NewsPolitik

Bendera, Bisakah Buat Rakyat Aceh Sejahtera?

Memasuki masa pemerintahan baru Irwandi-Nova, isu pengibaran bulan-bintang kembali mencuat. Angin itu muncul saat sidang paripurna penutupan masa persidangan IV DPR Aceh.
Pj Gubernur Aceh sahuti keinginan Mualem terkait pergantian Azhari Cage
Azhari Cage mengikat bendera sebelum menyerahkan kepada Wagub Aceh pada 2017 silam di gedung DPRA. Foto: Ist

BANDA ACEH – Memasuki masa pemerintahan baru Irwandi-Nova, isu pengibaran bulan-bintang kembali mencuat. Angin itu muncul saat sidang paripurna penutupan masa persidangan IV DPR Aceh. 

Aksi salah satu anggota dewan fraksi Partai Aceh (PA) Azhari Cage, menyerahkan bendera bulan bintang kepada wakil gubernur Aceh Nova Iriansyah, mewarnai penutupan sidang yang berlangsung di gedung utama DPR Aceh, Selasa 31 Okteber 2017.

Dinamika soal pengibaran bulan bintang telah lama menjadi polemik di tengah pemerintahan Aceh, di masa pemerintahan sebelumnya, saat di pimpin oleh tokoh eks kombatan pasangan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, pengibaran bintang bulan menjadi pro kontra antara eksekutif dan legislatif. Beberapa aksi percobaan untuk menaikkan bendera pun sempat terjadi.

Bendera bulan bintang memang sudah sah secara hukum sebagai bendera Aceh, sebagaimana tertuang dalam Qanun nomor 3 Tahun 2013. Kendati demikian, paska disahkan qanun tersebut empat tahun lalu pengibaran bendera juga belum dilakukan. Hal itu disebabkan faktor kebijaksanaan antara Aceh dan Pemerintah Pusat yang masih berbeda pandangan terkait simbol dari bendera itu sendiri.

Di era pemerintahan baru Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah, akankah pengibaran bendera ini terwujud dan berdampak kepada kesejahteraan rakyat Aceh?

Salah seorang warga asal Ulee Kareng,  Banda Aceh, Lisna berpandangan polemik pengibaran bintang bulan baginya bukanlah hal nomor satu yang harus diperhartikan oleh pemerintah Aceh saat ini. Baginya, hal yang harus dibenahi pemerintah adalah bagaimana mensejahterakan masyarakat.

Lisna melihat kondisi Aceh hari ini masih jauh dari kata sejahtera. Pengangguran masih banyak dan masyarakat di Aceh masih haru diperhatikan.

Cuba kalon aneuk muda mantong rame yang pengangguran, bahkan yang ka sarjana hana tuho dijak. (Coba lihat anak muda masih banyak yang pengangguran, bahkan yang sudah sarjana tidak tahu kemana harus pergi),” tutur Lisna yang berprofesi sebagai penjual nasi.

Sembari melayani pembeli,  Lisna menceritakan tentang bagaimana kondisi masyarakat yang ada di Aceh, ia mengaku kondisi masyarakat Aceh hari ini  masih susah dan banyak yang belum mempunyai rumah layak huni.

“Baru-baru ini saya dengar seperti di wilayah Barat Selatan, katanya masih ada masyarakat yang tinggal di rumah beralaskan tanah,” jelasnya.

Lisna meminta, pemerintah tidak hanya heboh membicarakan soal bendera.  Menurutnya, masyarakat tidak terlalu memikirkan hal tersebut namun bagaimana pemerintah bisa mengayomi masyrakat dengan baik.

“Buat apa rebut soal bendera sementara kita Aceh masih banyak persoalan lain yang harus dilakukan, Kamoe masyarakat hana tat mupom soal bendera nyan, peu keuh singoh nyo kana bendera tanyo bisa maju, hana cit kon? (Kami masyarakat tidak terlalu mengerti soal bendera itu, apakah nanti ketika sudah ada bendera kita bisa maju, tidak juga kan?),” curhatnya.[acl]

Zuhri Noviandi

Shares: