News

Alasan Massa Minta Izin PT EMM Dicabut

Massa merangsek ke halaman Kantor Gubernur Aceh untuk mempertanyakan sikap Pemerintah Aceh terkait izin tambang PT EMM | Foto: Al Asmunda

BANDA ACEH (popularitas.com) – Proses konsolidasi terkait aksi demonstrasi menolak kehadiran PT Emas Mineral Murni (PT EMM) dari korps Barisan Pemuda Aceh (BPA) dilakukan tidak dalam waktu singkat. Butuh waktu dua bulan hingga akhirnya para mahasiswa dan lembaga peduli lingkungan menggelar unjuk rasa di halaman kantor Gubernur Aceh, Kamis, 28 Maret 2019.

Konsolidasi tersebut belakangan melahirkan gerakan BPA yang diisi oleh berbagai lintas organisasi, paguyuban mahasiswa, dan lembaga kemasyarakatan. Mereka, setelah melalui beberapa kali diskusi, akhirnya komit menolak dan mendesak Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT EMM, yang masuk ke dua wilayah kabupaten di provinsi Aceh, yaitu di Beutong Ateuh Banggalang Kabupaten Nagan Raya, dan di Pegasing Kabupaten Aceh Tengah.

Kehadiran BPA tak semata lahir karena melihat ancaman yang akan menerpa dua kabupaten dan masyarakat yang ada di sekitarnya saja. Mereka juga memikirkan dampak kehadiran PT EMM terhadap kawasan ekosistem Leuser.

“Pak Plt harus tahu, Leuser itu paru-paru dunia,” kata koordinator aksi, Wahyu Rezky, dalam orasinya di beranda depan kantor Gubernur Aceh.

Kehadiran PT EMM di dua kabupaten tersebut tidak hanya berdampak pada kelestarian hutan lindung Leuser. Di daerah tersebut juga terdapat situs makam tokoh sejarah Aceh, khususnya di Beutong Ateuh Benggala. Namun, dia tak menjelaskan secara rinci siapa tokoh yang dimaksud tersebut.

“Di Beutong Ateuh juga terdapat situs-situs konflik yang sampai hari ini penuntasan Hak Asasi Manusia (HAM)-nya belum ada kejelasan,” tambahnya.

Salah satu orator aksi tolak PT EMM, Adjie Akbar mengatakan, aksi ini turut membawa beberapa cangkul, yang menjadi perlambang bakal habisnya tanah warga di lahan tersebut. Meskipun PT EMM tidak menggunakan cangkul dalam menggarap pertambangan mereka, tetapi memakai buldozer.

“Itu narasi yang ingin kita bangun. Dan cangkul juga menandakan bahwasanya di sana masyarakat boleh dibilang semua bermata pencaharian bertani atau berkebun,” ucapnya.

Sebelum melakukan aksi, BPA terlebih dahulu telah melaksana kajian berdasarkan ilmu pengetahuan pada tahun 2018 bertempat di UIN Ar Raniry. Di forum ilmiah tersebut, mereka menghadirkan beberapa akademisi, pengamat lingkungan, dan dosen Pertambangan Teknik Unsyiah.

“Dan juga hadir perwakilan DPR Aceh. Dari situ kita mulai sepakat, wajib kita lawan ini kehadiran PT EMM,” sebut Wahyu Resky.

Dirinya menyayangkan sikap Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang terkesan bermain kucing-kucingan dari polemik ini.

“Padahal DPRA melalui point ke tiga pada saat paripurna (merekomendasikan pencabutan izin PT EMM). Plt gubernur hari ini harusnya sudah menindak lanjuti (hasil paripurna) yaitu membentuk pansus ataupun tim khusus yang mana akan mengadvokasi soal perizinan PT EMM yang kehadirannya bertentangan dengan kekhususan dan keistimewaan Aceh,” paparnya.

Dia menambahkan, “tapi pak Plt di kemudian hari bilang itu bukan wewenang dia. Kita semacam tidak punya keistimewaan dan kekhususan.”

Aksi menolak tambang PT EMM ini tidak hanya dilakukan di Banda Aceh. Resky menyebutkan aksi terkait isu serupa juga dilakukan di Kementerian Sumber Daya Alam dan Mineral (ESDM) oleh mahasiswa Aceh yang ada di Jakarta.

“Kawan-kawan kita di sana menuntut kementerian ESDM mencabut izin PT itu,” katanya.

Lebih dari tiga jam aksi tersebut berlangsung. Namun, Nova Iriansyah tak tampak batang hidungnya menjumpai para pendemo. Mereka terus bergantian berorasi meminta Nova turun dari kantor. Nada-nada ancaman pun keluar dari mulut para orator.

“Apabila Plt Gubernur tidak mau turun kita pastikan akan membawa lebih banyak lagi peserta dan juga melibatkan masyarakat besar-besaran ke Banda Aceh. Kita akan sediakan posko-posko rakyat nantinya,” ancam salah seorang orator, yang diikuti teriakan ratusan pendemo, “turun pak Plt… Turun. Jangan sombong begitu lah.”

Sementara itu, pemerintah Aceh melalui Kepala Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Mahdinur, mengatakan pemerintah tidak diam. Salah satu buktinya, kata Mahdinur, Plt Gubernur sudah mengirim surat kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menerbitkan izin PT EMM.

“Pemerintah menanyakan proses perizinan yang diterbitkan oleh BKPM. Surat balasannya kepada kami, disebutkan bahwa semua sudah berproses sesuai dengan aturan yang berlaku,” katanya.

Dalam balasan surat tersebut, PT EMM juga disebutkan sedang digugat oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) provinsi Aceh.

“Sekarang status PT EMM dalam posisi begitu. Sedang digugat oleh Walhi,” sebutnya.

Mahdinur juga menyebutkan, Plt Gubenur Aceh tak memiliki hak mencabut izin PT EMM karena bukan kewenangannya. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.

“Gubernur tidak punya kewenangan lagi kalau sudah bersatus PMA. Itu semua kewenangan Pusat. Jadi yang bisa mencabut (izin) hanya pusat, sesuai dengan undang-undang,” sebutnya.

Mahdinur mengatakan Pemerintah Aceh siap mendukung aspirasi masyarakat asalkan melalui prosedur aturan yang benar.

“Kita nggak berani menyalahi aturan. Jangan nanti dibalik, digugat Pemerintah Aceh, digugat gubernur, siapa yang bertanggung jawab kalau ini terjadi?” tutupnya. (ASM)

Shares: