HeadlineIn-Depth

Ancaman Corona Selama Ramadan di Aceh

Dosen Politeknik Lhokseumawe Reaktif Covid-19 Meninggal di Aceh Utara
Ilustrasi, Rapid test. (ist)

BANDA ACEH (popularitas.com) – Arus balik dari Medan, Sumatera Utara menjadi ancaman membludak penyebaran Covid-19 di Aceh selama bulan ramadan 1441 H. Ini menyusul banyaknya aktivitas warga yang keluar masuk ke Aceh setiap hari.

Ketua Ikadan Dokter Indonesia (IDI) Aceh, Safrizal Rahman mengaku, hal yang paling dikhawatir bila Medan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini berpotensi dilakukan di provinsi yang berbatasan langsung dengan Aceh.

Mengingat angka positif Covid-19 di Sumatera Utara semakin meningkat. Data dari covid19.sumutprov.go.id menunjukkan, pada Rabu (22/4/2020) pukul 9.43 WIB pasien positif corona mencapai 105 kasus, meninggal 10 orang dan sembuh 21 pasien.

Secara statistik penyebaran virus corona di Sumatera Utara cendrung sedang meningkat setiap harinya. Sejak pertama kali ditemukan positif pada 20 Maret 2020 lalu, angka terus beranjak naik, kendati tanggal 14 April 2020 sempat menurun, namun berikutnya mengalami peningkatan tajam.

 

Aceh secara statistik memang cenderung bergerak lambat ditemukan pasien positif. Terlebih setelah pemerintah Aceh mengumumkan semua pasien positif Covid-19 di Tanah Rencong semua sudah sembuh.

Ada lima orang dinyatakan positif, satu meninggal dunia dan 4 orang dinyatakan pulih. Warga kemudian menyambut secara eforia, tanpa mempertimbangkan kondisi masih sedang darurat kesehatan pandemi Covid-19.

Ruas jalan di Banda Aceh tampak mulai padat lagi. Begitu juga warung kopi, café mulai disesaki pengunjung tanpa mengindahkan jaga jarak fisik. Seakan-akan sedang tidak mengalami pandemi Covid-19 yang meresahkan dunia.

Lalu kembali dikejutkan setelah pemerintah mengumumkan ada dua tambahan pasien positif Covid-19. Satu orang berasal dari Gayo Lues dan Pidie. Keduanya memiliki riwayat perjalanan ke daerah episentrum Covid-19. Satu orang baru pulang dari Batam dan Medan, Sumatera Utara. Sekarang jumlah total positif Covid-19 di Aceh sebanyak 7 orang.

 

Penyebaran virus corona semakin meluas di nusantara, termasuk Aceh. Salah satu penyebab virus sulit dikendalikan adalah silent carrier corona. Diprediksi ada banyak orang yang menjadi carrier corona dan menyebarkannya ke orang lain.

Carrier corona adalah orang yang terinfeksi Covid-19 tapi tidak bergejala alias asimtompatis, terlihat seperti orang sehat, tidak merasa sakit atau memiliki gejala yang sangat ringan, namun bisa menyebabkan orang lain tertular penyakit.

Hingga sekarang Aceh belum menemukan adanya pasien positif yang tidak memiliki riwayat perjalanan ke daerah episentrum Covid-19. Tujuh orang pasien positif, baik yang sedang dirawat 2 orang, sembuh 4 orang dan satu meninggalnya. Semua mereka memiliki riwayat perjalanan ke daerah pusat pandemi corona.

Lantas publik Aceh kembali dikejutkan setelah pemerintah Malaysia mengumumkan ada tiga mahasiswa asal Malaysia yang kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry dinyatakan positif corona. Hasil itu diketahui setelah ketiga mahasiswa itu diperiksa oleh otoritas kesehatan Malaysia.

Meskipun Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Aceh dr Hanif meragukan ketiga mahasiswa  tersebut terpapar Covid-19 di Aceh. Karena rekan sekamar dengan mereka semua negatif. Begitu juga pemilik kost tempat tinggal ketiga mahasiswa itu hasil rapid test negatif.

Kendati demikian, seluruh warga yang pernah kontak langsung dengan tiga mahasiswa itu sudah diminta untuk mengisolasi secara mandiri di rumah masing-masing selama 14 hari sebagai masa inkobasi virus corona tersebut.

Mengingat Aceh dan Medan, Sumatera Utara (sumut) berbatasan langsung. Ditambah banyak warga Aceh berada di sana. Tentu tak dapat dibendung mobilitas orang terjadi setiap hari. Bisa saja terjadi ledakan yang positif di Aceh nantinya.

Yang paling dikhawatirkan oleh IDI Aceh, bila Sumut memberlakukan PSBB. Warga Aceh yang masih berada di Medan akan berbondong-bondong pulang ke Aceh. Tentunya sulit dikendali wabah tersebut terpapar dari  silent carrier corona virus.

Carrier corona virus  akan menjadi ancaman baru di Aceh terjadi penyebaran. Karena akan banyak terdapat warga yang mudik atau hanya sekedar pulang kampung menyambut puasa di rumah.

Mereka inilah yang kemudian berpotensi menjadi pembawa Covid-19. Karena mereka datang berasal dari pusat penyebaran Covid-19, seperti Medan. “Indonesia sendiri kasus terus meningkat, apalagi Medan menjadi episentrum di Sumatera. Kita sama sekali belum aman,” jelas Safrizal.

Kekhawatiran IDI Aceh bukan tak beralasan. Berkaca lima kasus positif di Aceh beberapa waktu lalu, hanya 20 persen yang memiliki gejala dari kondisi sebenarnya. Artinya, ada 80 persen lagi masyarakat yang tak memiliki gejala beredar di mana-mana.

“Kemarin adalah 20 persen (bergejala) dari kondisi sebenarnya, artinya 80 persen lagi tidak bergejala dan beredar di sekitar kita,” sebutnya.

Persoalan ini juga pernah disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto, Orang Tanpa Gejala (OTG) masih sangat berpotensi menularkan virus corona di tengah masyarakat. Mereka selama ini masih berada di lingkungan masyarakat tanpa keluhan, namun sebenarnya sudah positif Covid-19.

Yuri meminta agar selalu menjaga jarak. Pasien positif Covid-19 masih terus didapatkan di tengah-tengah masyarakat dan yang paling dikhawatirkan adalah OTG.

“Kalau saya mengatakan, saya terus terang mengkhawatirkan (ini akan membludak), arus balik, saudara-saudara kita dari Medan balik ke Aceh, dalam rangka menyambut Ramadan,” kata Safrizal Rahman.

Safrizal berharap hal tersebut menjadi perhatian serius pemerintah Aceh. Selain memperketat perbatasan, juga harus menggencarkan imbauan-imbauan.

“Barang kali imbauan kita kepada masyarakat untuk menyadari hal ini yang harus lebih ketat,” kata Safrizal.

Dalam kesempatan itu, Safrizal juga mengkhawatirkan jika penyebaran virus corona meningkat pada bulan Ramadan. Apalagi, kebiasaan masyarakat Aceh setiap selesai salat tarawih nongkrong di warung kopi.

Safrizal mengaku tak mengkhawatirkan pagi hari selama bulan puasa. Semua warga berada di rumah dan tidak banyak aktivitas di pusat keramaian. Tetapi yang paling dikhawatirkan pada malam hari. Akan membludak warga nongkrong di warung kopi dan ini potensial terjadi penyebaran virus corona.

Selain aktivitas warung kopi, Sarizal juga mengkhawatirkan banyaknya aktivitas masyarakat yang melaksanakan buka bersama (bubar). Hal ini sudah seperti tradisi dalam masyarakat setiap bulan Ramadan.

Ia berharap masyarakat harus ramadan kali mengharuskan menghindari aktivitas-aktivitas kebersamaan, dalam koridor social distancing, sehingga mengurangi kegiatan buka puasa bersama.[acl]

Reporter: Muhammad Fadhil

Shares: