EditorialHeadline

17 Tahun Damai Aceh, Rakyat Dapat Apa

Senin 15 Agustus 2022 momentum peringatan Damai Aceh kembali di gelar. Ya, hari ini, 17 tahun sudah usia perdamaian Aceh ditandatangani pada 15 Agustus 2005 silam.
DPRA minta negara akui 5.193 kasus pelanggaran HAM di Aceh
Ilustrasi, pengunjung membaca "Surat Harapan" korban pelanggaran HAM di momentum 17 tahun perdamaian Aceh di KontraS Aceh, Banda Aceh, Sabtu (13/8/2022). Foto: KontraS

Senin 15 Agustus 2022 momentum peringatan Damai Aceh kembali di gelar. Ya, hari ini, 17 tahun sudah usia perdamaian Aceh ditandatangani pada 15 Agustus 2005 silam.

Kesepakatan perdamaian antara RI dan GAM, dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU). Kedua belah pihak menandatangani perjanjian, dan bersepakat akhiri 32 tahunperang di bumi serambi mekkah.

Perdamaian Aceh menghantarkan babak baru perjalanan demokrasi, dan juga politik di daerah ujung barat Sumatra itu. Kini usia damai menanjak 17 tahun. Pertanyaannya, rakyat dapat apa.

Kritik pedas dilontarkan oleh Mantan Menteri Pertahanan GAM Zakaria Saman. Pria yang dikenal luas dengan nama Apa Karya itu nilai nasib rakyat Aceh tidak jauh beda dari Sebelumnya.

Peringatan damai juga hanya sebatas seremonial Tanpa arti, tukasnya. Bahkan dia mengaku sudah tidak perduli lagi soal peringatan damai, sebab hanya itu-itu saja, makan-makan dan bicara serta sebatas seremoni belaka.

Perdamaian yang diharapkan dapat beri kesejahteraan bagi rakyat tidak terwujud, katanya, bahkan yang sejahtera hanya segelintir pihak saja, terutama Partai Aceh (PA).

Kekesalan Apa Karya atas kondisi perdamaian Aceh, Ia bahkan ajak masyarakat untuk tidak lagi pilih Partai Aceh pada pesta demokrasi 2024 mendatang.

“Di 17 thon nyan peu kana laba? Yang na laba Partai Aceh, dua thon teuk partai-partai Aceh ka dipeu abeh, dua thon teuk ka digoyang nyan,” kata Apa Karya.

Optimisme berbeda disampaikan oleh Guru Besar UIN Ar Raniry Banda Aceh, Prof Syamsul Rizal. Dia bahkan ajak semua pihak untuk jadikan 17 tahun usia damai Aceh sebagai momentum untuk bangkit, dan gerakkan ekonomi rakyat lewat pertanian dan sumber daya alam, seperti laut, hutan, dan lainnya.

Sumber daya alam yang dimiliki Aceh, harus dikelola dengan benar, agar bisa dimanfaatkan sebesarnya untuk kesejahteraan rakyat. Jadi, masyarakat benar-benar nikmati makna damai itu sendiri.

Harus kita akui, bicara kesejahteraan rakyat, belum banyak yang berubah di Aceh. Persoalan kemiskinan, dan pengangguran masih jadi kendala besar di negeri ini. Limpahan dana otonomi khusus sebagai buah damai Aceh belum dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.

Data statistik menunjukkan provinsi ini sebagai daerah termiskin. Tentu wajar Apa Karya tumpahkan kekesalannya terhadap kondisi yang ada.

Bagaimanapun, tidak serta kemudian perdamaian ini melahirkan konflik kembali. Semua kita harus memastikan damai abadi di provinsi ini. Untuk itu, mengisi ruang-ruang kosong sebagai tujuan dan esensi damai itu di wujudkan.

Entah suatu saat, atau kapan, tapi kita semua harus yakin bahwa, perdamaian Aceh yang telah terbentuk pada 2005 silam, akan melahirkan periode keemasan yang benar-benar akan dirasakan oleh segenap rakyat di bumoe serambi mekkah ini, semoga. (***EDITORIAL)

Shares: