HeadlineIn-Depth

Aceh Harus Bersiap Serangan Covid-19 Kedua

Setiap Gampong di Banda Aceh Akan Rapid Test Setiap Tamu dari Luar
Ilustrasi, Pengunjung yang sedang nongkrong di warkop menjalani rapid test corona di Banda Aceh. Foto by Gade Ridwan

BANDA ACEH (popularitas.com) – Publik Aceh dikejutkan setelah mendapat informasi tigamahasiswa asal Malaysia yang kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry, Banda Aceh positif Covid-19 setelah menjalani pemeriksaan setiba di negeri Jiran.

Ini merupakan peringatan dini untuk Aceh. Meskipun belum diketahui pasti ketiga mahasiswa itu terpapar dimana. Tetapi Aceh sudah harus bersiap menghadapi serangan Covid-19 kedua kali. Terlabih setelah 4 pasien positif dinyatakan sembuh dan satu orang meninggal dunia.

Kini kewaspadaan harus semakin meningkat, setelah dua orang kembali dinyatakan positif berdasarkan uji sampel swab dengan sistem Real Times Polimerase Reaction (RT PCR) Kemenkes RI di Lambaro, Kabupaten Aceh Besar.

Pasien positif itu berinisial NS, laki-laki berusia 41 tahun merupakan seorang Anak Buah Kapal (ABK) KM Kelud, yang asalnya dari Jawa Barat, namun istrinya warga Kabupaten Gayo Lues, Aceh.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Covid-19 Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani mengatakan, NS pulang tangal 8 April 2020 ke Galus dan masuk karantina di Balai Latihan Kerja (BLK) Gayo Lues. Baru satu malam di BLK itu NS menunjukkan gejala tidak sehat (lemas) dan berobat ke Puskesmas Putri Beutong.

Sementara itu keluarga pasien yang dinyatakan positif corona asal Gayo Lues itu, sudah diisolasi di Balai Latihan Kerja (BLK) daerah setempat.

Ada sekitar 16 orang yang dilakukan isolasi, yang terdiri dari keluarga pasien dan orang yang pernah kontak langsung dengan yang bersangkutan.

Sedangkan seorang pasien lainnya berinisial AI (24) dinyatakan positif corona, ia merupakan pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Umum Sigli, Kabupaten Pidie. Dia merupakan warga Medan yang berkunjung ke Kabupaten Pidie ke rumah istrinya.

Sebelumnya pasien tersebut sudah terindikasi positif lewat rapid test. Sehingga, spesimen swabnya dikirim ke Balitbangkes Jakarta untuk diperiksa. Pengiriman itu, sebelum difungsikannya lab PCR di Aceh Besar.

Dengan begitu, kini sudah ada tujuh pasien yang terkonfirmasi positif. Empat diantaranya sembuh, satu meninggal dunia. Dua pasien yang masih menjalani perawatan, masing-masing di RSUZA dan RS Sigli.

 

Tujuh Pasien Positif Merupakan Carrier

Tujuh pasien yang positif Covid-19 semua memiliki riwayat perjalanan ke daerah episentrum Covid-19 di Indonesia. Tentunya ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk mengantisipasinya.

Direktur Rumah Sakit Umum (RSUZA) Banda Aceh, dr Azharuddin beruang kali mengingatkan agar tidak meremehkan penyebaran virus corona. Selain mulai didapatkan pasien Orang Tidak Bergejala (OTK). Penyebarannya ditakutkan melalui penularan melalui carrier.

Menurut dokter sepesialis ortopedi ini, carrier adalah seseorang dapat menularkan virus corona kepada orang lain, meskipun orang tersebut tampak normal-normal saja. Kepada seluruh masyarakat agar ini betul-betul disadari, ditambah sekarang banyak orang sedang lalu-lalang mudik terus terjadi di Aceh yang berasal dari pandemi corona.

“Jangan bangga dulu yang sehat gak ada apa-apanya, yang kita takutkan adalah carrier. Dapat menularkan kepada orang lain, meskipun kita merasa normal saja,” kata Azharuddin, Senin (13/4/2020) di RSUZA, Banda Aceh.

Azharuddin meminta agar patuh seperti imbauan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Seperti selalu menggunakan masker, menjaga jarak fisik (physical distancing) maupun menjaga jarak sosial (social distancing) dan rajinlah mencuci tangan dengan sabun.

Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pengawasan (ODP) maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP), tetap akan dipantau pihak RSUZA. Karena tidak boleh ada yang berpikir, seseorang yang sehat sudah aman. Karena tidak yang dapat mengatahui secara pasti, dimana seseorang tertular virus corona.

“Tidak boleh kita meremehkan, tidak boleh kita beranggapan bahwa Aceh aman-aman saja, karena kita tau setiap hari banyak yang mudik, baik dari luar negeri maupun dalam negeri atau dari daerah-daerah terdampak dan menjadi kewaspadaan kita,” ungkapnya.

Mobilitas masyarakat di Aceh menjelang meugang ramadan sulit dibendung. Kandati pemerintah Aceh telah mengimbau agar warga di daerahh episentrum Covid-19 agar menunda sementar waktu untuk mudik. Mengingat kondisi penyebaran virus corona di bumi pertiwi ini semakin mengkhawatirkan.

Apa lagi Aceh yang berbatasan langsung dengan Medan, Sumatera Utara yang sudah menjadi episentrum Covid-19 saat ini. Angka terinfeksi virus corona di sana terus meningkat setiap hari.

Sementara arus mobilitas warga dari kedua provinsi ini diperkirakan masih cukup tinggi. Ikadan Dokter Indonesia (IDI) Aceh memperkirakan, menjelang Ramadan ada 600 sampai 700 orang keluar dan masuk ke Tanah Rencong. Tentunya ini merupakan ancaman penyebaran corona melalui carrier, termasuk Orang Tanpa Gejala masih berkeliaran hingga sekarang.

Jumlah yang positif di Medan, Sumatera Utara hingga Senin (10/4/2020) pukul 12.43 WIB mencapai 104 orang. Angka sembuh 13 orang dan wafat sebanyak 10 orang.

Secara statistik data situasi harian, sejak awal kali ditemukan ada yang positif 21 Maret 2020 sebanyak 2 orang, situasinya setiap hari semakin meningkat dan menyebar luas di Kota Medan dan beberapa daerah lainnya.

Jika dibandingkan dengan provinsi Aceh, hingga Senin (20/4/2020) pukul 12.48 WIB jumlah positif 7 orang, 4 pasien sudah sembuh dan sekarang tersisa 2 orang masih dalam perawatan medis dan satu orang wafat.

Secara angka memang menunjukkan Medan, Sumatera Utara jauh lebih banyak pasien yang positif dibandingkan provinsi Aceh. Namun tidak boleh diremehkan, meskipun secara angka lebih sedikit.

Terlebih setelah arus balik Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Malaysia ke Aceh, ada 500 orang lebih yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Kendati seluruh TKI tersebut sudah didata oleh pemerintah dan diminta untuk mengisolasi mandiri selama 14 hari.

Selain itu pemerintah juga mulai mendata tenaga kerja yang baru pulang dari daerah terjangkit corona. Seperti dari Sumatera Utara, Jakarta atau dari berbagai daerah terjangkit Covid-19.

Artinya Covid-19 masih mengancam Aceh. Bukan berarti Aceh sudah terbebas dari wabah yang mematikan itu. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh menilai, Serambi Makah harus bersiap menghadapi serangan kedua Covid-19. Hal ini karena kewaspadaan masyarakat Aceh terhadap virus corona mulai kendur.

Menurut pandangan Ketua IDI Aceh, Safrizal Rahman, masyarakat Aceh sekarang mulai lengah. Kewaspadaan mulai kendur. Seolah-olah, masyarakat menganggap Aceh sudah terbebas dari virus corona.

“Karena IDI berpikir saat kita tidak punya pasien bukan berarti kita selesai dengan Covid-19, tetapi justru kita harus bersiap dengan kemungkinan serangan ke-2 yang takutnya lebih besar lagi,” sebut Safrizal.

Dengan kondisi dan situasi Aceh sekarang. IDI Aceh cukup khawatir Covid-19 bisa saja terjadi ledakan beberapa waktu kedepan. Apa lagi kasus terjangkit di Indonesia terus mengalami peningkatan.

Bahkan Sumatera Utara sudah menjadi pusat terbanyak terjangkit di pulau sumatera. Mengingat Aceh dan Sumatera Utara berbatasan langsung. Mobilitas orang terjadi setiap hari. Tentunya ini akan mengancam provinsi paling barat Indonesia.

“Indonesia sendiri kasus terus meningkat, apalagi Medan menjadi episentrum di Sumatera. Kita sama sekali belum aman,” jelas Safrizal.

Ia juga mengingatkan kepada masyarakat bahwa 5 kasus positif di Aceh beberapa waktu lalu hanya 20 persen yang memiliki gejala dari kondisi sebenarnya. Artinya, ada 80 persen lagi masyarakat yang tak memiliki gejala beredar di mana-mana.

“Kemarin adalah 20 persen (bergejala) dari kondisi sebenarnya, artinya 80 persen lagi tidak bergejala dan beredar di sekitar kita,” sebutnya.

Safrizal bahkan menilai, apabila pelanggan warung kopi di Aceh dilakukan rapid test, maka akan ditemukan banyak kasus positif Covid-19.

Untuk itu, IDI Aceh mengimbau kepada masyarakat untuk terus memperkuat social distancing, cuci tangan dan pakai masker. Sementara waktu lebih baik berada di rumah dan tidak beraktivitas di tempat umum, kecuali ada keperluan mendesak dengan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19.

 

Disiplin Jaga jarak Fisik Cegah Corona

Guna dapat mencegah agar Aceh tidak menjadi episentrum Covid-19. Senada dengan IDI Aceh, pemerintah Aceh berulang kali meminta masyarakat agar patuh terhadap protokol kesehatan cegah corona.

Masyarakat diingatkan agar meningkatkan kedisiplinan dalam menerapkan jaga jarak fisik (physical ditancing) mengingat tujuh warga Aceh positif COVID-19.

Kendati demikian, Juru bicara COVID-19 Aceh Saifullah Abdulgani, mengatakan masyarakat harus lebih waspada dan tidak panik setelah mendapatkan informasi penambahan kasus positif.

“Tetap menjaga jarak dan tetap berada di rumah saja bila tidak ada kebutuhan mendesak harus keluar rumah,” katanya dilansir Antara.

Ia mengingatkan masyarakat proaktif dalam mendorong orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 untuk berobat, dan mendukung program isolasi mandiri yang harus dijalani.

Guna memetakan penyebaran Covid-19 di Aceh. Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Aceh mulai melakukan rapid test massal di tengah masyarakat. Pada  Minggu malam (18/4/2020) paramedis mulai keliling warung kopi dan café untuk uji rapid tes warga yang sedang nongkrong di empat lokasi.

Kemudian paramedic kembali melanjutkan melakuan rapid test di objek wisata laut Ulee Lheue, Banda Aceh, Minggu (19/4/2020). Di sana petugas medis mengajak warga secara sukarela untuk menjalani rapid test.

Kendati rapid test massal itu tidak ditemukan yang positif. Bukan berarti Aceh sudah terbebas dari virus yang mematikan itu. Mengingat masih banyak warga yang membandel tidak melakukan jarak fisik, ini akan menjadi bom waktu di bumi Serambi Makah.

Apa lagi sekarang banyak ditemukan warga belum patuh menggunakan masker saat berada di luar rumah. Padahal pemerintah sudah mewajinkan seluruh warga menggunakan masker kain, sebagai langkah memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19.

Meskipun ada kabar gembira, pemerintah Kota Banda Aceh akan membuat Peraturan Wali Kota (Perwal), bagi yang tidak menggunakan masker akan diberikan denda dan tindak tegas. Namun hal ini tentunya tidak cukup, bila kesadaran dan kedisiplinan warga tidak ada.

Ketua Bidang Preventif Tim Pakar Covid – 19 IDI Wilayah Aceh, Ihsan mengatakan, lokasi yang dipilih ini merupakan tempat berkumpulnya warga yang kurang mematuhi protokol kesehatan. Seperti menggunakan masker, menjaga jarak atau Physical Distancing.

“Banyak sekali orang tanpa gejala (OTG) saat ini di Banda Aceh, dan ini terlihat seperti biasa saja dan juga kita tidak mengetahui siapa yang sakit diantara kita dan ini merupakan target kita pada hari ini,” sebut Ikhsan.

Kemudian, pihaknya akan melakukan kegiatan ini secara berkala bekerjasama dengan Polresta Banda Aceh, unsur TNI dan Sat Pol PP Banda Aceh. Guna memetakan OTG yang diduga masih berada di tengag-tengah masyarakat.[]

Penulis: A.Acal

Shares: