HeadlineNews

Antara Hak Angket dan Pelantikan Gubernur Aceh Definitif

Sah, Nova Iriansyah Resmi Jadi Gubernur Aceh
Nova Iriansyah saat tiba di gedung DPRA. (Popularitas/dani)

 – Surat keputusan presiden (Keppres) tentang pemberhentian Irwandi Yusuf sebagai gubernur Aceh masa jabatan 2017-2020 sempat mengendap di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) nomor 73/P tahun 2020 tanggal 17 Juli 2020 tentang penetapan atau pengesahan pemberhentian Irwandi Yusuf sebagai gubernur Aceh masa jabatan tahun 2017-2022, sebenarnya sudah diterima di DPRA sejak 12 Agustus 2020 di ruang Wakil Ketua III DPRA.

Keppres tersebut sempat mengendap di dewan lebih kurang dua bulan. Baru muncul ke publik sekitar medio Oktober 2020. Pihak dewan tidak memprosesnya saat itu.

Padahal dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) pasal 23 ayat (1) huruf d disebutkan, DPR Aceh memiliki tugas serta kewenangan mengusulkan pengangkatan atau pemberhentian Gubernur atau Wakil Gubernur kepada Presiden RI melalui Menteri Dalam Negeri.

Selama rentang waktu itu, legislatif dan eksekutif sedang tidak harmonis. Bermula Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah melakukan refocusing Anggaran Pendapatan Belanja (APBA) untuk penanganan Covid-19.

Pihak legeslatif sempat meradang, karena dalam proses pengalihan anggaran tersebut tidak dikonsultasikan dengan pihak DPRA. Eksukutif dinilai oleh legislatif berjalan sendiri, tanpa ada koordinasi.

Mulai dari situlah hubungan eksekutif dan legislatif mulai stagnan. Komunikasi kedua lembaga Negara ini mulai memburuk. Hingga berbuntut legislatif membatalkan sepihak proyek multi years.

Hubungan kedua lembaga ini terus memanas. Pro-kontra bermunculan setelah legislatif membatalkan proyek tahun jamak itu. Beberapa kali pihak DPRA memanggil Plt Gubernur Aceh untuk meminta penjelasan, termasuk dalam laporan pertanggungjawaban APBA, Nova Iriansyah selalu mangkir. Hanya dihadiri oleh Sekda dan beberapa pejabat lainnya.

Pihak legislatif pun semakin murka. Hingga akhirnya bergulir hak angket dan interpelasi. Pada tanggal 25 September 2020 digelarlah rapat paripurna yang dihadiri langsung oleh Plt Gubernur Aceh, setelah beberapa kali mangkir.

Rapat paripurna tersebut dalam rangka penyampaian jawaban atau tanggapan Plt Gubernur Aceh terhadap penggunaan Hak Interpelasi DPRA.

Hak interpelasi itu diusulkan oleh 58 anggota DPR Aceh. Dalam materi interpelasi itu, DPR Aceh melontarkan sejumlah pertanyaan kepada Plt Gubernur Aceh. Pertanyaan tersebut mulai dari penggunaan dana recofusing anggaran APBA 2020, pemasangan stiker BBM pada mobil, gebrak masker Aceh hingga pengangkatan Sayid Azhari sebagai Plt Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa.

Saat itu, Plt Gubernur Aceh pun membacakan dokumen jawaban hak interpelasi dewan setebal 40 halaman. Dokumen tersebut berisi jawaban terhadap sejumlah pertanyaan dari DPRA.

Di antara pertanyaan DPRA tersebut, yaitu terkait postur anggaran perubahan APBA tahun anggaran 2019. Selain itu, Nova juga memberikan penjelasan terkait pernyataan yang menyebutkan bahwa prosedur pembahasan APBA tahun anggaran 2020 dilakukan secara singkat dan tidak sesuai dengan peraturan DPRA nomor 1 tahun 2019 tentang tata tertib, junto peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata tertib DPRD Provinsi, kabupaten dan kota.

Selanjutnya juga terkait refocusing APBA 2020 untuk penanganan pandemi Covid-19, kebijakan pemasangan stiker pada mobil pemakai BBM bersubsidi, proyek multiyears, hingga sejumlah poin lainnya.

Pada kesempatan itu, Nova juga menyampaikan harapannya agar hubungan kemitraan antara legislatif dan eksekutif terus terjalin dengan baik dan harmonis dalam rangka mewujudkan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh.

Pada sidang selanjutnya, tanggal 29 September 2020 DPRA kembali menggelar sidang paripurna untuk menjawab penyampaian jawaban Plt Gubernur Aceh terkait hak interpelasi tersebut.

DPRA kemudian menolak jawaban atau tanggapan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah terhadap hak interpelasi dalam rapat paripurna lanjutan di gedung DPR setempat, Selasa (29/9/2020) sore.

“Bahwa DPR Aceh menolak seluruh jawaban atau tanggapan Plt Gubernur Aceh atas hak interpelasi yang diajukan,” kata juru bicara pengusul hak interpelasi DPRA Irfannusir.

Ia menjelaskan, Pemerintah Aceh sangat tidak profesional dalam menjawab pertanyaan yang diajukan, karena ada beberapa pertanyaan yang sengaja tidak dijawab.

Selain itu, kata Irfannusir, Pemerintah Aceh tidak sistematis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan. Menurutnya, jawaban tersebut tidak berurutan sebagaimana mestinya bahkan jauh dari subtansi persoalan yang dipertanyakan dalam interpelasi.

Tak Cukup Quorum, Sidang Paripurna Hak Angket DPRA Ditunda

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Dahlan Jamaluddin terpaksa menunda sidang paripurna dengan agenda usulan penggunaan Hak Angket DPRA terhadap Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah.

Sidang tersebut berlangsung di gedung utama DPR Aceh pada Selasa (27/10/2020) sore. Sebelum sidang paripurna ini, DPRA terlebih dahulu menggelar paripurna pengumumnan Komisioner Komisi Informasi Aceh (KIA).

Ketua DPR Aceh, Dahlan Jamaluddin mengatakan, penundaan tersebut dilakukan karena peserta yang hadir hanya 56 orang. Jumlah ini dinilai tak mencukupi kourum, sesuai dengan ketentuan tata tertib DPRA.

“Sesuai dengan ketentuan yang ada, baik dalam PP maupun dalam tata tertib kita paripurna kita hari ini akan kita tunda sampai dengan waktu yang ditetapkan dalam Banmus DPRA nantinya,” kata Dahlan.

Dalam rapat Banmus DPRA nanti, kata Dahlan, pihaknya akan membicarakan kembali masukan-masukan dari sejumlah peserta sidang hari ini. Pihaknya juga bakal menentukan tahapan proses selanjutnya yang dimiliki DPR Aceh.

“Banmus akan menjadi forum pengambilan keputusan yang ada dalam mekanisme DPR Aceh. Oleh karena itu, sekali lagi saya tanyakan kepada sidang paripurna yang terhormat ini, apakah kita setuju untuk menunda paripurna hari ini sampai dengan waktu yang ditetapkan dalam musyawarah?” tanya Dahlan dalam rapat tersebut.

Pertanyaan Dahlan dijawab setuju oleh manyoritas peserta sidang. Setelah itu, Dahlan langsung mengetok palu pertanda sidang telah ditunda.

Belum tuntas pembahasan hak angket, kemudian mulai bergulir isu pelantikan Nova Iriansyah menjadi gubernur definitif. Hingga akhirnya ditetapkan jadwal pelantikan Kamis (5/11/2020) melalui paripurna di DPRA yang dihadiri langsung Mendagri Tito Karnavian.

Seperti diketahui, Irwandi Yusuf diberhentikan dari jabatannya karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana otonomi khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018

Irwandi Yusuf terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa 3 Juni 2018 lalu setelah salat magrib di Pendopo Gubernur Aceh.

Mahkamah Agung pada putusan kasasi menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dengan denda Rp 300 juta serta subsider tiga bulan kurungan terhadap mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu. Saat ini, Irwandi masih berada dalam tahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung.

Perkuat Hak Angket

Kepala Divisi Konstitusi Koalisi NGO HAM Aceh, Muhammad Reza Maulana menyatakan bahwa pelantikan Plt. Gubernur Aceh sebagai gubernur definitif telah menyempurnakan syarat pelaksanaan Hak Interpelasi dan Angket yang sedang ditempuh DPRA.

Ditinjau dari sudut pandang hukum, saat status Plt. Gubernur berubah menjadi Gubernur berdasarkan Surat Keputusan Presiden, maka berdasarkan ketentuan yang ada baik dalam UU Pemerintahan Aceh maupun UU Pemerintahan Daerah maka telah sempurnanya pelaksanaan hak DPRA tersebut.

Pasalnya, apabila dilihat dengan seksama, DPR dapat melaksanakan mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah/Gubernur sebagaimana ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf d Juncto Pasal 48 UU 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yaitu pada saat status Kepala Daerah tersebut berstatus tetap atau definitif.

Karena terkait pengangkatan dan pemberhentian Pelaksana Tugas (Plt.) maupun Pejabat (Pj) sepenuhnya menjadi hak presiden. Lain halnya mekanisme pemberhentian gubernur maupun wakil gubernur defenitif, maka DPR memiliki kewenangan pemberhentian melalui interpelasi maupun angket.

Sehingga dengan dilantiknya Plt. Gubernur menjadi gubernur, maka pelaksanaan ketentuan hukum telah sempurna, sehingga DPRA tinggal melaksanakan tindak lanjut dari interpelasi yang sebelumnya telah dilaksanakan.

“Kami berharap DPRA tetap konsisten terhadap upaya yang telah dilaksanakan saat ini, sehingga melaksanakan penuh hak interpelasi dan angket maka akan membuka semua kebrobrokan Pemerintah Aceh yang diduga dan dipandang DPRA dilakukan oleh Gubernur Aceh termasuk tidak melaksanakan hasil dan keputusan paripurna yang sebelumnya,” kata Reza.

Menurutnya, ini bukan tentang DPRA melainkan tentang kemaslahatan rakyat Aceh yang dipandang masih jauh dari harapan kemakmuran di bawah kepemimpinan Pemerintah Aceh saat ini. Terlepas dari segala kepentingan politik dan kedekatan emosional, saat kebrobrokan dipertahankan maka sama saja DPRA ikut berperan mengahancurkan Bangsa Aceh.

Harus Jadi Momentum Rekonsiliasi

Pengurus Daerah (PD) Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh, sambut baik pelantikan Plt Gubernur Nova Iriansyah yang akan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian untuk sisa masa jabatan 2017-2020, dalam sidang paripuran DPR Aceh, Kamis, 5 November 2020.

Hal tersebut disampaikan Ketua JMSI Aceh, Hendro Saky, dalam siaran persnya, yang diterima media, Rabu, 4 November 2020.

Pelantikan Nova tersebut, diharapkan dapat menjadi momentum positif terkait dengan hubungan legislatif dan eksekutif, yang beberapa waktu terakhir mengalami disharmoni atas konsekuensi tungsi kontrol dan check and balance, kedua lembaga itu.

Dengan dilantiknya Nova Iriansyah sebagai Gubernur Aceh, sisa masa jabatan 2017-2022, JMSI mendorong agar politisi Partai Demokrat tersebut, dapat merekatkan dan membangun komunikasi politik dengan DPR Aceh, guna membicarakan agenda-agenda besar pembangunan provinsi ujung pulau sumatera ini.

Kebersamaan eksekutif dan legislatif menjadi sangat penting, sebab, lanjut Hendro Saky, sangat banyak ‘pekerjaan rumah’ yang mesti segera dilakukan terkait dengan kerja untuk kesejahteraan rakyat Aceh.

“Kita sadari bersama, dampak pandemi global Covid-19 yang masih terus menjadi ancama perekonomian nasional, secara langsung berdampak serius terhadap Aceh.,” kata Hendro Saky.

Dan hal tersebut, katanya, hanya dapat diatasi jika secara kelembagaan eksekutif dan legislatif dapat kompak, dengan melihat persoalan tidak hanya dari perspektif kepentingan, namun lebih jauh dari itu menyandarkan politik untuk kesejahteraan masyarakat.

Akhiruddin Mahjuddin, sekretaris JMSI Aceh, menambahkan, terdapat agenda besar yang berdampak nyata dalam pembangunan yang mesti dibicarakan oleh eksekutif dan legislatif seperti pembahasan APBA 2021, dan juga agenda legislasi yang segera harus dituntaskan.

Apapun proses politik yang terjadi harus dianggap sebagai dinamika hubungan eksekutif dan legislatif, pungkas Akhiruddin yang juga pemilik media ajnn.net itu, hendaknya hal itu tidak mengorbankan kepentingan rakyat. Kesejateraan masyarakat merupakan tanggungjawab kedua lembaga itu.

Meskipun terjadi pro dan kontra terhadap kepemimpinan Nova Iriansyah dan sekarang dilantik menjadi gubernur definitif. Seorang pengusaha muda asal Kabupaten Pidie Jaya, Muhammad Ridha menyambut baik rencana pelantikan Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah sebagai Gubernur definitif sisa masa jabatan 2017-2020.

Pasca Gubernur Aceh Irwandi Yusuf berurusan dengan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada Juli 2018, nahkoda Aceh dikomandoi oleh Wakil Gubernur Nova Iriansyah sebagai pelaksana tugas.

Artinya, hampir dua tahun lebih daerah yang memiliki luas wilayah sekitar 57,9 ribu KM2, dengan jumlah penduduk sekitar 5,37 juta itu tidak dinahkodai gubernur defitif.

“Menurut saya, pelantikan Plt Gubernur Aceh sabagai Gubernur definitif merupakan langkah yang paling baik. Karena kita sudah sangat merindukan sosok gubernur definitif,” kata Muhammad Ridha, Selasa (03/11/2020).

Dengan diangkatnya Nova Iriansyah sebagai Gubernur definitif Aceh, dia menyakini visi-misi Aceh Hebat dapat direalisasi sebagaimana mestinya.[]

Editor: Acal

Shares: