FeatureHeadline

Balada Mahasiswa di Tengah Wabah Corona

Balada Mahasiswa di Tengah Wabah Corona
Ulfa (20), saat membuat tugas dari kampus di rumah saudaranya di Gampong Gu, Kecamatan Kuta Baroe, Kabupaten Aceh Besar, Rabu, 15 April 2020. (Istimewa)

BANDA ACEH (popularitas.com) – Jemari lentik itu terlihat lincah menari di atas tuts keyboard lebtop 14 inci berpindah dari satu tombol ke tombol lainnya. Beberapa buku yang menjadi referensi tampak tak beraturan di samping gadis belia itu.

Tulisan arab tampak di layar laptop berwana hitam. Ulfa mahasiswi Fakultas Adab Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, hari itu Rabu (15/4/2020) sedang menyelesaikan tugas kuliahnya.

Sebulan sudah dia melakukan aktivitas kampus di rumah, selama diliburkan akibat pandemi Covid-19 mulai mewabah di Aceh. Tugas demi tugas ia kerjakan di rumah yang terletak di Gampong Gu, Kecamatan Kuta Baroe, Kabupaten Aceh Besar.

Gadis belia berusia 20 tahun ini tampak serius menatap layar laptop di depannya. Jemarinya terus saja bergerak , terkadang lupa memperhatikan apa yang ada di sekitarnya.

Namun ia juga masih kewalahan belajar secara daring. Karena tidak semua materi bisa diserapnya dengan gampang seperti saat dosen menjelaskan di kelas secara tatap muka.

Pandemi Covid-19 di Indonesia dan Presiden Jokowi telah menetapkan bencana nasional non-alam. Memaksakan seluruh lembaga pendidikan meniadakan belajar tatap muka, termasuk UIN Ar-Raniry, Banda Aceh sejak 16 Maret 2020 hingga sekarang.

Akibat penghentian kuliah tatap muka, hampir seluruh mata kuliah menerapkan proses belajar secara daring. Selain itu, ada juga mata kuliah yang hanya memberikan tugas atau pekerjaan rumah.

Selama proses belajar daring, Ulfa mengalami banyak kesulitan. Mulai dari borosnya paket data internet, hingga lelah mengerjakan tugas-tugas kampus. Ini merupakan ujian pertama bagi Ulfa yang masih duduk di semester 2 bangku perkuliahan.

Minimnya referensi bacaan saat mengerjakan tugas. Semakin mempersulit Ulfa menjalani belajar secara daring. Karena buku-buku yang dibutuhkan, hanya tersedia di perpustakaan.

“Perpustakaan tutup total,” ucapnya.

Selama kampus meliburkan perkuliahan tatap muka. Ulfa mengaku memilih pulang ke rumah saudaranya di kawasan Aceh Besar. Sebelumnya, Ulfa tinggal di kos yang berada  di kawasan Kopelma Darussala, Kota Banda Aceh.

“Keterbatasan akses internet pada suatu daerah sehingga susah untuk dijangkau, apalagi untuk mengakses kepada teman-teman yang tinggal jauh dari kota,” sebut Ulfa.

Selama belajar daring, Ulfa juga mengalami kesulitan memahami materi yang diberikan dosen. Apalagi, terdapat beberapa materi yang butuh praktek langsung.

“Tidak semua materi bisa diserap, karena beberapa materi membutuhkan praktek langsung,” ujar gadis asal Kabupaten Pidie itu.

Di sisi lain, Ulfa juga mengalami kesulitan saat para dosen memberi tugas secara serentak, sehingga membuat mahasiswa pusing. Bahkan, mereka juga dikejar dengan batas waktu pengerjaannya.

“Tugas yang diberikan secara bersamaan dengan MK lain, tugas yang diberikan terlalu banyak dan tenggat waktu yang diberikan terlalu singkat. Itu mungkin kendalanya,” tutur Ulfa.

Meski demikian, Ulfa menyadari bahwa tugas yang diberikan para dosen memang hak dan kewajibannya sebagai seorang pengajar. Sebagai mahasiswa, ia wajib menaatinya dan menjalankan sebagaimana mestinya.

“Cara mensiasatinya ya seperti niat, berusaha menyelesaikan tepat waktu, bersungguh-sungguh dan menyelesaikan tugas dengan tidak memaksakan diri,” kata Ulfa.

Ulfa memang bukan sendiri mengalami hal itu. Ada ribuan mahasiswa dan siswa sekarang belajar metode jarak jauh. Mempergunakan teknologi informasi, melalui berbagai aplikasi yang disediakan provider.

Inilah balada mahasiswa yang dihadapi di tengah pandemi Covid-19. Selain sulit mendapatkan referensi bacaan, hingga butuh kuota internet yang banyak. Ulfa pun cukup merasakan dampak itu semua.

Hal itu juga dirasakan sejumlah mahasiswa lainnya. Kendati beda universitas, fakultas dan jurusan, beda pula proses belajar mengajarnya. Hal ini seperti yang dirasakan Fahmi, seorang mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh.

“Dari semua kendala yang paling terasa di kuota internet, karena ini sangat memberatkan, kami dituntut untuk punya banyak kuota, apalagi kuliah yang pakai aplikasi zoom. Ini yang terasa berat,” kata Fahmi.

Pemuda berusia 23 tahun itu merupakan mahasiswa semester 10 Jurusan Teknik Elektro di Unsyiah. Semenjak virus corona dan kampus memutuskan libur, ia memilih pulang ke kampung halamannya di Desa Meunasah Timu, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen.

Sebelumnya, Fahmi menetap di sebuah rumah kos di Kopelma Darussalam, Kota Banda Aceh. Saat kondisi masih normal, aktivitasnya sebagai mahasiswa berjalan lancar, apalagi lokasi rumah kos dengan kampus sangat dekat.

“Saat keadaan seperti ini mau tidak mau ya harus beli kuota untuk menyelesaikan tugas di rumah, kalau nggak ya terpaksa harus cari wifi di luar,” jelas Fahmi.

Karena sudah berada di semester 10, Fahmi termasuk orang yang beruntung. Sebab, ia hanya memiliki sisa 3 mata kuliah (MK) atau secara keseluruhan memiliki 10 SKS. Tiga mata kuliah ini merupakan yang tersisa sebelum ia menyelesaikan tugas akhir (skripsi).

“Jadi 10 SKS itu kebetulan jadwalnya hari Kamis, jadi setiap Kamis saya stanby di warkop yang ada wifi di Keude Matang, untuk kuliah online,” kata Fahmi.

Meski sudah menerapkan kuliah online, bagi Fahmi hal itu tak berjalan maksimal. Materi yang disampaikan bahkan sangat jauh berbeda dengan kuliah tatap muka.

“Untuk materi yang disampaikan pun dibandingkan kuliah tatap muka, tentu saja kami tidak dapat menyerap semua materi yang diberikan, apalagi MK yang susah,” jelas Fahmi.

Selain itu, Fahmi juga dihadapkan dengan banyaknya tugas yang diberikan para dosen. Meski hanya tersisa 3 mata kuliah, tetapi ia tetap merasakan kesulitan.

“Kalau kuliah biasa kadang-kadang ada MK yang nggak ada tugas, nah sekarang semua MK dikasih tugas dan itu setiap pertemuan, jadi untuk tugas lumayan lah,” katanya.

Fahmi berharap, wabah virus corona dapat segera berlalu dan ia bisa kembali kuliah normal seperti biasanya. Apalagi, ia sangat ingin menyelesaikan kuliahnya segera mungkin, lalu mencari kerja untuk bekal pernikahan.[acl]

Reporter: Muhammad Fadhil

Shares: