News

Ada Apa dengan Mahfud MD?

Mahfud MD. Foto: Kemenkopolhukam

KATA-kata yang dikeluarkan Mahfud MD kembali menjadi viral dalam sehari terakhir ini. Setelah sebelumnya sosok mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut menyentil adanya dugaan suap jabatan di lingkup Kementerian Agama, kini pria asal Madura tersebut menjadi bahan pembicaraan karena menyebut beberapa provinsi merupakan daerah Islam garis keras.

Nah, apa pasal?

Semua pernyataan itu dilontarkan Mahfud MD dalam wawancara dengan sebuah stasiun TV. Saat itu, Mahfud MD diduga sedang membahas tentang hasil Pemilihan Umum Calon Presiden-Calon Wakil Presiden di Indonesia. Dalam penggalan video tersebut, Mahfud MD juga menganalisis kenapa Prabowo dan Jokowi mampu menang mayoritas di sebuah daerah tertentu.

Di sinilah Mahfud belakangan menyebut ada 4 provinsi garis keras yang memenangkan Prabowo sebagai calon presiden.

“Kalau dilihat kemenangannya di provinsi yang agak panas pak jokowi kalah. dan itu diidentifikasi kemenangan pak prabowo dulunya di anggap sebagai provinsi garis keras yah dalam hal agama, misalnya Jawa Barat, Sumbar, Aceh dan sebagainya, Sulsel juga. Sehingga rekonsiliasi ini penting untuk menyadarkan kita bahwa bangsa ini bersatu. Karena bangsa ini bersatu karena kesadaran akan keberagaman dan bangsa ini akan maju kalau bersatu,” kata Mahfud MD dalam video itu seperti dilansir Suara.com, Minggu, 28 April 2019.

Pernyataan Mahfud MD tersebut tentu saja menuai reaksi dari berbagai kalangan. Said Didu, mantan Sesmen BUMN misalnya.

“Mohon maaf prof @mohmahfudmd, saya berasal dari Sulsel, mohon jelaskan indikator yang prof gunakan sehingga menuduh orang Sulsel adalah orang-orang garis keras agar jadi bahan pertimbangan kami. Kami orang Sulsel memang punya prinsip SIRI untuk menjaga kehormatan. Inikah yang dianggap keras?” kata Said Didu dalam akun Twitter-nya, @msaid_didu.

Hal senada disampaikan anggota DPR RI dari Aceh, Nasir Djamil. Nasir yang juga politisi PKS tersebut menyayangkan pernyataan Mahfud MD yang disebut berpotensi mengadu domba sesama anak bangsa dan warga antar provinsi.

“Saya meminta Mahfud MD agar meminta maaf kepada masyarakat di provinsi tersebut dan mencabut pernyataannya yang sesat dan menyesatkan itu,” ujar Nasir Djamil saat dimintai tanggapannya soal pernyataan Mahfud, pada Minggu malam, 28 April 2019 seperti dilansir viva.co.id.

Nasir juga menyebutkan pelabelan Islam garis keras kepada rakyat Aceh adalah bentuk penghinaan dan tuduhan yang tidak mendasar, oleh karena itu Mahfud MD, kata dia wajib meminta maaf.

“Apa yang diucapkan oleh Mahfud MD itu mirip perilaku penjajah dan PKI. Sejumlah masyarakat Aceh saat ini bersiap-siap menempuh jalur hukum terkait pernyataan Mahfud MD itu,” ujar Nasir Djamil.

Tanggapan lain juga datang dari mantan politikus Partai Demokrat Andi Arief. Dalam kicauannnya di akun Twitter @AndiArief_, Minggu, 28 April 2019, Andi turut menyebut kalau Mahfud MD tak mengindahkan wasiat Soekarno.

“Wasiat Soekarno jelang pemilu yang tidak diindahkan oleh Prof @mohmahfudmd : ‘Negara Republik Indonesia ini milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!’ (Soekarno dalam Kongres Rakyat Jawa Timur di Surabaya, 24 September 1955)”

Selanjutnya Andi Arief menambahkan, “Soekarno tidak pernah melarang Islam garis keras, moderat, dan yang tidak beragama serta agama apapun untuk mendukung kemenangan siapapun dalam pemilu. Wasiatnya hanya mempertahankan Pancasila Prof @mohmahfudmd.”

Setelah pernyataannya memantik protes dan tuntutan permintaan maaf dari beberapa kalangan, Mahfud kemudian kembali menjelaskan maksud garis keras terhadap empat provinsi tersebut. Pernyataan itu diunggah Mahfud MD dalam akun Twitternya @mohmahfudmd.

Mahfud menjelaskan garis keras itu sama dengan fanatik atau sama dengan sikap kesetiaan yang tinggi, “Itu bukan hal yang dilarang, itu term politik. Sama halnya dengan garis moderat, itu bukan hal yang haram. Dua-duanya boleh dan kita bisa memilih yang mana pun. Sama dengan bilang Jokowi menang di daerah PDIP, Prabowo di daerah hijau,” urai Mahfud.

Mahfud MD juga mencontohkan daerah asalnya, Madura. Dia mengakun dirinya juga berasal dari daerah garis keras di Madura.

“…Madura itu sama dengan Aceh dan Bugis, disebut fanatik karena tingginya kesetiaan kepada Islam sehingga sulit ditaklukkan. Seperti halnya konservatif, progresif, garis moderat, garis keras adl istilah-istilah yang biasa dipakai dalam ilmu politik,” ujar Mahfud.*(BNA/DBS)

Shares: