Headline

Batas Aceh Sumut tidak sesuai MoU Helsinki, Nova temui Wali Nanggroe Aceh

Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menemui Wali Nangroe Aceh, PYM Malik Mahmud Alhaytar, guna membicarakan polemik terkait dengan batas wilayah provinsi ini dengan Sumatera Utara. Dalam pertemuan yang berlangsung di Muligoe Wali Nanggroe, Jumat, 10 Juli 2020, keduanya membahas perihal berbagai persoalan terkait dengan penyelesaian perbatasan kedua provinsi, dengan merujuk pada perjanjian damai RI dan GAM yang tertuang dalam MoU Helsinki, yang ditandatangani pada 15 Agustus 2006 lalu.
Batas Aceh Sumut tidak sesuai MoU Helsinki, Nova temui Wali Nanggroe Aceh
Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dan Wali Nanggroe, PYM Malik Mahmud Alhyatar, usai berdiskusi mengenai perbatasan Aceh-Sumut berdasarkan perjanjian MoU Helsinki. FOTO : ist

BANDA ACEH (popularitas.com) : Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menemui Wali Nangroe Aceh, PYM Malik Mahmud Alhaytar, guna membicarakan polemik terkait dengan batas wilayah provinsi ini dengan Sumatera Utara. Dalam pertemuan yang berlangsung di Muligoe Wali Nanggroe, Jumat, 10 Juli 2020, keduanya membahas perihal berbagai persoalan terkait dengan penyelesaian perbatasan kedua provinsi, dengan merujuk pada perjanjian damai RI dan GAM yang tertuang dalam MoU Helsinki, yang ditandatangani pada 15 Agustus 2006 lalu.

Dalam pertemuan tersebut, Plt Gubenur Aceh, dan Wali Nanggroe, menyepakati untuk pembentuk tim bersama, guna membahasa dan menelusuri tapal batas Aceh dan Sumatera, sebagaimana yang termaktub dalam hasil perundingan di Helsinki 14 tahun yang lalu.

Wali Nanggroe Aceh, PYM Malik Mahmud Alhaytar, dalam kesempatan itu menerangkan bahwa, dari penjelasan Plt Gubernur Aceh, diakui bahwa belum ada batasan yang terang antara kedua provinsi, dan selajutnya telah disepakati pembentukan tim yang bekerja untuk melakukan telaah atas keputusan Pemerintah RI yang telah menetapkan batasan Aceh dan Sumut melalui Permendagri pada 2020 kemarin.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah pusat, melalui Direktorat Toponimi dan Batas Derah, Dirjen Bina Adminitrasi Kewilayahan, Kementrian Dalam Negeri, telah mengesahkan sembilan Permendagri, terkati dengan batas antara kabupaten dan kota yang mencakup wilayah Aceh dan Sumatera Utara.

Batas wilayah, yang diatur dalam Permedagri tersebut, adalah , batas daerah Kabupaten Gayo Lues dengan Kabupaten Langkat melalui Permendagri No. 27 Tahun 2020. Selanjutnya adalah Permendagri No. 28 Tahun 2020 tentang batas daerah Kabupaten Aceh Tamiang dengan Kabupaten Langkat.

Permendagri No. 29 Tahun 2020 tentang batas daerah Aceh Tenggara dengan Kabupaten Karo dan Permendagri No. 30 Tahun 2020 tentang batas daerah Kabupaten Aceh Singkil dengan Kabupaten Tapanuli Tengah. Selanjutnya adalah Permendagri No. 31 Tahun 2020 tentang batas daerah Kota Subulussalam dengan Kabupaten Dairi.

Batas daerah Kab Aceh Tenggara dengan Kabupaten Dairi, diatur melalui Permendagri No. 32 Tahun 2020. Sementara Permendagri No. 33 Tahun 2020 tentang batas daerah Kabupaten Aceh Tenggara dengan Kab Langkat, Permendagri No. 34 Tahun 2020 tentang batas daerah Kota Subulussalam dengan Kabupaten Pakpak Bharat, dan Permendagri No.35 Tahun 2020 tentang batas daerah Kabupaten Aceh Singkil dengan Kabupaten Pakpak Bharat.

PYM Malik Mahmud melanjutkan, dari Permendagri tersebut, akan belum jelas batasan yang dimaksud dengan aturan tersebut, dan sebagaimana yang termaktub dalam MoU Helsinki. Dan, jika mengacu pada perundingan damai RI dan GAM, secara jelas disebutkan, poin 1.1.4 perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956.

Nah, sambung Wali Nanggroe, saat perundingan tersebut, rujukan perbatasan 1956 tersebut merupakan usulan dari Pemerintah RI kepada GAM. Namun masalahnya, kita sampai sekarang belum tau petanya bagaimana.

Sebagai orang yang terlibat langsung dalam proses perundingan, Wali Nanggroe mengaku sudah beberapa kali meminta peta perbatasan 1 Juli 1956 kepada Pemerintah RI, namun sampai sekarang dokumen itu tidak diserahkan.

Menurut mantan Perdama Menteri GAM itu, dirinya telah berulang kali mempertanyakan hal tersebut kepada Wapres Jusuf Kalla, dan Hamid Awaluddin. Dan pada 2016 lalu, sambungnya, dirinya telah pergi langsung ke Badan Informasi Geospasial (BIG) di Bogor untuk menanyakan hal itu. “BIG hanya bisa memberi data, jika Presiden yang meminta,” tandasnya.

Karena itu, sambung Wali Nanggroe, dalam pertemuan dirinya dengan Plt Gubernur Acehe, nantinya tim yang akan dibentuk pihaknya, akan mencari fakta, dan sekaligus menemui Presiden RI Joko Widodo, guna memeriksan perbatasan Aceh Sumut secara lengkap dengan mengacu pada perjanjian Mou Helsinki.

Keanggotaan tim tersebut, kata Wali Nanggroe menjelaskan, nantinya akan diisi oleh pihak berkompeten, yakni Pemerintah Aceh, DPR Aceh, DPRK  perbatasan langsung, Ulama, tokoh masyarakat, ahli sejarah, danpihak lain yang memiliki keahlian dan kompetensi. (sky)

Shares: