FeatureNews

Aceh mampu jadi raksasa industri nilam di Indonesia

Potensi komoditas nilam di Aceh, dapat mendorong daerah ini menjadi salah satu raksasa industri nilam di Indonesia. Hal itu akan dapat dicapai jika perhatian pemerintah fokus terhadap pengembangan sektor pertanian nilam di daerah Ujung barat Sumatra itu.
Aceh mampu jadi rakasasa industri nilam di Indonesia
Lahan pertanian nilam di Aceh

POPULARITAS.COM – Potensi komoditas nilam di Aceh, dapat mendorong daerah ini menjadi salah satu raksasa industri nilam di Indonesia. Hal itu akan dapat dicapai jika perhatian pemerintah fokus terhadap pengembangan sektor pertanian nilam di daerah Ujung barat Sumatra itu.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Aceh Barat Selatan, Syamsidik Ibrahim, dalam keterangannya kepada media ini, beberapa waktu lalu.

“Potensi nilam terbesar itu ada di kawasan barat selatan Aceh. Pengembangannya sangat mudah mengingat periode dan masa tanamnya relatif lebih pendek,” teranganya.

Syamsidik mengatakan pengembangan industri nilam di Aceh menjadi suatu keharusan karena salah memiliki potensi cukup besar. Aceh bisa menjadi pusat industri nilam nusantara terbesar jika mendapat perhatian secara khusus untuk pengembangannya.

Potensi itu menurutnya, bisa dilakukan oleh dinas terkait karena akan mendongkrak prekonomian daerah secara langsung. Efeknya akan banyak lapangan pekerjaan baru dan peningkatan perekonomian warga di Aceh, khususnya petani nilam. Apalagi nilam Aceh cukup dikenal di dunia karena kualitasnya bagus. “Dengan begitu, baik investor atau pun eksportir tidak susah lagi mencari nilam. Ini potensi besar daerah,” ungkapnya. 

Teknologi Penyulingan Harus Ditingkatkan

Mantan Ketua Kadin Aceh Barat Daya itu mendorong pengembangan nilam menjadi komoditas unggulan di Provinsi Aceh. Apalagi kualitas nilam Aceh dinilai memiliki kualitas terbaik dibanding provinsi lain di Indonesia.

“Nilam dari Aceh saat ini banyak ke pasar melalui pintu di Kota Medan, meskipun petani kita yang menanamnya dan menyulingnya. Saat ini kondisinya begitu,” kata Syamsidik Ibrahim di kantor Kadin Aceh di Banda Aceh.

Syamsidik mengatakan, produsen nilam paling banyak terdapat di Aceh Selatan, Aceh Barat dan Aceh Jaya serta Aceh Besar. Secara geografis, lokasi lahannya yang berada di pesisir Barat dan Selatan lebih dekat ke Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara.

“Aceh Selatan itu ada di Kluet Raya, Koto Indarung juga ada. Itu yang fokus pada nilam, baik penanaman dan penyulingannya. Di sana memang sudah seperti turun temurun menanam nilam. Mereka di sana tidak terpengaruh harga pasar, tetap tanam,” ujarnya.

Syamsidik

Meski tidak terpengaruh harga pasar, namun saat harga tinggi, petani di sana tentu merasa gembira. Tanah yang subur dan lahan yang luas sangat mendukung. Selain itu pasar yang sudah terbuka membuat warga di sana tetap fokus pada nilam.

“Tanah subur, penyulingan nilam itu rutin di sana. Yang perlu ditingkatkan dari nilam itu adalah teknologinya pertanian. Juga penyuluhan kepada para petani agar tanaman nilam itu masa panennya lebih pendek dan lebih berkualitas. Artinya produksi pun bisa lebih besar. Itu yang perlu,” ujarnya.

Syamsidik juga menekankan, selain penanamannya, hal yang paling penting dari pengolahan nilam adalah teknologi penyulingannya harus lebih ditingkatkan. Peningkatan ini akan berdampak pada produktifitas minyak nilam dan harga jualnya bisa lebih tinggi. Jadi tidak lagi dengan cara-cara tradisional seperti sekarang ini.

“Terpenting itu teknologi penyulingannya harus diperbaharui juga. Biar lebih moderen teknologinya karena akan berpengaruh pada produktifitas. Semakin baik dan canggih teknologi penyulingan nilam, maka minyak nilam yang dihasilkan akan lebih maksimal lagi. Itu yang terpenting sekarang ini untuk didorong,” tegasnya.

Mayor Projek Factory Sharing Komoditas Nilam

Badan Perencana dan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama Kementerian Koperasi dan UKM, menetapkan Aceh sebagai daerah sentra utama pengembangan tanaman nilam untuk koperasi dan UKM di Indonesia. Hal ini menyusul dimasukkannya Aceh dalam daftar lima provinsi yang ditetapkan sebagai pelaksana Program Major Project Pengelolaan Terpadu UMKM di Indonesia.

Kepada Bidang Pengembangan Industri Agro dan Manufacture Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, Ridhwan, mengatakan, pihaknya telah membuat skema perencanaan penguatan pengembangan kawasan terintegrasi dalam pengembangan komoditas unggulan.

Aceh mampu jadi rakasasa industri nilam di Indonesia
Kepada Bidang Pengembangan Industri Agro dan Manufacture Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Ridhwan

Pengembangan nilam merupakan langkah strategis dalam menumbuh kembangkan sektor agroindustri di Aceh. Diperkirakan 90 persen tanaman aromatik selama ini diusahakan oleh petani atau pengrajin di pedesaan dalam bentuk industri kecil..

“Nilam saat ini menjadi mayor project secara nasional. Tahun 2022 ini potensi nilam mulai dikembangkan dan memperkuat infratruktur, terutama dengan dikembangkan kembali Kawasan Industri Ladong,” kata Ridhwan saat ditemui Waspada, Rabu (15/5/2022).

Kata Ridwan, sekarang 17 kabupaten di Aceh mulai menanam nilam. Saat ini sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKM) produksi nilam berada di Aceh Selatan, Aceh Jaya, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Nagan Raya dan Aceh Utara. Pengelolaan Sentra IKM mulai dari penguatan akses bahan baku, penguatan kompetensi tenaga kerja, penguatan permodalan, penguatan teknologi, inovasi dan kreatifitas, serta penguatan jaringan.

“Prospek ekspor komoditi nilam pada masa yang akan datang masih cukup besar, mengingat tingginya permintaan dunia untuk minyak nilam,” katanya.

Menurut Ridwan, program bersama ini akan mendapat dukungan pengembangan lintas instansi pemerintah pusat dan daerah. Seperti dukungan ketersediaan bahan baku, sertifikasi, pangsa pasar, keterampilan SDM, akses permodalan, sarana produksi yang modern, serta sistem informasi dan tata kelola yang baik.

“Diharapkan kita dapat menyatukan langkah dan gerak dalam meningkatkan kesejahteraan petani bagi penanggulangan kemiskinan,” katanya.

Dalam rencana pembangunan berbasis kawasan, lanjut Ridwan, diperlukan kerjasama pentahelix (multipihak), antara pemerintah baik dengan perguruan tinggi, dunia usaha, masyarakat dan media massa. Masing-masing stakeholders ini menjalankan peran dan fungsinya secara mandiri namun harus saling berkoordinasi satu sama lain agar terjadi sinergi positif yang menguntungkan semua pihak. (**)

Shares: