NewsParlementaria DPR Aceh

Begini Tanggapan Dua Anggota DPR Aceh Terkait Upaya Pemerintah Kaji Perda Penghambat Investasi

BANDA ACEH (popularitas.com) – Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebutkan ada beberapa peraturan daerah yang dianggap menghambat investasi di Indonesia. Untuk itu, pihaknya diminta oleh Presiden RI Joko Widodo untuk mengkaji perda yang dinilai berpotensi menghambat investasi tersebut.

Namun, dalam wawancaranya seperti dilansir Antara News, Jumat, 8 November 2019, Jaksa Agung ST Burhanuddin tidak menyebutkan perda mana saja yang dinilai mengganggu iklim investasi tersebut. Lantas bagaimana dengan sejumlah Perda (Qanun) di Aceh, semisal Qanun Syariat Islam?

Terkait hal ini, dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menjawab popularitas.com, menyebutkan tidak ada Perda (Qanun) di Aceh yang dinilai mengganggu iklim investasi. Hal ini termasuk Qanun Syariat Islam yang sering mendapat sorotan dari orang-orang di luar Aceh.

“Tidak ada qanun yang menghambat investasi, kalau ada silakan tunjukkan,” kata anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh, Iskandar Usman Al Farlaky.

Wakil rakyat dari Dapil Aceh Timur ini juga mengatakan Qanun Syariat Islam yang telah disahkan sejak tahun 1999 juga dinilai tidak mengganggu iklim investasi di Aceh. Jika pun ada, dia menduga opini tersebut dibangun oleh kelompok anti-Syariat Islam. Apalagi selama ini kata Iskandar banyak kelompok atau individu yang tidak pro dengan pelaksanaan syariat Islam di Aceh.

“Aceh berhak menentukan aturannya sendiri sebagai daerah khusus dan istimewa. Bahkan pola kehidupan di masyarakat juga jelas bagaimana hubungan antara Islam dengan non-Muslim,” ujar Iskandar.

Hal senada disampaikan anggota DPRA dari Fraksi PAN, Asrizal H Asnawi. Meskipun demikian, dia tidak menampik adanya penyesuaian terhadap pemberlakuan Qanun Syariat Islam di Aceh pada awal-awal pemerintahan Irwandi-Nova. “Di awal-awal pasangan Irwandi-Nova ini dilantik pasca menghadap Presiden Jokowi, kan sempat beredar rumor bahwa akan ada penyesuaian Qanun Syariat Islam sampai mekanisme hukum cambuk di dalam lapas,” ungkap Asrizal.

Meskipun demikian, Asrizal menilai belum ada satu pun qanun atau Perda di Aceh yang mengganggu investasi. Politisi dari Aceh Tamiang ini bahkan menyebutkan Aceh saat ini membuka peluang selebar-lebarnya untuk iklim investasi di daerah tersebut. Asrizal justru menilai minimnya investor yang serius berinvestasi di Aceh lebih disebabkan faktor manusianya.

“Kondisi Aceh minim investasi bukan pada regulasinya, tapi lebih kepada manusianya, termasuk pejabat-pejabatnya yang belum mampu mengundang investor ke Aceh,” kata Asrizal.

Dia kemudian mencontohkan dengan nasib PT Semen Indonesia yang sempat membangun pabrik di Laweung, Pidie, beberapa waktu lalu. Namun, perusahaan tersebut justru hilang sebelum sempat beroperasi. “Sudah datang dan mulai membangun, tetapi harus pergi tanpa berita,” ungkap Asrizal.

Asrizal menyebutkan kepergian PT Semen Indonesia tersebut justru bukan disebabkan oleh Perda Syariat. Namun, lebih disebabkan oleh sikap pejabat yang menurutnya tidak memperdulikan keluhan dan keberadaan investor di Aceh.

Pun begitu, Asrizal tetap berharap kajian yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap berbagai perda tersebut tidak menyudutkan Qanun Syariat Islam di Aceh. “Saya berharap Perda (Qanun) Syariat Islam di Aceh tidak masuk dalam perda-perda yang dianggap menghambat investasi,” pungkas Asrizal.* (BNA)

Shares: