News

AJI: Pembunuhan Martua-Maraden Bukan Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis

Foto by Metro - SINDOnews

BANDA ACEH (popularitas.com) – Komite Keselamatan Jurnalis yang diwakili tim Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan telah melakukan proses verifikasi dengan mengumpulkan data serta mewawancarai sejumlah orang terkait kasus pembunuhan Maratua P Siregar alias Sanjai (42 tahun) dan Maraden Sianipar (55 tahun) di Labuhanbatu, Medan.

Keduanya ditemukan tewas di areal perkebunan di Perkebunan Sawit KSU Amelia, Dusun VI Sei Siali, Desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu dengan beberapa luka sabetan senjata tajam di kepala, badan, lengan, punggung, dada dan bagian perut.

Korban Maraden Sianipar ditemukan Rabu, 30 Oktober 2019 sekitar pukul 16.00 WIB. Sedangkan rekannya, Maratua Siregar ditemukan Kamis, 31 Oktober 2019 sekitar pukul 10.30 WIB.

Pemberitaan di beberapa media massa tentang penemuan jenazah korban menyebut keduanya berprofesi sebagai wartawan di Pindo Merdeka, surat kabar berkala di daerah Labuhanbatu Raya (Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu induk, Labuhanbatu Selatan).

Berangkat dari dugaan bahwa korban berprofesi sebagai wartawan, maka Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan lantas membentuk tim investigasi untuk melakukan proses verifikasi. Dari hasil investigasi tersebut diketahui beberapa organisasi profesi yang sempat mengeluarkan pernyataan sikap atas kasus itu justru tidak mengenal kedua korban. Individu dari organisasi profesi tersebut juga tidak mengetahui perusahaan media tempat keduanya bekerja sebagai jurnalis.

Baca: PWI Sumut Kecam Pembunuhan Dua Wartawan di Labuhan Batu

“Tim juga mewawancarai sejumlah reporter dan editor media, yang dalam pemberitaannya menyimpulkan bahwa keduanya adalah jurnalis. Namun, tidak ada yang bisa memastikan nama media tempat kedua korban bekerja sebagai wartawan,” kata perwakilan Komite Keselamatan Jurnalis, Muhammad Isnur melalui siaran pers yang diterima awak media, Selasa, 12 November 2019.

Tim kemudian mewawancarai Paruhuman Daulay, yang merupakan Pemimpin Redaksi Pindo Merdeka. Perusahaan ini disebutkan sebagai tempat korban Maratua P Siregar bekerja sebagai jurnalis.

Menurut Parahumun, Maratua alias Sanjai Siregar bergabung dengan Pindo Merdeka sejak 2016. Namun, hanya sekitar setahun. Setelah itu tidak lagi menjadi wartawan Pindo Merdeka.

Paruhuman mengaku kenal dengan Maraden sebagai teman Maratua alias Sanjay. Namun, ia tidak tahu banyak tentang Maraden. Ia hanya tahu bahwa Maraden adalah seorang aktivis dan pernah jadi caleg, tapi kalah.

Selanjutnya tim juga mewawancarai Johan, rekan Martua P Siregar alias Sanjay yang pernah bersama-sama menjadi wartawan di Pindo Merdeka. Johan mengatakan, korban serius membentuk kelompok-kelompok tani yang memanfaatkan hasil perkebunan.

Menurut Johan, setelah tidak lagi di Pindo Merdeka, Sanjay Siregar lebih fokus memperjuangkan lahan eks kebun sawit untuk warga. Beberapa waktu lalu Sanjay memintanya untuk membentuk kelompok tani yang akan mengusahakan lahan bekas kebun kelapa sawit.

Sanjay, kata Johan, mengusulkan agar kelapa sawit diganti dengan pohon-pohon hutan yang hasilnya bisa dimanfaatkan oleh warga setempat seperti durian dan tanaman buah-buahan lain.

Lebih lanjut, Johan mengatakan bahwa Sanjay Siregar mulai bekerja sama dengan Maraden Sianipar, karena Sianipar memiliki koneksi pejabat-pejabat di Dinas Kehutanan.
Sanjay juga pernah menjadi tim sukses Maraden Sianipar pada Pemilu Legislatif tahun 2019 di Labuhanbatu.

“Menurut Johan, Sianipar akan memperjuangkan lahan eks kebun sawit bisa dimanfaatkan oleh warga setempat,” ungkap Muhammad Isnur lagi.

Tim turut mewawancarai Arsyad Rangkuti selaku Ketua Partai NasDem Labuhanbatu. Dalam wawancaranya, Rangkuti mengatakan, Maraden Sianipar mendaftar sebagai caleg pada tahun 2018.

“Saat mendaftar, Maraden mengaku sebagai wiraswasta,” katanya. Menurut Arsyad, Maraden tinggal di Rantauprapat dan memiliki kebun sawit.

Terhadap kasus ini, Polda Sumut pada Jumat, 8 November 2019 lalu mengaku telah menangkap lima dari delapan tersangka pembunuh Maratua Siregar dan Maraden Sianipar.

Kemudian, pada 5 November 2019, Tim Reskrim Polres Labuhanbatu dan Reskrim Polsek Panai Hilir telah menangkap dua tersangka atas nama Victor Situmorang alias Revi (49) sekitar pukul 01.00 WIB dari kediaman tersangka.

Polisi juga menciduk tersangka Sabar Hutapea alias Tati (50) rentang 30 menit kemudian, atau sekitar pukul 01.30 WIB dari rumah tersangka di Sei Berombang Panai Hilir. Pada hari yang sama, tepatnya sekitar pukul 19.30 WIB, tim yang dipimpin Kasubdit III Jatanras AKBP Maringan Simanjuntak menangkap tersangka Daniel Sianturi alias Niel (40) di rumah saudaranya di Desa Janji, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Rabu, 6 November 2019 sekitar pukul 22.30 WIB, tim yang dipimpin Kasubdit III Jatanras AKBP Maringan Simanjuntak bersama Tim Reskrim Polres Tanah Karo kembali menangkap tersangka Janti Katimin Hutahaean di kos-kosan Jalan Jamin Ginting, Kabanjahe.

Kemudian pada Kamis, 7 November 2019 sekitar pukul 14.00 WIB, tim gabungan kembali menangkap tersangka kelima yaitu Wibharry Padmoasmolo alias Harry (40), di Komplek Perumahan CBD, Kelurahan Suka Damai, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan.

Tiga orang lagi yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atas nama Joshua Situmorang (20), Riki Pranata alias Riki (20) dan Hendrik Simorangkir (38).

Menurut Kapolda permasalahan yang terjadi adalah sengketa perebutan lahan di Perkebunan Sawit KSU Amelia yang dikelola oleh Wibharry Padmoasmolo alias Harry.

Komite Keselamatan Jurnalis turut mewawancarai istri Maratua Siregar. Menurut keterangan istri Maratua Siregar alias Sanjai, suaminya sehari-hari bekerja sebagai petani di ladang warisan keluarganya di Sei Berombang, Panai Hilir, Labuhanbatu.

“Istrinya kurang tahu aktivitas suaminya sebagai wartawan dan belum pernah membaca berita suaminya atau melihatnya mengerjakan berita. Namun, menurutnya sekitar sebulan yang lalu, ia pernah melihat suaminya membagi-bagikan koran,” kata Muhammad Isnur.

Maratua Siregar alias Sanjai, katanya, dipekerjakan oleh Maraden Sianipar karena pada masa Pileg 2019, suaminya itu bekerja sebagai tim sukses. Ia menjelaskan bahwa Maraden pernah menginap di rumah mereka di Berombang pada masa-masa kampanye. Setahunya Maraden adalah pengusaha dan tinggal di Rantauprapat. Ia memiliki kebun kelapa sawit.

Seminggu sebelum pembunuhan, Maratua dan istrinya pindah ke Bagan Siapiapi, Riau. Menurutnya, Maratua Siregar sebenarnya ingin melepaskan pekerjaannya sebagai asisten tidak tetap untuk Maraden, mengingat konflik dengan pihak KSU Amelia yang juga mengklaim kebun, memiliki potensi bahaya yang tinggi.

Ia mengatakan, suaminya bekerja dengan Maraden hanya karena sudah kenal sejak pencalegan. Sanjai diminta untuk memungut uang kepada pihak-pihak yang memanen di kebun sawit yang diklaim milik Maraden.

“Berdasarkan keterangan para saksi yang diwawancarai tim AJI Medan, kami menyimpulkan Maratua P Siregar alias Sanjai dan Maraden Sianipar tidak berprofesi sebagai jurnalis. Atas dasar tersebut, kami menyimpulkan kasus pembunuhan ini bukanlah kasus kekerasan terhadap jurnalis,” lanjut Muhammad Isnur.

Pun demikian, Komite Keselamatan Jurnalis tetap mendorong kepolisian untuk mengusut kasus ini secara tuntas dan diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. “Termasuk mengejar tiga terduga pelaku yang masih belum tertangkap,” pungkasnya.* (RIL)

Shares: