EditorialHeadline

Amis Mesum Diduga Bupati

Mahasiswa Aceh Jaya berunjuk rasa terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Irfan TB | Foto: Al Asmunda

DALAM dua bulan terakhir, rentetan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan sejumlah bupati di Aceh menghias halaman media daring di provinsi ujung pulau Sumatera ini.

Belum tuntas kasus beredarnya video mesum yang diduga diperankan oleh Bupati Simeuleu Erly Hasyim, kasus dengan isu yang sama menerpa Irfan TB, yang juga merupakan kepala daerah Aceh Jaya.

Kasus yang menerpa Bupati Simeulue, tak pelak melahirkan prahara politik di kabupaten berjuluk Ate Fulawan tersebut. Dan bahkan, lembaga legislatif di daerah penghasil lobster itu telah membentuk pansus guna mengusut keterlibatan sang pemimpin eksekutif.

Tim Pansus DPRK Simeulue, dalam proses politiknya, telah bekerja guna mengumpulkan berbagai bukti, informasi dan pemeriksaan saksi, guna menyelidiki beredarnya video mesum yang patut diduga, melibatkan sang bupati.

Bandul politik dari kerja-kerja Pansus tersebut, bukan tidak mungkin, saat lembaga legislatif itu memiliki bukti yang kuat berdasarkan pemeriksaan saksi, keterangan ahli, dengan kewenangannya, DPRK Simeulue dapat melahirkan forum paripurna khusus untuk memakzulkan Erly Hasyim.

Proses politik di DPRK Simeulue juga mendapat dukungan kuat dari masyarakat setempat. Hal ini ditandai dengan aksi warga turun ke jalan yang menuntut agar sang bupati turun dari jabatannya.

Aksi yang diinisiasi oleh Gerakan Masyarakat Anti Pejabat Amoral (GEMPAR), dilangsungkan pada 29 Juli 2019 lalu. Aksi ini langsung disikapi DPRK Simeulue dengan membentuk pansus.

Lantas bagaimana nasib dan masa depan Erly Hasyim, yang juga merupakan mantan anggota DPR Aceh 2014-2019 itu? Kita akan menunggu proses politik yang tengah berlangsung saat ini.

Nasib Erly Hasyim tak beda jauh dengan Bupati Aceh Jaya, Irfan TB. Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) telah melaporkan dugaan tindak pelecehan seksual yang dilakukan bupati itu ke Polda Aceh pada 2 Agustus 2019 lalu. Dan bersama korban, Safaruddin selaku ketua YARA membawa serta sejumlah barang bukti untuk memperkuat laporan.

Korban berinisial N, yang merupakan salah satu mahasiswi perguruan tinggi swasta di Banda Aceh, dalam pengakuannya kepada penyidik dengan didampingi YARA, menceritakan pelecehan seksual yang dilakukan Irfan TB.

Akibatnya pada Rabu, 7 Agustus 2019, puluhan mahasiswa dari Aceh Jaya menggelar aksi di Banda Aceh. Mereka menuntut bupati turun dari jabatan dan mendesak lembaga legislatif di daerah tersebut untuk segera membentuk pansus guna penyelidikan.

Bagaimana nasib dan masa depan politik kedua pemimpin daerah itu? Tentu hal ini akan terjawab dari proses hukum yang dilakukan oleh Polda Aceh, dan juga proses politik di lembaga legislatif daerah-daerah tersebut.

Jika memang terbukti secara sah dan meyakinkan, atas perbuatan kedua bupati, maka tentu sudah sepantasnya mereka mundur secara terhormat. Sebab, moralitas pejabat akan menjadi ukuran dalam memimpin suatu daerah. Karenanya penegakan hukum dan juga proses politik harus benar dilakukan guna menyahuti aspirasi masyarakat.

Tentu masih belum lekang dari ingatan kita bersama, satu kasus yang menimpa Aceng Fikri, Bupati Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada 7 tahun silam. Atas desakan berbagai pihak, baik itu masyarakat dan DPRD kabupaten setempat, sang pemimpin daerah itu akhirnya dipaksa turun, dan dipecat dari jabatannya.

Surat keputusan pemecatan Aceng Fikri bahkan langsung ditandatangani Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Dan kasus yang menjeratnya, dikarenakan kejadian sama persis dengan yang menimpa kedua bupati di Aceh saat ini.

Akankah bandul ini terus bergerak tanpa arah atau dengan tujuan nyata? Mari sama-sama kita menunggu proses hukum dan juga kinerja dari lembaga legislatif kedua kabupaten itu. Prinsip utama adalah hukum harus tegak! (RED)

Shares: