengawasan, tim ini juga bertugas menyemprot disinfektan ke seluruh bangunan pesantren dalam tiga hari sekali.

“Tergantung keadaan. Kadang-kadang ada juga sehari sekali,” kata Syukri.

Meski semua santri menetap di pesantren, Syukri menjelaskan, tidak semua guru tinggal di sana. Terhadap tenaga pengajar yang harus pulang-pergi pesantren, tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menerapkan pemeriksaan ketat. Misalnya memeriksa suhu tubuh dan wajib mencuci tangan serta bermasker saat masuk kompleks pesantren.

Dengan penerapan protokol kesehatan ketat saat pertama masuk, pengurus pesantren tidak lagi memberlakukan jaga jarak antar santri saat proses belajar mengajar. Santri juga disebut bakal aman dari virus corona.

“Karena kami di sini seperti tinggal dalam satu rumah, jadi kegiatannya seperti biasa,” tuturnya.

Pendidikan Tak Boleh Berhenti

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh, Drs. H.  Rachmat Fitri HD, MPA menyampaikan, pendidikan tidak boleh berhenti dalam kondisi apapun, meskipun di tengah pandemi yang mengharuskan belajar tatap muka ditiadakan.

Pendidikan tetap harus dilaksanakan kendati harus dilakukan secara Belajar Dari Rumah (BDR) atau lebih dikenal dengan sebutan belajar daring. Setiap sekolah tetap harus bekerja keras untuk memenuhi pendidikan untuk peserta didik di tengah pandemi.

Menurutnya, harus ada langkah kongkrit secara bersama-sama mewujudkan cita-cita anak negeri ini. Agar peserta didik di Aceh bermutu dan berdaya saing  dan itu menjadi prioritas utama dunia pendidikan di Serambi Makah.

Rachmat Fitri menyampaikan cukup terharu, setelah mendengan laporan Kepala SMA Negeri Unggul Darussa’adah, Kluet Raya, Aceh Selatan, Haniatun, SE, yang menyampaikan bahwa guru-guru di sekolah tersebut mengantar dan menjemput bahan belajar untuk siswa sesuai jadwal yang telah ditentukan.

“Ini luar biasa gerakan yang dilakukan dewan guru kita di sekolah ini dan hendaknya menjadi contoh untuk diikuti oleh sekolah lainnya di seluruh Aceh,” ucapnya.

Dengan adanya peran aktif sekolah, sebutnya, pendidikan di tengah pandemi tetap dapat berjalan dengan baik.  Perlu ada kebersamaan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, agar peserta didik di Aceh dapat menembus 10 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) unggulan di tanah air.

“Tentunya kerja keras ini perlu melibatkan semua pihak di Provinsi Aceh,” ujar Haji Nanda, sapaan akrab Kepala Dinas Pendidikan Aceh ini.

Menurut Kadisdik Aceh, ikhtiar mencapai kualitas lulusan SMA di Aceh agar berada pada derajat daya saing ditingkat nasional merupakan sebuah upaya yang mesti digerakkan secara sinergis.

Untuk mendukung pembelajaran jarak jauh, Dinas Pendidikan Aceh telah menyalurkan kartu perdana berkouta internet untuk seluruh Aceh selama belajar daring dampak pandemi Covid-19.

Penyaluran kouta internet tersebut dilakukan guna membantu meringankan beban siswa maupun guru dalam mengkuti proses belajar mengajar (PBM) secara daring.

Rahmat Fajri menyebutkan, dalam rangka memastikan siswa bisa mengikuti balajar daring tanpa terkendala kouta, pihaknya melalui sekolah-sekolah SMA dan sederajat sudah mendistribusikan kuota internet ke pelajar di daerah setempat.

Kouta internet belajar yang disalurkan tersebut berupa kartu perdana operator Telkomsel. Dalam penyaluran kartu perdana berkuota internet khusus untuk belajar tersebut disalurkan langsung oleh sekolah masing-masing.

Bersiap Belajar Tatap Muka

Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Rahmat Fitri telah meminta kepada seluruh Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan (SMA/SMK) untuk membentuk Satgas Covid-19 di sekolah. Pembentukan ini dilakukan dalam rangka persiapan menuju pembelajaran tatap muka.

Selama pandemi Covid-19 melanda secara global. banyak kegiatan tatap muka ditiadakan untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona. Tak terkecuali dunia pendidikan, semua tingkatan terpaksa harus menerapkan belajar secara daring maupun luring.

Rahmad Fitri mengaku, sejak sepekan terakhir ini telah keliling Aceh dan mengunjungi tempat pendidikan untuk memastikan sekolah sudah memiliki fasilitas sesuai protokol kesehatan Covid-19. Seperti tempat cuci tangan, pembentukan Satgas Covid-19 dan sejumlah upaya pencegahan lainnya.

“Kita keliling Aceh ini untuk memastikan semua sekolah sudah ada Satgas Covid-19,” kata Rahmad Fidtri, Kamis (8/10/2020) via telepon genggamnya.

Menurut Rahmat, pembentukan Satgas Covid-19 di sekolah dalam rangka persiapan untuk belajar tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan. Bila semua sekolah sudah memiliki fasilitas dan kesiapan sesuai protokol kesehatan cegah virus corona, baru kemudian diizinkan belajar secara langsung.

“Bagi yang belum ada Satgas sekolah kita tidak izinkan,” jelasnya.

Untuk membuka kembali belajar tatap muka, sebut Rahmat, yang pertama harus diperhatikan adalah pembentukan Satgas Covid-19 di sekolah. Makanya ia bersama tim berulang-ulang melakukan pemantauan kesiapan sekolah menuju belajar tatap muka di tengah pandemi dengan menerapkan protokol kesehatan.

Sekolah Tak Patuh Prokes Dilarang Tatap Muka

Rachmat Fitri HD sempat melakukan kunjungan ke seluruh Aceh untuk memantau perkembangan keberlangsung pendidikan di tengah pandemi sejak awal Oktober 2020 tingkat Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK).

Pagebluk Covid-19 di Serambi Makah memaksakan seluruh dunia pendidikan dihentikan secara tatap muka. Upaya ini dilakukan untuk melindungi siswa-siswi terpapar dari virus asal Wuhan, China ini.

Pembelajaran secara daring mulai diterapkan sejak 27 Maret 2020. Saat itu terdapat 4 kasus Covid-19, seorang di antaranya meninggal dunia. Melalui Instruksi Gubernur Aceh nomor 04/INSTR/2020, belajar dari rumah untuk siswa sekolah diberlakukan hingga 30 Mei. Belakangan, penerapannya diperpanjang hingga 20 Juni 2020, dengan menerbitkan instruksi baru bernomor 08/INSTR/2020.

Sebelum masa berlaku instruksi itu berakhir, aturan belajar dari rumah dilanjutkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri mengenai pembelajaran pada masa pandemi yang dikeluarkan pada 15 Juni. SKB itu diteken Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri.

Sesudah hampir dua bulan berjalan, pemerintah kemudian mengumumkan revisi isi SKB 4 Menteri, pada 7 Agustus 2020. Hasil penyesuaian itu menetapkan sekolah yang berada di zona kuning juga sudah boleh menggelar pembelajaran tatap muka mengikuti sekolah di zona hijau.

Pembelajaran jarak jauh yang berlaku secara nasional ini untuk melindungi siswa terpapar virus corona. Selain itu untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 lebih luas di Serambi Makah maupun sejumlah provinsi lainnya seluruh Indonesia.

Rachmat mengaku, berkunjung ke sejumlah sekolah seluruh Aceh selain memastikan keberlangsungan pendidikan di tengah pandemi. Pihaknya juga memastikan sekolah sudah siap secara perangkat pencegahan  Covid-19 untuk membuka belajar tatap muka.

Setiap sekolah diwajibkan patuh terhadap protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Seperti menyediakan tempat cuci tangan dengan air mengalir dan tersedia sabun. Adanya Satgas Covid-19 khusus di sekolah, hingga meminta semua siswa dan guru menggunakan masker.

Begitu juga melakukan edukasi apa saja yang harus dilakukan pihak sekolah untuk memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah. Sehingga dapat menghambat penyebaran virus corona tersebut.

“Sekolah yang tidak patuh terhadap protokol kesehatan dilarang melakukan pembelajaran tatap muka,” kata Rachmat Fitri.

Upaya lain yang disosialisasikan, sebutnya, setiap siswa saat berangkat dari rumah sudah terlebih dahulu berwudhuk dan menggunakan masker. Ini dilakukan ikhtiar untuk mencegah penularan Covid-19 saat sekolah mulai belajar secara tatap muka.

Begitu juga pembatasan jumlah siswa dalam lokal. Sesuai yang dianjurkan pemerintah pusat berjumlah antara 10 sampai 15 siswa dalam satu lokal. Jam belajar juga dipersingkat. Bila siswa terlalu banyak pihak sekolah diberi kewenangan untuk membuat sift belajar agar tidak terlalu banyak berkerumun dalam satu waktu.

“Guru harus memastikan tidak terjadi kerumunan, baik waktu istirahat maupun waktu pulang,” tukasnya.[adv]

Shares: